Kabar Himpunan

Refleksi Sumpah Pemuda, Reaktualisasi Konsep Gerakan Di Era Milenial

Published

on

Oleh : Ridwan Syah.
(Aktivis, Cabang Jakarta)

Dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang Ke-91, tepatnya pada 28 Oktober 2019 yang akan datang (28 Oktober 1928 – 28 Oktober 2019). Ada beberapa catatan penting yang menurut hemat kami, layak dijadikan bahan renungan pemuda hari ini.

Dalam berbagai diskursus kepemudaan, kita sepakat bahwa pemuda merupakan generasi “emas” yang akan mewarisi dan melanjutkan estafeta di berbagai lini kehidupan berbangsa, hari ini dan yang akan datang.

Pertama, dinamika perjuangan pemuda pada generasi awal (era 1900-1945). Tidak terlepas dari situasi kehidupan masyarakat nusantara yang masih terbelenggu masa-masa penjajahan yang sangat pahit.

Sehingga melahirkan kepekaan yang tinggi di hati sanubari para pemuda, khususnya para pemuda yang sedang dan pernah menimbah ilmu hingga jenjang perguruan tinggi. Guna merubah nasib bangsanya ke arah yang lebih bermartabat dan lebih baik.

Tanpa menafikan peran para pemuda yang lahir dari proses pendidikan non formal seperti generasi yang lahir dari pondok-pondok pesantren yang kualitasnya tidak diragukan lagi.

Untuk memperjuangkan kehidupan rakyat yang lebih baik, sudah pasti lewat suatu proses perjuangan mewujudkan kemerdekaan. Baik itu secara fisik maupun diplomasi, sehingga rakyat Indonesia bisa menata dan menentukan arah kehidupannya sendiri. Kita lihat dalam lintasan sejarah Indonesia, dimana perjuangan kemerdekaan, tidak terlepas dari andil para pemuda.

Generasi awal, sadar betul bahwa persatuan dan kesatuan merupakan modal utama dalam memperjuangkan nasib bangsa Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui pada Pemuda tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta) lahirlah suatu konsep yang sering kita sebut hari ini “Sumpah Pemuda”.

Dalam bentuk ikrar yang penuh dengan nilai-nilai “magis”, sehingga melahirkan etos kerbersamaan dan persatuan yang tinggi diantara sesama anak bangsa.

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Dari ketiga rangkaian ikrar di atas, yang dikemudian hari akan menjadi modal besar dalam mempersatukan seluruh element kepemudaan dan bangsa Indonesia menuju pintu gerbang kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Baca Juga:  Sukses Gelar Webnas, KOHATI Serang Raya Siap Kembali Berjaya

Kedua, setelah 91 tahun berlalu Sumpah Pemuda di ikrarkan. Pemuda hari ini masih di hadapkan dengan kondisi kehidupan bangsa yang lemah, terutama dalam meningkatkan perekonomian dan pendidikan.

Belum lagi persoalan yang muncul sekarang adalah sebagian anak bangsa yang kesulitan dalam mengakses pekerjaan yang layak. Dan akses untuk meningkatkan kualitas diri lewat jalur pendidikan hingga perguruan tinggi yang terbilang sulit terjangkau.

Momentum peringatan Sumpah Pemuda tahun ini, akan lebih bermakna bilamana para pemuda mampu merumuskan nilai-nilai yang berorientasi dalam satu visi besar guna terwujudnya kehidupan berbangsa yang lebih baik.

Terlepas dari kepentingan-kepentingan kelompok dan golongan. Inilah sikap yang di contohkan para pemuda generasi awal yang mampu bergandengan tangan demi terwujudnya Indonesia yang merdeka.

Ketiga, setelah runtuhnya rezim Orde Baru (ORBA) di bawah kendali Jendral Soeharto, hingga memasuki era Reformasi. Jujur kita akui bahwa gerakan kepemudaan mengalami kejenuhan dan nyaris mengalami kehilangan arah perjuangan yang pasti. Bahkan lebih condong ke arah pragmatis, sehingga salahsatu perannya sebagai kontrol sosial melemah.

Problem lain muncul, dimana letupan industri teknologi informasi yang luar biasa masifnya dan tidak mungkin dihindari. Kalaupun dikatakan “berkah” atas lahirnya reformasi, ini layaknya seperti pisau yang bilahnya tajam dua sisi.

Baca Juga:  Pencarian Identitas Diri sebagai Tugas Perkembangan Psikososial Remaja dan Pentingnya Remaja dalam Menanamkan Nilai Keislaman

Keempat, Wajah demokrasi Indonesia yang kelihatan bagus di permukaan, nyatanya masih rapuh di dalam. Begitu juga sikap hidup generasi mudah berubah drastis, seiring dengan kemajuan teknogi informasi.

Kebebasan berekspresi dan berpendapat di dunia maya memberikan nilai positif dan negatif terhadap alam demokrasi di Indonesia.

Artinya, tantangan pemuda hari ini tidaklah semudah yang di bayangkan. Maka untuk itu, di butuhkan suatu konsep doktrin gerakan kepemudaan yang utuh atas tantangan yang di hadapi oleh bangsa Indonesia hari ini dan yang akan datang.

Doktrin gerakan di sini, tentu saja dalam kerangka NKRI. Paling tidak di awali dari menanamkan nilai-nilai dasar yang utuh, antara nilai-nilai Ke Tuhanan, Kemanusiaan, Kesemestaan dan Orientasi hidup masa depan serta Ke Indonesiaan.

Sistem nilai ini nantinya yang berpengaruh terhadap sistem berfikir hingga menjadi suatu sikap individu maupun kelompok serta acuan atau kerangka dalam merespon problem dirinya sendiri hingga wacana-wacana kebangsaan.

Keempat, dalam mewujudkan hal tersebut di atas, maka fungsi dan peran Organisasi Kepemudaan (OKP) sangat diperlukan. Terutama dalam membangun dan mewujudkan individu-individu yang memiliki kualitas intelektual dan spritualitas yang tinggi.

Sehingga lahirlah sikap independensi yang tinggi, dan kepekaan atas realitas yang dihadapi. Tugas besar ini tidak mungkin hanya di ambil alih oleh lembaga-lembaga pendidikan formal yang tidak terlepas dari kepentingan siapa yang berkuasa.

Reposisi dan reaktualisasi konsep gerakan kepemudaan. Dua hal inilah, hemat kami yang menjadi kata kunci dalam keberhasilan dari fungsi dan peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan.

Disamping itu, Pemuda hari ini dituntut mampu mengidentifikasi dirinya, sehingga mampu aktif dalam mengambil peran-peran penting sebagai lokomotif perubahan atas problematika kebangsaan.
(Wallahu a’lam)

Lagi Trending