Serang, suarahimpunan.com – Belasan awak media yang mengatasnamakan Jurnalis Muda Serang Raya (Jumsera) menggelar aksi unjuk rasa di Simpang empat Alun-alun Kota Serang, Senin (27/5). Aksi ini digelar guna mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengusut tuntas tindak kekerasan terhadap jurnalis oleh oknum aparat kepolisian dan masa aksi saat melakukan peliputan pada 22 Mei lalu.
Koordinator Aksi, Juanda, mengatakan bahwa para jurnalis yang melakukan peliputan pada aksi 22 Mei lalu merupakan pihak yang berjuang untuk menyajikan fakta di lapangan. Sehingga, tidak ada hoaks yang tersebar dalam pemberitaan aksi tersebut.
“Di tengah maraknya kabar hoaks terkait aksi 22 Mei, mereka terus berupaya untuk menyampaikan fakta dan menyajikan berita yang akurat. Namun yang mereka dapat adalah intimidasi dan presekusi, baik dari masa aksi maupun dari oknum aparat,” kata Juanda.
Menurutnya, tindakan kekerasan yang menimpa para jurnalis di Jakarta tersebut merupakan tindakan yang sangat buruk. Hal tersebut, kata Juanda, merupakan tindakan yang harus dilawan oleh seluruh pihak demi terwujudnya kemerdekaan pers yang sejati.
“Mereka dipukul, handphone-nya dirampas, rekaman videonya dihapus, bahkan kendaraan mereka ada yang dibakar. Ini adalah upaya penghalangan terhadap kerja jurnalis yang harus dilawan,” tegasnya.
Untuk itu, Juanda mengatakan bahwa pihaknya meminta kepada Kapolri agar kasus ini segera diusut tuntas. Karena perbuatan itu, kata Juanda, baik yang dilakukan aparat kepolisian maupun masa aksi, sudah termasuk pada pelanggaran pidana.
“Ini merupakan pelanggaran pidana. Baik dilakukan oleh aparat kepolisian maupun masa aksi, harus diusut tuntas. Karena ini merupakan pelanggaran terhadap UU Pers,” terangnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, lanjutnya, setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.
“Kerjaan kami bukanlah kerjaan main-main. Kami dilindungi hukum. Ancaman pidana bagi yang melanggarnya sudah jelas, dua tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta,” ungkapnya.
Ia pun kembali menegaskan bahwa perlu adanya tindakan tegas dari aparat hukum kepada mereka yang melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis. Sehingga kedepannya, terbentuk sikap menghormati dan mendukung pers dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya.
“Usut tuntas kekerasan terhadap jurnalis agar menjadi sebuah efek jera, sehingga ke depan, baik masyarakat maupun aparat kepolisian dapat menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers dan tidak ada lagi pihak yang menghalangi kerja jurnalis di lapangan,” tandasnya. (Dzh)