Belum lama ini, oknum DPR Kabupaten Bima dari Fraksi PDIP secara tersirat menunjukkan sikap feodalisme dengan menyikapi aspirasi dan kritikan masyarakat Kabupaten Bima dengan sangat arogansi dan tidak memiliki etika sedikit pun sebagai oknum dewan.
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Himpunan Mahasiswa Islam Badan Koordinasi Bali dan Nusa Tenggara, Salahudin, mengatakan bahwa ini adalah sebuah kecacatan sejarah dalam internal oknum DPRD Kabupaten Bima berinisial ‘F’ yang menyerang secara membabi buta. Kejadian tersebut terjadi ketika salah seorang pemuda asal Desa Risa melakukan kritikan terhadap sikap dan kinerja oknum DPRD tersebut.
“Secara gamblang oknum DPRD tersebut mengeluarkan komentar dengan arogan dan itu sama sekali tidak mencerminkan dirinya sebagai wakil rakyat,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa tidak hanya sebatas itu, oknum DPRD tersebut dengan sengaja melibatkan kroni-kroninya, untuk menyerang psikologi salah seorang masyarakat yang melakukan kritikan tersebut dengan berbagai macam bahasa yang tidak pantas bahkan ungkapan ancaman pun dilontarkan.
“Hal tersebut ditandai dengan beberapa muatan status kroni-kroninya yang dimuat di media sosial. Sangat tidak etis dan tidak layak untuk dibaca,” ungkapnya.
Ia menegaskan, hal tersebut adalah bentuk kecacatan dalam sejarah demokrasi karena pada hakikatnya DPRD yang sejatinya dari rakyat dan untuk rakyat seharusnya bisa lebih bijaksana dalam menanggapi kritikan masyarakat bukan malah arogansi dan membunuh nalar kritis masyarakat.
“Seharusnya kritikan masyarakat tersebut ditanggapi dengan baik dan bijaksana bukan malah baperan dengan mengeluarkan bahasa yang tidak pantas diucapkan oleh seorang oknum dewan yang sejatinya sebagai representasi masyarakat dan itu sangat saya sesali,” jelasnya.