SERANG, SuaraHimpunan.ga – Hal tersebut dikemukakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat memaparkan hasil riset yang dilakukan berkaitan dengan intoleransi dan radikalisme di Indonesia. Penelitian tersebut menghasilkan sebanyak 78,9 persen responden menolak pembubaran kegiatan agama lain.
Namun dalam hasil penelitiannya juga mengindikasikan terdapat politik identitas yang menonjol di beberapa daerah, khususnya Banten.
“Politik identitas yang terjadi di Banten merupakan residu dari pemekaran Provinsi Banten,” ujar peneliti LIPI, Saiful Hakam saat mempresentasikan hasil penelitian di salah satu hotel Kota Serang, Jumat 23 November 2018.
Saiful menjelaskan, elite Banten saat ini sedang berusaha membangun kembali identitas Banten sebagai wilayah Muslim. Hal tersebut menurutnya, menjadi salah satu faktor intoleransi di wilayah Banten.
Bentuk nyata intoleransi menurutnya, dibuktikan dengan maraknya tindak penolakan terhadap pendirian rumah ibadah khususnya gereja, renovasi gereja, dan ibadah bersama di perumahan-perumahan.
“Menguatnya sentimen konservatisme agama di masyarakat bukan hanya ekspresi kultural/ideologi namun lebih jauh lagi rentan dimanfaatkan oleh aktor-aktor tertentu (political entrepreneur) untuk mendapatkan sumber daya ekonomi maupun politik,” ujarnya.
Hasil lain dari penelitian tersebut, mendapatkan hasil sebanyak 62.6 persen responden menolak anggapan bahwa agama lain sesat. Sedangkan jawaban variatif diberikan oleh responden berkaitan dengan pertanyaan berkaitan dengan memilih pemimpin yang tidak se-etnis dan se-agama dengan responden.
Selanjutnya, hasil penelitian juga menjabarkan bahwa sebanyak 50.1 persen responden menolak pemberlakuan perda syariah.
Puslib Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Wijayanti M. Santi mengatakan tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi fenomena intoleransi dan radikalisme berbasis agama dan etnis yang terjadi di dunia nyata dan dunia maya.
“Kemudian penelitian ini juga bertujuan untuk menyusun model narasi positif mengenai kebangsaan dan ke-Indonesiaan yang bersifat komprehensif serta menyusun rekomendasi kebijakan membangun narasi positif mengenai kebangsaan dan ke-Indonesiaan,” ujarnya.
Di sisi lain, KH Nurul selaku pembicara lainnya mengapresiasi hasil penelitian LIPI. Menurutnya, saat ini perlu diencarkan kembali, agar masyarakat menjadi paham akan pentingnya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
|
Peserta saat memperhatikan pemaparan. |
Namun ia menyanggah beberapa hasil penelitian LIPI, bahwa di daerah beberapa daerah seperti Lebak, terbuka dengan adanya pembangunan mesjid, kecuali pembangunan tersebut bermasalah dalam hal regulasi.
“Untuk data-data yang ada walaupun terlihat masih positif, namun angka yang masih sepakat dengan beberapa tindakan intoleran ini harus menjadi perhatian. Karena jika dijadikan angka jumlah penduduk Indonesia, mencapai jutaan,” ujarnya. (Dzh)