Oleh : Irkham Magfuri Jamas
Mahasiswa Ekonomi Syariah Untirta
HMI MPO Cabang Serang
CORONA semakin hari semakin menghantui, aktifitas sosial tampak terlihat sepi di dunia nyata. Gerakan
Work From Home (WFH) marak digaungkan berbagai instansi hingga
social distancing dijadikan opsi dalam upaya menghadapi pandemi. Covid-19 terbukti menyebabkan keresahan, rasa takut, ancaman keamanan dan efek sosial lainnya. Dampak yang ditimbulkan meluas hingga berbagai lapisan masyarakat mulai dari buruh kantor, buruh lapangan, akademisi, kaum terpelajar, petani hingga jajaran pemerintah ikut merasakan dampaknya.
Menurut update
berita covid19 yang diakses pada halaman web pemerintah covid19.go.id pada
tanggal 26 Maret 2020 tercatat sudah terdapat 893 kasus positif 31 pasien
sembuh dan 78 meninggal dunia. Jika kita bandingkan dengan kasus pada tanggal 1 April 2020 terdapat 1.677 kasus positf dengan 103 orang sembuh dan 157 orang meninggal dunia.
Data tersebut menunjukkan terdapat penambahan 784 orang pasien positif dalam kurun waktu
satu minggu. Sejak pertama kali
diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 hingga 1 April 2020 atau kurang lebih 31
hari telah berlalu yang semula hanya 2 telah menjadi lebih dari seribu.
Tingkat
penyebaran virus corona di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda pelambatan,
berdasarkan covid19.go.id sejak 26 Maret
hingga saat ini terjadi penambahan lebih dari 100 kasus
per harinya. Apabila tes massal sudah mulai dilaksanakan, maka ada potensi
terdapat lonjakan kasus yang tinggi. Saat ini Case fatality rate (CFR) covid19
Indonesia tertinggi di Asia Tenggara
dan terbesar ke dua di dunia yaitu sebesar 8,9% posisi pertama Italy yaitu sebesar
97.689 kasus, jumlah
pasien meninggal sebanyak 10.781 dengan CFR 11,04%.
Dibawah Indonesia terdapat negara Spanyol dengan
78.797 kasus, 6.528 meninggal dan CFR 8.28%
Berdasarkan data
tersebut peneliti dari belahan dunia menemukan misteri yang tersembunyi. Lonjakan kasus yang
terjadi di Indonesia merupakan bentuk masalah yang perlu dianalisa lebih lanjut
dan intensif mengingat Indonesia merupakan salah satu dari negara dengan
populasi penduduk terbanyak di dunia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh
London Shool of Hyguene & Tropical
Medicine memperkirakan bahwa Indonesia baru berhasil mendeteksi sekitar 2%
dari seluruh kasus yang ada. Artinya saat ini diperkirakan telah ada kurang
lebih 34.000 kasus. Permodelan matematika yang dilakukan oleh Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU)
menyatakan hal yang lebih ekstrim lagi, dikatakan bahwa jumlah kasus di
Indonesia dapat mencapai 71.000 kasus di akhir bulan April 2020 apabila tidak
ada tindakan masif dan radikal yang dilakukan untuk mengatasi penyebaran virus.
Melihat potensi
bahaya yang sangat besar ini, sejauh mana kah kesiapan Indonesia untuk berjuang
ditengah pandemi? Apakah tersedia kecukupan fasilitas kesehatan seperti rumah
sakit dan alat penunjang lainnya untuk mengentas masalah ini? Menurut data yang
diperoleh melalui situs resmi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
yaitu persi.or.id dipaparkan bahwa pada April 2018 terdapat 2.820 Rumah Sakit
di Indonesia dengan 345.865 buah tempat tidur. Menurut data sensus terakhir
yang dilakukan, bps.go.id memaparkan bahwa Jumlah penduduk Indonesia
berdasarkan hasil SUPAS 2015 sebanyak 255,18 juta jiwa. Jika kita bulatkan
menjadi 260 juta jiwa dan dibagi dengan jumlah tempat tidur yang ada sebanyak
345.865 buah tempat tidur maka nilai rasio yang didapat sebesar 0,1% hal ini
merupakan ancaman besar untuk upaya pengentasan covid-19.
Menilik kembali
data diatas tak heran bila penelitian yang dipaparkan EOCRU memberikan
pernyataan ekstrim terhadap kasus yang terjadi di Indonesia. Ditambah lagi
penyebaran fasilitas dan tenaga kesehatan seperti rumah sakit dokter dan
perawat yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia membuat masalah semakin
rumit. Indonesia memiliki 1,2 tempat tidur per 1.000 penduduk dan 2 tempat tidur ICU per
100.000 penduduk. Kemenkes (2018).
Mengingat
potensi masalah yang begitu besar, negara di belahan dunia seperti Italia memberlakukan
kebijakan lockdown pada negaranya.
Meskipun potensi bahaya begitu besar, hingga saat ini pemerintah Indonesia
belum memberlakukan kebijakan Lockdown. Namun berbeda hal nya dengan hal yang dilakukan oleh Walikota Tegal, Dedy Yon Supriyono. Ia mengambil langkah berani untuk
memberlakukan kebijakan local lockdown
di kota ia memerintah. Pada Rabu malam (25/3/2020) di
Balai kota Tegal ia mengatakan pihak pemkot akan menutup
akses masuk ke Kota Bahari itu dengan beton movable concrete barrier (MBC)
mulai 30 Maret sampai 30 Juli 2020. Pak Dedy pun mengatakan bahwa pemkot Tegal
akan memberikan bantuan sosial untuk masyarakat kurang mampu. Dengan demikian
maka langkah ini merupakan kebijakan lockdown
pertama di Indonesia.
Pemangku kebijakan moneter pun telah
menempuh berbagai upaya untuk menangani permasalahan yang ada saat ini. BI
sebagai bank sentral negara berupaya penuh dalam menjaga stabilitas ekonomi
moneter. Telah kita ketahui bersama, bahwa COVID-19 telah
menyebar ke belahan dunia termasuk ke negara negara maju. Menyikapi hal ini BI
dan Kemenkeu telah mengikuti vidio
conference yang diikuti oleh Gubernur Bank Sentra dari masing-masing negara
maupun lembaga organisasi internasional seperti IMF, World Bank, PBB dan OECD.
Pada rapat tersebut disepakati empat aspek sebagai berikut:
1)
Meningkatkan pencegahan dan penanganan COVID-19 dari aspek kemanusiaan khususnya aspek kesehatan.