Kabar Nasional

Tindakan Intimidasi Aparat Kepolisian Terhadap Wartawan Telah Merenggut Kemerdekaan Pers

Published

on

Oleh : Muhamad Jejen, Sekretaris Jendral Kota Serang

Dalam negara demokrasi media merupakan instrumen penting yang memberikan keterbukaan informasi kepada publik, media bagaikan pembuluh darah dalam sirkulasi komunikasi semesta, dalam hal ini seluruh hal ikhwal terhadap negara bisa disuguhkan oleh media, dengan demikian tidak heran bahwa pilar-pilar demokrasi salah satunya lahir dari perwujudan media. Kebebasan demokrasi tentu memerlukan kebebasan Pers yang kemudian dapat menjadi pijakan dalam negara kita.

Transisi pergeseran dari masa orde baru hingga reformasi salah satunya yang kemudian dapat memberikan ekses dan membuka keran kebebasan terhadap masyarakat, angin segar kebebasan ini tentu melahirkan pula keberadaan dan kemerdekaan media, UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan dasar dan payung hukum yang mengakui eksistensi media.

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 menegaskan “bahwa lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi, mencari, memperoleh, memiliki, menyipan, mengolah, dan menyampaikan informasibaik dalam bentuk tulisan suara gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak , media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers merupakan hak asasi manusia yang dilindungi pancasila atau Undang-Undang Dasar 1945. Dalam melaksankan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya pers menghormati hak asasi setiap orang, Pers diperuntukan untuk bagaimana bisa mengungkap kondisi objektif dan kebenaran yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat, nilai-nilai kebenaran terhadap sesuatu yang diungkap harus menjadi benteng kejujuran sehingga hakikat dan marwah pers betul-betul sebagai pilar demokrasi yang sejati. Demikian pula wartawa yang menjalankan hal tersebut sebagai orang yang kemudian secara teratur melaksanakan jurnalistik.

Namun sisi lain yang harus dihadapi oleh seorang jurnalis ketika mengungkap kondisi objektif dilapangan harus dibenturkan dengan hal-hal yang dapat merugikan jurnalis, seperti tindakan persekusi dan intimidasi daripada oknum yang tidak bertanggungjawab, perbuatan yang dapat merugikan jurnalis merupakan suatu kejahatan yang harus ditumpas dan didudukan dalam hukum.

Baru-baru ini terjadi lagi Kekerasan terhadap wartawan dalam peliputan Demontrasi di depan Kantor Bawaslu RI, massa aksi yang menolak hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019 mengalami bentrokan dengan pihak kepolisian. Namun hal lain bahwa antara massa unjuk rasa dan aparat kepolisian meraka sama-sama memperlakukan wartawan tidak sewajarnya

Baca Juga:  Islam dan Problematika Kesehatan Manusia

Seperti yang dilansir dari CNNIndonesia.com-Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta mencatat setidakya terdapat tujuh jurnalis yang mengalami kekerasan, intimidasi dan peresekusi sejak tanggal 21-22 Mei ketika saat terjadi kerusuhan antara aparat negara dengan massa unjuk rasa. Mereka adalah Budi Tanjung (Jurnalis CNNIndonesia TV), Ryan (Jurnalis MNC Media), Ryan Hadi (CNNIndonesia.com), Fajar (Jurnalis Radio Sindo Trijaya), Fadli Mubarok (Jurnalis Alinea.id), dan dua jurnalis RTV yaitu Intan Bedisa dan Rahajeng Mutiara.

Dari sederet Jurnalis yang mengalami tindakan kekerasan salah satunya Ryan Jurnalis CNNIndonesia yang mendapat Intimidasi dari aparat kepolisian saat meliput kerusuhuan di Jalan Jatibaru, Ryan diduga dipukul oleh aparat keamanan saat merekam video aparat yang menangkap provokator massa. Sebelumnya Ryan merekam kejadian kerusuhan dengan ponsel, namun belum sampai semenit polisi tiba-tiba merebut ponselnya.

