SERANG, suarahimpunan.com – Baru-baru ini nama Risman Solissa menjadi perbincangan hangat di kalangan para aktivis. Mahasiswa Universitas Pattimura yang juga merupakan kader
HMI ini, terjerat kasus ujaran kebencian dan ditangkap, pasca mengunggah poster terkait aksi unjuk rasa pencopotan Presiden Joko Widodo, Gubernur Maluku, dan Wali Kota
Ambon.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, dijelaskan bahwa peristiwa itu terjadi di kawasan bundaran Patung Leimena, Desa Poka, Kecamatan Baguala,
Ambon, Maluku sekitar pukul 19.20 WIT. Dalam video berdurasi 00.22 detik itu nampak terlihat tiga orang anggota buser menghampiri Risman Solissa. Risman langsung dimasukkan ke mobil, para polisi langsung tancap gas. Sepasang sendal korban sempat tertinggal di lokasi.
Dikutip dari kompas.com Kapolresta Pulau
Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Kombes Pol Leo Surya Nugraha Simatupang, menyatakan bahwa Risman telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Nanti kalau soal teknisnya silahkan ke Kasat Reskrim saja,” tambahnya.
Ketua Umum
HMI MPO Komisariat
Untirta Pakupatan, Irkham Magfuri Jamas, mengecam tindakan ini, menurutnya tindakan penangkapan itu bukanlah sebuah solusi. Seharusnya, masalah ini bisa diselesaikan dengan cara berdialog dan bertukar gagasan.
“Saya sebagai kader
HMI mengecam keras tindakan seperti itu. Dialog harus diselesaikan dengan dialog, pemikiran harus diselesaikan dengan gagasan, bukan main memenjarakan,” tuturnya (27/07).
Ia juga mengungkap bahwa seruan itu merupakan bentuk kekecewaan rakyat, terhadap kinerja pemerintahan yang seharusnya dijawab dengan karya, bukan bentuk tangan besi.
“Munculnya seruan pencopotan adalah ekspresi ketidakpuasan rakyat. Dan didukung dengan tindakan tangan besi pemerintahan, sebagaimana
penangkapan aktivis sebagai mitra kritis,” tandasnya.