YOGYAKARTA, suarahimpunan.com – Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI) mengadakan pertemuan secara daring dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) guna membahas mengenai problematika pada pengadaan barang/jasa, Rabu (15/6).
Pembahasan dilakukan terkait kebijakan dari Presiden RI Joko Widodo tentang peningkatan penggunaan produk dalam negeri (PDN). Melalui kebijakan yang tertuang dalam instruksi presiden nomor 2 tahun 2022, Presiden RI, Joko Widodo, menegaskan kepada pemerintah pusat, daerah, dan BUMN untuk melakukan substitusi impor dengan produk dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa.
Inpres ini direspon dengan cepat oleh LKPP dengan menerbitkan peraturan turunan yaitu Keputusan Kepala LKPP nomor 122 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik. Namun, kajian kritis Tim PUNDI menemukan sejumlah persoalan dalam Peraturan LKPP tersebut.
Direktur PUNDI, Haryono, mempertanyakan apakah produk yang ditayangkan dalam E-Katalog adalah benar produk dalam negeri.
“Dari regulasi yang sudah dibuat menggambarkan keseriusan pemerintah untuk mendorong PDN sejak 2014, juga tampak keberpihakan kepada UMKM dan Koperasi. LKPP mendorong produk lokal untuk ditayangkan di E-Katalog untuk perlahan menyaingi produk impor. Yang menjadi pertanyaan, apakah produk yang tayang benar-benar produk dalam negeri?” ujarnya.
Pihaknya juga menemukan kejanggalan pada klausul tentang status PDN yang tidak jelas parameternya, sehingga dapat dimanfaatkan oleh agregator dengan cara memberikan label PDN pada produk impor. Haryono pun memaparkan produk-produk yang diindikasikan telah diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
“Kalau produk ber-TKDN kan jelas parameternya sertifikat, tapi kalau status PDN ini tidak jelas,” paparnya.