“Kita akan menyongsong pelaksaan pesta demokrasi di tahun 2024, dan kampus merupakan bagian dari komunitas masyarakat yang memiliki peranan penting dan strategis untuk melakukan satu gerakan partisipatif dalam mewujudkan pelaksanaan
pemilu 2024 yang jujur, adi, dan transparan,” tuturnya.
Fatullah juga menjelaskan bahwa
Pemilu dimaknai ke dalam tiga hal, yakni: 1)
Pemilu adalah instrumen pergantian pimpinan politik secara reguler dan damai. 2)
Pemilu merupakan instrumen partisipasi rakyat dalam politik dan pemerintahan. 3) pemilu juga merupakan partisipasi rakyat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dari pusat hingga daerah.
“Tentu hal ini yang menyebabkan kita selaku civitas akademik bersama penyelenggara pemilu memiliki peran penting untuk mewujudkan pemilu damai, tertib, jujur, adil, tanpa ada hal-hal yang mengakibatkan delegitimasi terhadap pemimpin politik yang dipilih oleh rakyat,” ujarnya.
Kordiv Penanganan Pelanggaran
Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo menegaskan bahwa pengawasan oleh rakyat adalah yang pertama dan utama.
“Kalau pun konstitusi ada lembaga formal seperti
Bawaslu untuk menjadi yang mengawasi Pemilu, tidak melepas tanggung jawab utama dan pertama dari masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu, karena Pemilu tidak lain adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara periodik lima tahun sekali. Yang dimaksudkan sebagai kesempatan bagi rakyat sebagai pemegang kedaulatan untuk melakukan sebuah proses evaluasi kepemimpinan yang ada dinegara yang kita cintai ini,” ujarnya.
Ratna juga mengatakan bahwa Pemilu dan pemilihan tidak bisa kita biarkan berjalan tanpa pengawasan, bisa terjadi penyimpangan, pelanggaran bahkan Pemilu akan berlangsung curang.