Suarahimpunan.com – Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI) melayangkan surat kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia perihal kajian kritis atas kebijakan baru yang diterbitkan oleh LKPP, Kamis (12/5).
Dalam surat yang dikirimkan melalui pos juga surat elektronik, dicantumkan pula lampiran hasil kajian kritis PUNDI terhadap Keputusan Kepala LKPP No. 122 Tahun 2022.
Direktur Eksekutif PUNDI, Haryono Kapitang, menyatakan bahwa dikirimkannya surat dan hasil kajian tersebut merupakan bentuk pengawalan PUNDI terhadap amanat konstitusi.
“Sebagai warga negara yang baik, kita tentu harus mengawal kebijakan yang berdampak pada masyarakat banyak. Tidak lain, ini adalah amanat konstitusi,” ujarnya.
Menurutnya kebijakan ini sangat berdampak pada pelaku usaha kecil, yakni UMKM dan Koperasi.
“Karena kebijakan ini sebenarnya dibuat untuk mengembangkan kualitas UMKM dan Koperasi, istilahnya biar naik kelas begitu. Nah, kebijakan ini kalau tidak dikawal betul-betul, bisa saja malah menjadi buah simalakama, menawarkan kemudahan namun yang muncul
malah agregator itu tadi yang justru merusak”, tambahnya.
Menurut pakar analisis kebijakan publik, Fuad, hal ini menunjukkan bahwa LKPP kurang memprioritaskan verifikasi terhadap barang/jasa sehingga memudahkan para agregator untuk melancarkan aksinya.
“Saya perlu menggarisbawahi, LKPP sepertinya kekurangan tim verifikator atau katakanlah tim ad hoc yang berfungsi mengawasi pengadaan barang/jasa, termasuk untuk memastikan bahwa produk tersebut memang produk yang layak untuk publikasikan (dalam E-Katalog),”
paparnya.
Masih menurut Fuad, jika LKPP dapat mengawasi pengadaan barang/jasa ini, harapannya produk kanibal (seperti CKD dan CBU) tidak bisa lolos dalam E-Katalog.