SERANG, suarahimpunan.com – Kasus pelecahan seksual yang terjadi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), menghebohkan warga kampus. Pasalnya, terduga pelaku dalam kasus ini adalah mahasiswa yang berpengaruh dalam lingkungan kampus.
Kronologi kasus ini diunggah dalam laman Instagram @puan.tirta milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan BEM KBM Untirta pada Kamis (7/10). Dalam unggahannya, juga memuat pernyataan yang dibubuhi tandatangan pelaku.
Merespon kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh KZ, yang merupakan Presiden Mahasiswa Untirta, pihak rektorat telah mengeluarkan siaran pers resmi tertanggal Jum’at (8/10).
Siaran pers resmi dengan nomor B/163/UN43.8/HM.01.03/X/2021 memuat enam poin. Di antaranya menunjukkan bahwa hal tersebut terjadi di luar pantauan dan tanggungjawab pihak Untirta.
Dalam poin ketiga, dimuat redaksi:
Pihak Rektorat tidak mentolelir adanya pelecehan seksual dan akan memberikan sanksi DO apabila proses hukum dinyatakan bersalah dan memberlakukan cuti kuliah selama proses hukum berjalan.
Redaksi dalam poin ketiga ini mengundang berbagai macam kritik di kalangan mahasiswa.
Formateur Kohati Serang Raya, Tia Meilita, mengungkap bahwa pihaknya menekan agar pihak rektorat memberikan sanksi tegas pada pelaku, tanpa harus menunggu proses hukum.
“Apa yang terjadi jika menunggu hukum inkrah? Potensi berdamai besar, sedangkan kasus ini kan kasus yang sangat disorot, terlebih pelaku merupakan Presma yang bisa dibilang wajah Untirta,” ujarnya.
Tia juga mengatakan, korban berpotensi akan mendapat banyak tekanan, apabila harus melapor sendiri, sebagaimana hukum yang berlaku.
“Karena jika berbicara inkrah, maka harus menempuh jalur hukum. Kasus demikian merupakan delik aduan, artinya harus korban yang melapor. Posisi seperti ini sangat berat untuk korban, karena akan ada tekanan dari berbagai pihak agar tidak melapor,” tuturnya.
Tia juga menegaskan bahwa perempuan harus mendapat rasa aman dalam ruang publik, terutama aman dari kasus-kasus pelecehan.
“Melihat pemberitaan yang sudah beredar, miris sekali rasanya ketika perempuan kembali menjadi objek pelecehan seksual. Seharusnya perempuan juga bisa mendapatkan rasa aman di ruang publik. Terbebas dari rasa takut akan pelecehan dan kekerasan seksual,” ujarnya.
Tia juga mengatakan, bahwa kasus pelecehan dan kekerasan seksual ini tidak boleh dibiarkan, karena jika dibiarkan akan terus terulang di masa yang akan datang.
“Pelaku pelecehan dan kekerasan seksual seperti ini harus ditindak tegas, karena perilaku seperti ini sangat tidak bermoral sekali. Kami berharap pelaku dihukum seberat-beratnya karena melihat korban sampai trauma atas kejadian ini,” tandasnya.
(RED)