SERANG, suarahimpunan.com – Sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Aje Kendor melakukan aksi refleksi #3TahunAjeKendor. Aksi refleksi ini dilakukan pada Senin (6/12) di Pusat Pemerintahan Kota (Puspemkot) Serang.
Dalam pantauan kru LAPMI Serang Raya, organisasi yang hadir dalam aksi ini adalah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Serang dan Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang.
Adapun tuntutan yang dibawakan dalam aksi refleksi ini adalah sebagai berikut: 1) Publikasi RPJMD Kota Serang; 2) Penuhi janji politik; 3) Naikkan guru non-PNS Kota Serang; 4) Sahkan Peraturan Wali Kota tentang Disabilitas; 5) Tegas untuk menutup Tempat Hiburan Malam (THM) di Kota Serang; dan 6) Membuat program pemberdayaan pemuda kota serang dengan mengacu pada SDGS.
Ketua Umum GMNI Kota Serang, Wahyu M. Jamil, mengatakan bahwa keterbukaan informasi dalam tiga tahun kepengurusan Aje Kendor masih dinilai rendah.
“Kami juga sempat terkejut ternyata belum ada keterbukaan publik, Kota Serang ini masih tertutup secara legalitas untuk menjadi ibu kota Provinsi Banten,” ujarnya.
Wahyu juga mengatakan bahwa Pemkot Serang harusnya mampu untuk mengelola potensi pariwisata yang ada di Kota Serang, terutama di daerah Kesultanan Banten.
“Kami menyoroti pariwisata yang ada di Kesultanan Banten seharusnya Pemkot mampu mengelola itu sendiri,” tuturnya.
Wahyu juga menilai bahwa kegiatan-kegiatan yang dijanjikan oleh Pemkot hanya sebatas wacana tanpa implementasi.
“Menurut kami itu hanya unjuk gigi saja, bahwasanya mereka membuat kegiatan tapi tidak dengan bukti nyata,” terangnya.
Formatur Ketua HMI MPO Cabang Serang, Irkham Magfuri Jamas, mengatakan bahwa pihaknya tetap mendorong agar honor yang diberikan kepada guru non-PNS, bisa lebih layak dibandingkan saat ini. Sebab salah satu permasalahan SDM di Kota Serang, dikarenakan belum sejahteranya guru non-PNS.
“Kami tidak akan bosan untuk mendorong agar honor bagi guru non-PNS dapat ditingkatkan. Bagaimana pendidikan dan kualitas SDM bisa maju, kalau pendidiknya saja kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup layak,” tegasnya.
Merespon hal tersebut Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, Nanang Saefudin, mengaku bahwa Pemkot Serang tidak anti-kritik, dan akan menerima tuntutan yang diberikan oleh massa aksi.
“Intinya kami, baik Pak Wali Kota dan Pak Wakil tidak alergi pada kritikan, karena itu bagian dari kontrol sosial, komponen dari masyarakat Kota Serang,” tuturnya.
Nanang pun menilai bahwa tuntutan yang dibawakan oleh massa aksi ini sangat realistis dan perlu segera dibenahi.
“Karena tuntutannya saya pikir itu realistis. Seperti penertiban tempat hiburan, pariwisata, honor guru (non ASN), hingga pedagang kaki lima (PKL), infrastruktur, dan persoalan sampah,” ujarnya.
Terkait penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang, Nanang menjelaskan bahwa Pemkot Serang tidak bisa melakukan penertiban tanpa dasar.
“Di sini bukan masalah berani atau tidak berani, tapi ini soal aturan. Kalau mereka (THM) melanggar Perda, akan kami lihat dulu, kan penegak Perda ini adalah Satpol PP. Apakah (pelanggaran) ringan, berat, atau sedang, intinya akan ada efek jera,” tuturnya.
Nanang juga menyebut bahwa untuk pembongkaran THM memang belum ada, tetapi Pemkot Serang sering memberi peringatan dalam bentuk teguran.
“Kan sudah ada yang ditutup, makanya kami terus-terusan saja sampai bosan. Kalau sampai sejauh itu (pembongkaran) memang belum ada,” terangnya.
(SPT)