SERANG, suarahimpunan.com – Barisan pekerja dan buruh Banten yang tergabung dalam Forum Komunikasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kota Cilegon, melangsungkan aksi unjuk rasa terkait penolakan kenaikan BBM di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) pada Selasa (13/9).
Adapun tuntutan yang dibawakan di samping penolakan kenaikan harga BBM adalah: 1) Tolak Undang-Undang Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020; 2) Naikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2023 sebesar 13 persen; 3) Naikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2023 sebesar 40 persen.
Barisan massa aksi juga terpantau diramaikan oleh sejumlah aktivis mahasiswa, yang tergabung dalam aliansi Gabungan Mahasiswa Islam (GEMAIS). Adapun organisasi yang tergabung adalah Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Banten, Federasi Mahasiswa Islam (FMI) Banten, Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis) Banten, dan Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Badan Koordinasi Jawa Bagian Barat (Badko Jabagbar).
Ketua PW SEMMI Banten, Ridho Rifaldi, mengungkap bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan dan konsisten bersama masyarakat.
“SEMMI Banten akan tetap konsisten bersama rakyat, sama sama menolak kenaikan harga BBM Bersubsidi,” ujarnya.
Ketua PW Hima Persis Banten, Hilal Hizbullah, mengatakan bahwa alasan kenaikan harga BBM pascapandemi tidak dapat diterima.
“Kenaikan BBM subsidi di tengah keterpurukan ekonomi masyarakat pasca badai Covid-19 tidak dapat diterima dengan alasan apapun. Masyarakat yang tengah berjuang bangkit dari hantaman badai pandemi yang lamanya hampir tiga tahun melanda, tidaklah mudah,” katanya.
Sementara itu, Ketua HMI MPO Badko Jabagbar yang meliputi Provinsi Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta, Aceng Hakiki, mengatakan bahwa kenaikan BBM akan berdampak serius pada pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
“Naiknya harga BBM bersubsidi akan memberikan dampak buruk secara langsung bagi kemampuan rakyat kelas menengah ke bawah dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, dapat dipastikan jika BBM naik maka akan ikut naik harga kebutuhan pokok lainnya di pasar,” ujarnya.
Aceng pun menilai bahwa sekalipun pasokan pasar terpenuhi, dengan adanya kenaikan harga bisa menjadi pemicu turunnya daya beli masyarakat.
“Kalaupun kebutuhan pokok di pasar yang disampaikan Bapak Pj Gubernur Banten tersedia, aman, dan terpenuhi, namun dengan harga yang berbeda dalam artian ikut naik, di sisi lain daya beli masyarakat melemah, masyarakat bisa apa?” katanya.
Menurutnya, bantuan sosial yang akan disalurkan pada masyarakat bukan menjadi solusi dalam jangka panjang.
“Sempat disinggung pula tentang penyusunan bantuan sosial yang akan di berikan langsung kepada masyarakat, bagi saya itu bukan solusi yang tepat untuk meringankan beban masyarakat dari dampak BBM naik, itu hanya bagian strategi pemerintah daerah untuk mengobati kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah pusat,” jelasnya.
Aceng pun dengan tegas mengungkap bahwa pihaknya akan konsisten melakukan penolakan kenaikan harga BBM.
“HMI Badko Jawa Bagian Barat beserta cabang-cabang yang berada di Banten akan selalu konsisten untuk menolak kenaikan harga BBM,” tegasnya.
Di samping itu Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang, Irkham Magfuri Jamas, mengaku merasa janggal terhadap kebijakan kenaikan harga BBM ini.
“Saya melihat adanya kejanggalan dari kebijakan naiknya harga BBM ini. Seperti munculnya fenomena perusahaan swasta yang menjual harga bahan bakar lebih murah dari Pertamina, kemudian disusul dengan intervensi harga BBM pada perusahaan Vivo, temuan surplus penjualan sebesar 35,6 triliun pada neraca dagang minyak bumi negara di tahun 2021, adanya peningkatan pendapatan negara pada Juli 2022 sebesar 519 triliun atau naik 50,3 persen akibat harga komoditas yang meroket tapi justru malah membuat pengurangan anggaran subsidi,” paparnya.
Irkham pun menganggap bahwa kebijakan yang dinilai tidak logis ini tergolong dalam pembohongan publik.
“Sehingga dari data-data tersebut, kami menganggap pemerintah sedang melakukan pembohongan kepada publik. Hal ini mengingatkan kami pada statement Rocky gerung bahwa pembuat hoax terbaik adalah pemerintah. Maka atas dasar banyak sekali ketidakadilan yang kami rasakan secara logis dan empiris, kami turun ke jalan menggelar aksi massa,” ungkapnya.
Irkham yang merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM ini bisa memicu terjadinya inflasi hingga mencapai angka 10 persen.
“Perlu diketahui bahwa inflasi yang dialami oleh Indonesia saat ini nyaris menyentuh angka lima persen. Kenaikan sekitar 30 persen harga BBM ini akan mengerek angka inflasi sebesar 3,6 persen, dimana setiap kenaikan 10 persen BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2 persen,” jelasnya.
“Kalaupun harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan, maka inflasi diprediksikan akan tetap bergerak menyentuh angka 6 persen pada akhir tahun 2022 ini. Artinya jika inflasi naik 3,6 persen sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, maka secara total inflasi Indonesia akan mencapai 9,6 persen. Kenaikan inflasi ini akan sangat memberatkan masyarakat Indonesia,” tambahnya.
Ia pun menegaskan bahwa aksi penolakan kenaikan harga BBM akan terus dilakukan.
“Kenaikan inflasi ini akan sangat memberatkan masyarakat Indonesia. Dan akan kami pastikan aksi-aksi di daerah akan terus kami galakan sebagai bentuk perlawanan masyarakat atas ketidakadilan yang dirasa,” tandasnya.
Sementara itu Ketua DPD FMI Banten, Rifky Juliana, menjelaskan bahwa aksi yang dilakukan ini dilatarbelakangi oleh keresahan masyarakat.
“Aksi ini adalah aksi yang timbul dari keresahan rakyat, aksi yang timbul dari kegeraman masyarakat yang kian hari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah semakin jauh dari apa yang diharapkan masyarakat, semakin jauh dari cita-cita luhur kita yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Rifky juga memaparkan bahwa pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi dengan dalih penggunaan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Menurutnya kebijakan yang diambil pemerintah bukan jalan yang solutif.
“Untuk mengatasi hal itu maka pemerintah mengambil keputusan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut. Namun menurut kami kebijakan tersebut bukanlah jalan keluar yang solutif, karena imbas dari kenaikan BBM tersebut membuat rakyat semakin kesusahan dan menderita ditengah pemulihan ekonomi akibat Covid-19,” katanya.
Rifky pun menerangkan bahwa kebijakan ini berdampak pada naiknya harga bahan pokok di pasaran.
“Terlebih masyarakat miskin yang sangat merasakan betul dampak dari naiknya harga BBM ini. Bahan pokok dipasaran sudah melonjak naik dari harga sebelumnya, sehingga mereka sangat menderita sekali. Dari keluhan-keluhan masyarakat itulah kami dengan lantang dan tegas menolak kenaikan harga BBM bersubsidi,” paparnya.
Di tengah-tengah aksi, massa disambangi oleh Ketua Fraksi PKS DPRD Banten, Juheni M Rois. (RED)