CILEGON, suarahimpunan.com –
Rapat paripurna DPRD Cilegon yang digelar pada Senin (6/9), membahas terkait Penandatanganan Nota Kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2022 diwarnai dengan kegaduhan.
Dalam video berdurasi 1 menit 43 detik yang beredar, menampilkan beberapa aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Cilegon, diseret paksa dari ruang paripurna DPRD Kota Cilegon.
Dalam video terpantau aktivis mahasiswa meniupkan pluit lalu membentangkan spanduk di dalam ruang sidang, tepatnya di lantai atas saat Ketua DPRD Kota Cilegon, Isro Mi’raj sedang menyampaikan sambutan menjelang sidang berakhir.
Spanduk yang memuat tulisan “KAMMI Menggugat !! Tolak Politisasi Dana APBD” ini hanya terbentang dalam waktu yang singkat, karena dihalau oleh petugas keamanan. Dan para aktivis pun dipaksa keluar dari ruang sidang dengan cara yang kurang berkenan.
Ketua Umum KAMMI Cilegon, Ediyansyah, mengatakan bahwa mereka hanya ingin menolak KUA-PPAS yang dinilai ada kepentingan terselubung.
“Kami ngga ngapa-ngapain, cuma mau menolak (KUA-PPAS) ini dipolitisasi, karena kan rapatnya di luar kota, ujung-ujung sudah disahkan. Ini ada kepentingan politik,” tuturnya.
Hal ini tentu mengundang berbagai macam respon di kalangan aktivis. Salah satunya dari HMI MPO Cabang Serang, Irkham Magfuri Jamas yang merupakan Ketua Umum HMI MPO Komisariat Untirta Pakupatan, mengungkap bahwa penyeretan paksa aktivis mahasiswa di gedung DPRD Kota Cilegon merupakan bentuk rendahnya nilai demokrasi di daerah tersebut.
“Menurut saya kejadian tersebut dapat terjadi merupakan akibat dari akumulasi kekesalan rakyat, yang diluapkan dalam bentuk pemberian kartu merah di gedung DPRD kota Cilegon. Penyeretan tersebut adalah tindakan yang tidak etis dalam berdemokrasi. Seolah terusir dari rumahnya sendiri, gedung yang dibangun oleh uang rakyat justru tidak boleh dimasuki oleh rakyat,” tuturnya.
Irkham juga mengungkap bahwa mahasiswa sebagai agent of control harus diberi ruang.
“Seharusnya mahasiswa sebagai agen kontrol pemerintah diberikan ruang. Karena jika agen kontrol dibungkam, itu adalah bukti adanya pemerintahan yang tidak elok. Dan ini merupakan catatan besar pada pemerintahan kota Cilegon di rezim saat ini,” tandasnya.
HMI MPO Cabang Serang bersama mahasiswa mengecam keras tindakan Pemerintah Kota Cilegon yang menyeret paksa aktivis mahasiswa dari gedung rakyat. Tagar #DUDUKIGEDUNGRAKYAT pun menjadi langkah yang diambil oleh HMI MPO Cabang Serang dalam menyikapi hal ini.
“Kami bersama segenap mahasiswa, menyerukan untuk mahasiswa sama-sama bergerak menduduki gedung rakyat sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Supaya tidak ada lagi demokrasi dikebiri di negeri ini,” tandasnya.
(Saput)