Oleh : Ade Febrian. Mahasiswa Bimbingan
Konseling Islam (BKI) IAIN Palopo
Broken home. Yah… Sebuah predikat yang konotasinya negatif dan tentunya bukan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap anak di dalam suatu keluarga.
Namun, tanpa disadari prilaku ini bisa saja timbul manakala secara tak sengaja, melihat ayah dan ibu bertengkar di depan matanya setiap malam, melihat mereka saling berjalan berjauhan, sehingga muncul prasaan bahwa keluarganya sudah tidak mesra lagi seperti dulu.
Tentu hal demikian bukanlah yang diinginkan setiap anak, terlebih lagi sampai mendengar kata-kata cerai atau pisah sebagai pangkal dari tindak yang kurang harmonis tersebut. Sebab hal demikian mampu menghantar seorang anak ke gerbang “Broken Home”
Perceraian, bagi kedua pasangan yang telah menikah tentu bukan hal yang menjadi keinginan, namun konflik yang tak berkesudahan, terkadang menjadi dalih untuk melahirkan sebuah solusi yang mereka pikir akan mengakhiri permasalahan mereka dan tanpa disadari menjadikan anak-anak sebagai ‘korban’ akibat tindakan tersebut.
Hal yang perlu di ingat dari sebuah
perceraian adalah dampak yang ditimbulkan bukan hanya berpengaruh dari kedua pasangan tersebut melainkan anak juga mendapat imbasnya. Perlu diingat bahwa apabila tidak dilakukan pencegahan secara dini, maka akan mengakibatkan kesalahan fatal. Maka dari itu perlu disimak beberapa hal di bawah ini :
1. Berasal dari keluarga tak utuh bukan berarti menjadikan hidup tak juga utuh. Ingat, mereka tetap orangtua kalian selamanya.
“Bagi di luar sana yang meraskan hal ini,”