Kabar

Polemik Impor Sampah, Pemprov Banten Diminta Atur Strategi

Published

on

SERANG, suarahimpunan.com – Perjanjian kerjasama antara Pemkot (Tangsel) dengan Pemkot Serang saat ini masih menjadi polemik di kalangan masyarakat dan para penggiat lingkungan hidup.

Dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama oleh Wali , H. Syafrudin, maka akan menerima sampah dari Kota sebanyak 400 ton perhari, dengan nilai retribusi sebesar Rp175 ribu perton.

Walinegara, kader Komisariat Persiapan Unbaja yang juga merupakan aktivis lingkungan pun menyoroti hal ini.

“Berdasarkan data dari DLH , timbulan sampah yang tertampung di TPAS Cilowong berasal dari sampah dan Kota Serang dengan total sampah yang masuk sebesar 778 ton perhari. Dengan ditambahnya sampah dari Kota Tangsel sebanyak 400 ton perhari artinya akan ada sekitar 1.188 ton sampah perhari yang masuk ke TPAS Cilowong atau 35.640 ton perbulan,” ujarnya.

Menurutnya, jumlah timbulan sampah yang masuk ke TPAS Cilowong hanya sebesar 45% dari total timbulan sampah yang dihasilkan oleh Kota Serang, dengan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan sebesar 1.730 ton perhari. Ia menilai kebijakan kerjasama ini masih belum tepat dilakukan mengingat masih kurangnya sistem pengelolaan sampah yang ada di TPAS Cilowong.

“Pengolahan sampah di TPAS Cilowong masih belum sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 yang menjelaskan pengelolaan sampah di TPAS harus menerapkan sistem pengelolaan zero wastle serta mengedepankan kesehatan masyarakat,” tuturnya.

Baca Juga:  Sudah Penuhi Kaidah, Mahasiswa PBI : Pengkritik Soal Ujian Berfikiran Kolot

Ia menjelaskan bahwa saat ini di TPAS Cilowong pengelolaan sampah masih menerapkan control landfill, yaitu dengan cara membuat tumpukan sampah, hal ini tentunya akan berdampak luas.

“Masih kurangnya teknologi pengolahan sampah akan berdampak terhadap jumlah timbulan sampah yang ada di TPAS Cilowong. Berdasarkan beberapa penelitian timbulan sampah ini akan penuh pada tahun 2030, dengan adanya kerjasama ini bisa jadi dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun TPAS Cilowong akan penuh,” terangnya.

Di samping meningkatnya tumpukan sampah karena adanya kerjasama ini, dampak lainnya yang cukup rentan adalah kesehatan masyarakat.

“Selain jumlah timbulan sampah yang akan meningkat, dengan adanya kerjasama ini akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat di sekitar, terutama efek dari air lindi yang dihasilkan dari sistem control landfill yang diterapkan oleh pihak TPAS Cilowong, ini akan berdampak terhadap sumber air di sekitarnya,” katanya.

Berdasarkan data DLH Kota Serang tahun 2019, selain dengan Kota Tangsel, Kota Serang saat ini melakukan kerja sama pengelolaan sampah dengan yang pengelolaannya juga dilimpahkan ke TPAS Cilowong.

Baca Juga:  Eko Kuntadhi, Tuduh Sana Tuduh Sini, Hina Sana Hina Sini, Cari Cuan Kah???

“Melihat fenomena ini, Kota Serang terlihat sebagai tumpuan sampah bagi beberapa kota di Provinsi Banten,” ujarnya.

Ia menilai bahwa wacana Provinsi Banten bebas sampah hanya sekedar ilusi belaka.

“Dari hal ini, wacana 2020 Provinsi Banten bebas sampah hanya sekedar wacana, fakta di lapangan masih banyak kabupaten dan kota di Provinsi Banten masih belum mempunyai TPAS sendiri. Wacana TPAS Regional yang dicanangkan Pemprov Banten hanya sekedar angan-angan, dan sampai sekarang belum terealisasi dengan baik,” tuturnya.

Walinegara menyebut bahwa saat ini pemerintah Provinsi Banten belum mempunyai strategi dalam pengelolaan sampah. Berdasarkan Undang-Undang No. 18 tahun 2008 pasal 7 menyebutkan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk membuat dan mengambil keputusan terkait strategi dalam pengelolaan sampah di wilayahnya.

“Peran Pemprov Banten dan pemerintah pusat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan sampah di Banten, mengingat masih banyak pemerintah daerah di Banten yang belum mempunyai sistem pengelolaan sampah yang strategis dan tepat dalam upaya pengurangan sampah yang semakin hari semakin menumpuk dan semerawut,” tandasnya.
(RED)

Lagi Trending