Menurut Ryan, pemukulan terjadi dibagian Wajah, Leher, Lengan kanan bagian atas, dan bahu oleh beberapa aparat Brimob dan orang berseragam bebas. Padahal saat peliputan terjadi ryan sudah mengaku sebagai jurnalis dan menunjukan kartu pers yang menggantung dilehernya, bahkan polisi memegang dan melhat kartu Pers tersebut, namun Ryan justru ditampar.

Dari kejadian tersebut sangat miris media sebagai sentral informasi justru dibredel dan dipukul habis demi kepentingan dalam menutup-nutupi sebuah lingkaran kejahataan, tindakan tersebut melanggar hukum dan kemerdekaan Pers.

Kemerdekaan pers telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang tertuang dalam pasal 4 ayat (1) menyebutkan, bahwa kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

Pasal 4 ayat (2) menegaskan, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan atau pelarangan penyiaran.

Pasal 4 ayat (3) menjelaskan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Oleh karena itu dalam hal tindakan kekerasan yang dilakukan oleh paratur kepolisian telah melanggar , upaya persekusi dan intimidasi terhadap wartwan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum seperti ditegaskan dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 18 berbunyi, “Setiap orang yang secara hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana pejara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”

Dengan lahirnya tentu untuk melindungi jurnalis daripada kesewangan-wenangan yang dapat menimbulkan kerugian dan tindakan kekerasan, Hal-hal lain yang menyakut terhadap kemerdekan Pers harus diyakini sebagai wujud Hak asasi di negara kita, tindak kekerasa terhadap wartawan sudah sewajarnya dihilangkan, disisi lain tentu kekerasan tersebut yang dialami wartawan justru menggores seluruh jurnalis yang ada di Indonesia, persatuan dan kesatuan jurnalis harus menjadi roh dalam iklim demokrasi, jangan sampai kemudian jurnalis masuk dalam limbah politik dan terjebak dalam arus politik tersebut. Jurnalis harus menjaga independensinya.

Baca Juga:  Teruntuk Mereka yang Menganggap Pendidikan Hanya Ada di Sekolah

Kasus-kasus kekerasan terhadap seorang jurnalis terkadag luput dari diskursus anak bangsa, kita meyakini dalam setiap daerah kekerasan masih seringkali terjadi, bahkan di banten sendiri persekusi dan intimidasi sering di alami oleh jurnalis, terutama dalam peliputan aksi demontrasi di DPRD Banten sendiri tindakan pemukulan aparat kepolisian terhadap wartawan serigkali luput sehingga tidak diusut dan didudukan dalam perkara hukum, padahal dalam pada peliputan wartawan seringkali diperlakukan yang tidak wajar, seperti halnya tindakan pemukulan dan kekerasan lainnya oleh aparat kepolisian, juka mengacu pada perlindugan hukum wartawan dilindungi dan dinaungi oleh , maka kiranya persautan wartawan harus dibangun kembali demi merajut kebenaran dalam membuka keran keadilan, tapi disisi lain aparat kepolisian yang ingkrah dari tugas dan fungsinya sebagai bukti bahwa apartus negara tersebut tidak sehat.

Dalam membangun arah dan programatik yang jelas sebagai sumber keterbukaan informasi tentu peranan media sangat sentral. Seperti yang dimuat dalam pasal 6 bahwa pers mempunyai 5 (lima) peranan diantaranya. Pertama, Memenuhi hak-hak masyarakat untuk mengetahui. Kedua, menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan. Ketiga, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Keempat, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Kelima, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Seluruh elment baik negara maupun rakyat harus mengamini bahwa media merupakan instrumen penting dalam demokarsi, kita harus menghoramti dan menghargai terhadap bentuk kemerdekaan Pers, oleh karena itu segala persoalan peliputan yang dilakukan oleh wartawan harus mendapat dukungan dan perlindungan.

Kita tahu bersama bahwa kemerdekaan pers salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam iklim negara demokrasi.

Lagi Trending