JAKARTA, Suarahimpunan.com – Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO), dalam kajiannya menilai bahwa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang diumumkan pada awal September 2022 akan mempengaruhi inflasi.
Atas dasar kajian ini, HMI MPO kembali menggelar aksi di depan gedung DPR RI pada Selasa (6/9), dengan membawa tuntutan penolakan kenaikan Harga BBM dan transparansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ketua Umum PB HMI MPO, Affandi Ismail Hasan, mengungkap bahwa kenaikan harga BBM ini akan berdampak pada bertambahnya inflasi.
“Perlu diketahui bahwa inflasi yang dialami oleh Indonesia saat ini nyaris menyentuh angka lima persen. Kenaikan sekitar 30 persen harga BBM ini akan mengerek angka inflasi sebesar 3,6 persen, dimana setiap kenaikan 10 persen BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2 persen,” jelasnya.
“Kalaupun harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan, maka inflasi diprediksikan akan tetap bergerak menyentuh angka 6 persen pada akhir tahun 2022 ini. Artinya jika inflasi naik 3,6 persen sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, maka secara total inflasi Indonesia akan mencapai 9,6 persen. Kenaikan inflasi ini akan sangat memberatkan masyarakat Indonesia,” tambahnya.
Affandi juga menuturkan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi sangat berdampak bagi masyarakat, terlebih saat ini perekonomian masyarakat masih berada dalam tahap pemulihan pascapandemi.
“Kita sadar betul bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak khususnya yang bersubsidi yaitu Pertalite dan Solar akan sangat berdampak pada masyarakat. Kami datang kesini juga untuk menuntut janji manis Bapak Presiden Jokowi, yang berjanji tidak akan menaikan harga BBM sampai berakhir masa pemerintahannya,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang, Irkham Magfuri Jamas, mengaku merasa janggal terhadap kebijakan kenaikan harga BBM ini.
“Saya melihat adanya kejanggalan dari kebijakan naiknya harga BBM ini. Seperti munculnya fenomena perusahaan swasta yang menjual harga bahan bakar lebih murah dari Pertamina, kemudian disusul dengan intervensi harga BBM pada perusahaan Vivo, temuan surplus penjualan sebesar 35,6 triliun pada neraca dagang minyak bumi negara di tahun 2021, adanya peningkatan pendapatan negara pada Juli 2022 sebesar 519 triliun atau naik 50,3 persen akibat harga komoditas yang meroket tapi justru malah membuat pengurangan anggaran subsidi,” paparnya.
Irkham pun menganggap bahwa kebijakan yang dinilai tidak logis ini tergolong dalam pembohongan publik.
“Sehingga dari data-data tersebut, kami menganggap pemerintah sedang melakukan pembohongan kepada publik. Hal ini mengingatkan kami pada statement Rocky gerung bahwa pembuat hoax terbaik adalah pemerintah. Maka atas dasar banyak sekali ketidakadilan yang kami rasakan secara logis dan empiris, kami turun ke jalan menggelar aksi massa,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua HMI MPO Badko Jabagbar, Aceng Hakiki, menilai bahwa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan kepada masyarakat tidak menjadi solusi. Sebab menurutnya tidak semua masyarakat mendapatkan BLT, jumlah BLT yang diterima pun hanya sebesar Rp600 ribu dan pembagiannya pun dibagi menjadi dua tahap.
“Adanya BLT yang diberikan pemerintah kepada masyarakat bukanlah solusi menjawab atas kenaikan BBM, karena tidak semua masyarakat mendapatkan BLT sedangkan efek kenaikan BBM itu dirasakan oleh semua kalangan,” terangnya.
Selaras dengan pernyataan sebelumnya, Ketua Umum HMI MPO Cabang Jakarta, Yasri Nurdin, menilai bahwa pemulihan ekonomi yang digadang-gadangkan oleh pemerintah hanya sekedar pencitraan.
“Pemerintah mengatakan bahwa sedang fokus pada agenda pemulihan ekonomi nasional tetapi itu hanya sebuah pencitraan publik realitasnya apa? BBM naik, rakyat tercekik,” tuturnya.
Yasri pun dengan tegas mengatakan bahwa pihaknya menuntut agar pemerintah menurunkan harga BBM.
“Hal ini menandakan bahwa ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Sehingga kami menuntut keras kepada pemerintah agar segara menurunkan harga BBM,” tandasnya.
(SPT)