Serang, suarahimpunan.com – Sudah lebih dari 1,5 tahun
Covid-19 betandang ke Indonesia. Berbagai upaya penanganan sudah dilakukan, mulai dari
lockdown hingga sekarang tercetus istilah
PPKM Darurat.
Tidak jauh berbeda dari istilah-istilah sebelumnya,
PPKM Darurat mengharuskan masyarakat untuk membatasi kegiatannya di lingkup sosial. Namun, ada perbedaan yang cukup menjadi sorotan dalam
PPKM Darurat ini, sebagaimana yang diungkap oleh Taufiq Solehudin, Kabid KAA
HMI MPO Serang.
“Terdapat perbedaan mendasar, yaitu hilangnya pos anggaran bantuan untuk masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut. Memang dalam praktiknya, PPKM maupun dengan tambahan Darurat, tetap mempersilakan beberapa usaha untuk tetap berjalan. Namun realitanya, masyarakat tetap terseok-seok untuk mendapatkan rezeki,” ujarnya pada Senin (19/7).
Perbedaan mendasar ini tentunya menjadi
problem baru lagi dalam masyarakat. Kebijakan PPKM Darurat yang diharapkan mampu memutus mata rantai penyebaran virus ini, nyatanya malah menimbulkan masalah baru lagi, terutama dalam masalah perekonomian.
Banyak pemberitaan yang sudah kita dengar dan lihat mengenai pengenaan sanksi Tindak Pidana Ringan (Tipiring) hingga penertiban pedagang dengan cara non-humanis. Tentunya hal ini lambat laun akan membuat masyarakat tidak percaya lagi pada
pemerintah.
Peran
pemerintah dalam hal ini tentu sangat penting, Taufiq mengatakan “Seyogyanya,
pemerintah baik pusat maupun daerah mampu menangkap pesan yang disampaikan oleh masyarakat seperti ‘Covid yang hilang atau kita yang mati kelaparan’. Dua minggu berdiam diri di rumah dan tanpa makan merupakan tindakan bunuh diri. Tetap beraktivitas di luar pun beresiko terpapar
Covid-19 dan direpresi aparat,” tandasnya pada Kru LAPMI Serang Raya.