BOGOR, suarahimpunan.com – Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Bogor menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Kota Bogor dan Istana Bogor, pada Jum’at (2/9).
Aksi yang mengerahkan sekitar 68 massa ini membawa empat tuntutan, di antaranya: 1) Menolak kenaikan BBM bersubsidi; 2) Pemecatan Mentri ESDM, BUMN dan Komisaris Pertamina; 3) Hadirkan moda transportasi umum terpadu di Kota Bogor; 4) Menolak pengesahan pasal-pasal kontroversi dalam RKUHP.
Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Bogor, Asep Maulana, menuturkan bahwa kenaikan BBM ini dapat menjadi efek domino bagi sektor perekonomian lain, dan pengaruh yang dihasilkan dari kenaikan ini dapat berefek pada kenaikan harga pangan.
“Dengan naiknya kebutuhan pangan tanpa di dorong dengan peningkatan pendapatan masyarakat justru akan semakin menghimpit masyarakat kelas bawah. Bantuan sosial yang dijanjikan oleh pemerintah dirasa tak bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan ini kami rasa kenaikan BBM justru hanya semakin menyulitkan masyarakat saja. Cita-cita Indonesia pada HUT ke 77 untuk pulih lebih cepat bangkit lebih kuat, itu akan hanya menjadi wacana saja. Kenaikan BBM ini justru menjadi bagian kontra dari cita-cita tersebut. Justru rakyat akan semakin menjerit dan terhimpit di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi,” ujarnya.
Asep pun menuturkan bahwa berdasarkan hasil penelitian Global Traffic Scorecard 2021, Kota Bogor merupakan kota termacet ke-5 di Indonesia, dan waktu yang terbuang dalam kemacetan selama periode jam sibuk Bogor mencapai 7 jam. Ia pun mengatakan bahwa adanya Biskita Trans Pakuan belum bisa mengatasi persoalan kemacetan di Kota Bogor.
“Namun kehadiran bus ini belum bisa memecah kepadatan transportasi di Kota Bogor, pasalnya masih ada tumpang tindihnya trayek dan rute kendaraan umum serta diperparah dengan tingginya jumlah kendaraan pribadi yang berdampak ke kemacetan yang ada di Kota Bogor. Maka dari itu perlu adanya moda transfortasi yang terpadu agar lebih memudahkan pengguna transportasi umum sampai ke tujuannya,” tuturnya.
Dokumentasi aksi HMI MPO Cabang Bogor, Jum’at (2/9).
Sementara itu Pejabat Ketua Umum HMI MPO Cabang Bogor, Yogi Mulyana, menjelaskan bahwa Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUUKHP) ini dipandang tidak menjadi landasan untuk berkurangnya kasus-kasus pidana di Indonesia, disebabkan banyaknya aturan yang multitafsir.
“Pasalnya peraturan-peraturan yang dibuat pada RKUHP dinilai tidak berdasar dan terkesan mengada-ngada dan masih menganut paham kolonialisme, serta memuat pasal-pasal yang masih dianggap kontroversi dan sempat ditolak pada tahun 2019. Penjelasan yang terdapat di dalam RKUHP dirasa masih bersifat liar dan multitafsir sehingga dapat menjerat siapapun. Sehingga ditakutkan dapat menjadi pasal-pasal yang merugikan masyarakat sipil,” jelasnya.
Yogi juga mengungkap bahwa aksi di Istana Bogor tidak disambut oleh siapapun, sedangkan aksi di DPRD Kota Bogor massa aksi disambangi oleh Wakil Ketua III DPRD Bogor.
“Yang mendatangi pada saat demo di depan DPRD Kota Bogor yaitu Wakil Ketua III DPRD Kota Bogor yaitu Rusliy Prihatevy. Sedangkan pada aksi di depan Istana Bogor tidak ada yang mendatangi sama sekali,” paparnya.
Yogi pun menjelaskan bahwa aspirasi yang dibawa oleh massa aksi akan dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) oleh DPRD Kota Bogor pada Senin mendatang.
“Pihak DPRD Kota Bogor akan melakukan pembahasan melalui rapat Bamus bersama anggota DPRD lainnya pada Senin depan perihal aspirasi ini. Sedangkan untuk ke Istana Bogor akan disampaikan aspirasinya oleh Wakapolresta Bogor kepada pihak Istana,” imbuhnya.
Yogi pun menegaskan bahwa pihaknya akan menggelar aksi serupa pada Senin (5/9) mendatang.
“Berdasarkan evaluasi aksi, HMI-MPO Cabang Bogor akan kembali menggelar aksi dengan isu yang sama pada hari Senin tanggal lima September 2022,” tandasnya. (RED)