Suarahimpunan.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan empat pulau yang berada di Provinsi Aceh berpindah administrasi ke Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan Kepmendagri nomor 050-145 tahun 2022 tertanggal 14 Februari 2022, pulau yang dipindah administrasikan yaitu Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Secara wilayah, pulau-pulau yang tercantum dalam Kepmendagri tersebut berada di kepulauan Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil. Dan di pulau-pulau tersebut telah terdapat monumen lambang Pancacita Aceh yang terpasang sejak 2012 sebagai tanda fisik kepemilikan Aceh.
Menanggapi hal itu Ketua Umum HMI MPO Cabang Aceh Timur melalui Ketua Umum Komisariat Bandar Khalifah, Afrizal, mengatakan bahwa rakyat Aceh sangat kecewa terhadap pemerintah Aceh yang tidak mampu mempertahankan wilayahnya.
“Kami rakyat Aceh benar-benar kecewa terhadap pemerintah Aceh yang begitu saja melepaskan empat Pulau Aceh yang diklaim masuk Sumut. Kemanakah hari ini mereka yang berkoar-koar dulu, baik di media atau di panggung-panggung? Yang sok-sok jadi pahlawan diawal jabatan tapi nyatanya kucing yang sok jadi harimau,” ujarnya.
Afrizal pun menilai bahwa pemerintah Aceh sangat lemah dalam menghadapi persoalan semacam ini.
“Tapi hasilnya empat pulau itu tetap dianggap milik Sumut, pemerintah Aceh hari ini benar-benar lemah dalam menyelesaikan persoalannya, kemanakah mereka yang dulu kita percayakan untuk mempertahankan hal-hal itu,” ungkapnya.
Ia pun menganggap bahwa delegasi yang dikirimkan pemerintah Aceh ke Senayan untuk mempertahankan empat pulau tersebut telah gagal.
“Berarti hari ini nggak ada arti kita kirimkan wakil kita ke Senayan mulai dari DPRA, DPD-DPR RI, kalau masalah empat pulau bisa lepas saja ke Sumut. Perwakilan Aceh yang di Senayan DPD-DPR RI hanya bisa mengecam, sok peduli,” pungkasnya.
Dan Afrizal pun dengan tegas mengatakan bahwa pemerintah Aceh lemah dalam menyelesaikan konflik wilayah.
“Pemerintah pusat berani mengotak-atik kewenangan Aceh, ini merupakan sebagai bukti lemahnya persatuan Aceh, lemahnya para perwakilan Aceh di pemerintahan, mulai dari gubernur, DPRA sampai DPD-DPR RI,” tandasnya.
(SPT)