Jakarta, suarahimpunan.com – Beredarnya surat telegram Polri dengan nomor STR/965/XI/IPP.3.1.6/2020 mendapatkan kritik dari Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO). Selain berpotensi membuat kegaduhan, surat yang berisi perintah kepada seluruh Kapolda itu juga memiliki landasan hukum yang tidak jelas.
Dalam surat telegram itu, disebutkan bahwa berdasarkan Perpu Mengenai Pembubaran Ormas, sebanyak 6 organisasi Islam secara resmi dibubarkan oleh pemerintah dan dilarang beraktifitas.
Keenam organisasi tersebut yakni Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Umas Islam (FUI) Aliansi Nasional Anti Syiah (Annas), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). Keenamnya dibubarkan dengan alasan tidak sesuai dengan Pancasila.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI MPO, Affandi Ismail, mengatakan dengan adanya telegram tersebut, menjadi bukti bahwa rezim saat ini tak malu-malu memperlihatkan sifat otoritariannya kepada publik, dengan membungkam seluruh pihak yang beroposisi dengan pemerintah.
“Rezim sudah semakin memperlihatkan wajah otoritariannya terhadap kelompok-kelompok oposisi yang tidak sejalan dengan kebijakan-kebijakan dari pemerintah,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Kamis (24/12/2020).
Padahal menurutnya, dalam negara demokrasi kritik merupakan hal yang diperbolehkan. Selain itu ia juga merasa aneh, mengapa dalam telegram yang beredar hanya organisasi Islam saja yang dibubarkan.
“Nah jadi ini semakin mengesankan bahwa pemerintah dalam keberpihakannya terhadap umat Islam dipertanyakan. Sebagai kelompok mayoritas di Indonesia, mengapa megara seolah-olah antipati terhadap kritik yang dilontarkan oleh organisasi Islam,” ungkapnya.
Affandi pun mempertanyakan Perpu Pembubaran Ormas yang disebut sebagai landasan hukum surat telegram tersebut. Sebab, tidak ada kejelasan terkait Perpu itu seperti kapan disahkan dan nomor Perpu tersebut.
“Apakah itu Perpu baru atau Perpu nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas? Jika Perpu nomor 2 tahun 2017, kami tidak melihat ada nama-nama ormas seperti yang disebutkan dalam surat telegram. Ini sangat mencederai demokrasi di Indonesia,” katanya.
Menurut Affandi, Kapolri Jendral Pol. Idham Aziz harus memberikan penjelasan terkait dengan surat telegram yang beredar tersebut. Sebab jika tidak ada penjelasan, maka dapat dipastikan iklim demokrasi di Indonesia akan hancur seiring dengan pembredelan terhadap kelompok-kelompok kritis di Indonesia.
“Tentunya kami dari PB HMI MPO meminta kepada Kapolri untuk memberikan klarifikasi. Jangan sampai surat telegram tersebut justru menimbulkan kegaduhan-kegaduhan baru di masyarakat,” tegasnya.
Ia juga meminta kepada pemerintah agar tidak menjadikan Pancasila sebagai alat untuk membungkam kelompok-kelompok kritis di Indonesia. Jangan sampai seluruh kelompok yang mengkritisi pemerintah, dicap sebagai kelompok anti Pancasila.
“Sebagai organisasi yang pernah merasakan represifitas pemerintah dengan dalih Pancasila pada zaman Orba, tentu kami tidak menginginkan hal tersebut kembali terjadi,” tandasnya. (RED)