Serang, suarahimpunan.com – Aturan yang melonggarkan kategori limbah berbahaya terus mendapatkan kritikan dari masyarakat. Pelonggaran yang diatur dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 itu telah melonggarkan aturan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Formateur HMI MPO Komisariat Persiapan Unbaja, Walinegara, mengatakan bahwa PP yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja itu menginstruksikan agar limbah batu bara dan limbah penyulingan sawit dikeluarkan dari kategori B3.
“Kami mendesak Jokowi mencabut PP tersebut karena langkah ini dinilai sembrono dan dapat menimbulkan risiko tinggi terhadap kesehatan. Apalagi di tengah masa pandemi
covid-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kru LAPMI Serang, Kamis (6/5).
Menurutnya, berdasarkan penelitian Universitas Harvard, penderita
Covid-19 yang tinggal di daerah-daerah dengan pencemaran udara tinggi memiliki potensi kematian lebih tinggi dibandingkan penderita
Covid-19 yang tinggal di daerah yang kurang terpolusi.
“Apalagi, kelompok masyarakat yang berdiam di sekitar PLTU batu bara kebanyakan adalah masyarakat yang rentan secara sosial-ekonomi. Ini adalah salah satu aksi kebijakan pemerintah yang sangat tidak etis,” tegasnya.
Ia pun mengoreksi pandangan pemerintah yang dianggap keliru, yakni dalih bahwa limbah yang berbahaya dapat dimanfaatkan jika dikategorikan sebagai non-B3.
“Padahal limbah B3 bisa dimanfaatkan melalui pengujian karakteristik yang sudah diatur dalam PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3, tanpa mengeluarkan limbah tersebut dari kategori B3,” ungkapnya.
Menurut mahasiswa Teknik Lingkungan Unbaja ini, dikeluarkannya limbah batu bara dan sawit dari kategori B3 tidak sepatutnya dilakukan pemerintah. Terlebih jika berkaca pada pengawasan, penegakan hukum dan pengendalian pencemaran lingkungan yang dia nilai belum maksimal.