Literatur

10 Desember dan Pelanggaran HAM atas Penyandang Disabilitas

Published

on

Oleh : Kanda Diebaj

Setiap tahunnya pada tanggal 10 Desember, masyarakat internasional memperingati Hari Hak Asasi Manusia. Tanggal tersebut merupakan bentuk penghormatan atas keputusan Dewan Umum PBB  dalam mengadopsi dan memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Tak terkecuali Indonesia. Setiap tahunnya, pada tanggal 10 Desember masyarakat Indonesia memperingati hari Hak Asasi Manusia dengan berbagai cara. Ada yang melakukan seminar, diskusi, maupun refleksi dalam bentuk aksi demonstrasi. Mayoritas, pembahasan yang diangkat didalamnya selalu sama setiap tahunnya. Yaitu kasus pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi dimasalalu, seperti kasus Munir, Marsinah, Widji, dan lain lainnya.

Memang, kasus tersebut sangat lambat dalam penangananannya. Bahkan saya rasa, tak ada tuh ikhtiar untuk menyelesaikannya. Dan ternyata, kita masih sering mendengarkan dan membaca berita tentang pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi. Mulai dari perampasan lahan atas nama pembangunan, hingga penanganan aksi demonstrasi mahasiswa yang kelewat batas biadabnya. Maka jika dilihat itu semua, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa rezim saat ini abai terhadap pemenuhan Hak Asasi Manusia, maupun penyelesaian pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jadi, kalau besok pihak rezim ada yang mengucapkan selamat Hari Hak Asasi Manusia, dislike kalau itu di Youtube, report as spam kalau itu di Instagram atau facebook atau twiter. Hehe
Namun saya tidak mencoba membahas HAM dari sisi itu, karena saya rasa, teman-teman yang lain sudah banyak yang membahas HAM dari sisi itu. Saya coba membawa hal lain dalam pembahasan HAM, yang saya rasa tidak kalah pentingnya untuk dibahas. Yaitu pelanggaran HAM atas kawan-kawan penyandang disabilitas. Iya, mereka juga warga negara yang memiliki Hak yang sama seperti kita masyarakat non disabilitas. Terlebih, dengan disahkannya UU Disabilitas maka semakin wajib kita sebagai masyarakat dan pemerintahan untuk bisa memenuhi hak-hak para penyandang disabilitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rezanti Putri Pramana, seorang peneliti dari SMERU Research Institute, ternyata pemerintah Indonesia masih belum melaksanakan tiga prinsip utama dari segi pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam turut serta dalam pembangunan. Yaitu prinsip partisipasi, tidak diskriminasi, dan penegakkan aksesabilitas. Contoh kongkritnya, dalam melakukan perancanaan pembangunan, atau kita lebih kenal dengan Forum Musrenbang, apakah pemerintah telah memikirkan hak partisipasi penyandang disabilitas dengan menyediakan aksesabilitas yang mumpuni untuk menunjang partisipasi penyandang disabilitas. Baik dari segi lokasi forum Musrenbangnya, maupun dari segi ketersediaan alat bantu dalam forum.

Lihat juga : Melawan Diskriminasi Tunarungu, HMJ PLB Untirta Adakan Workshop Bahasa Isyarat

Data yang dijabarkan oleh Rezanti, dari 70 kota kabupaten yang diteliti, hanya seperlima yang terdapat partisipasi penyandang disabilitas dalam forum Musrenbang. Angka yang sangat kecil sekali. Dan diperparah dengan tidak adanya payung hukum yang jelas, yang bisa menjadi penengah jika ternyata pemerintah tidak melaksanakan inklusi disabilitas dalam proses pembangunan. Hal tersebut menjadi bukti pertama bahwa saat ini penyandang disabilitas sedang dilanggar Haknya.

Pelanggaran HAM atas Disabilitas yang kedua, masih berdasarkan hasil penelitian Rezanti, yaitu minimnya anggaran untuk isu disabilitas. Dari total anggaran nasional, hanya 0.015 persen anggaran yang dialokasikan untuk isu disabilitas, yaitu sekitar 309 miliyar rupiah. Itupun pengalokasiannya lebih banyak untuk belanja pegawai, sehingga alokasi anggaran bersih untuk disabilitas hanya sebesar 76 miliyar rupiah. Dan hal tersebut lebih diperparah lagi dengan tidak meratanya pengalokasian anggaran kepada setiap kementrian. 90 persen alokasi anggaran berada di Kementrian Sosial, padahal telah disepakati bahwa isu disabilitas merupakan isu seluruh pihak. Dampaknya adalah, mandeknya upaya untuk mewujudkan lingkungan yang ramah disabilitas, seperti ruang publik dengan akses yang lebih baik, maupun pelayanan kesehatan.
Yang ketiga, baik pemerintah maupun masyarakat umum, masih banyak yang memandang bahwa penyandang disabilitas adalah kelompok yang harus dikasihani, bukan diberdayakan. Hal tersebut telah melanggar hak penyandang disabilitas untuk diperlakukan setara sebagaimana yang tercantum dalam UU Disabilitas. Dan lebih diperparah lagi dengan masih banyaknya masyarakat yang menganggap bahwa penyandang disabilitas merupakan orang yang “aneh” dan layak untuk diolok-olok. Seperti beberapa kasus yang lalu, telah terjadi kasus pembulian atas siswa penyandang disabilitas disalah satu institusi pendidikan. Tentu hal tersebut sangatlah memprihatinkan.
Stigma negatif dan minimnya kesadaran bersama atas penyandang disabilitas tersebut nyatanya berdampak langsung terhadap rendahnya tingkat pendidikan dan tingginya angka pengangguran penyandang disabilitas. Banyak dari orang tua anak lenyandang disabilitas yang tidak mau menyekolahkan anak-anaknya karena hawatir terjadi tindak pembulian terhadap anaknya. Sehingga, data yang didapat oleh Rezanti menunjukkan tingkat partisipasi pendidikan anak penyandang disabilitas dalam rentang umur 7-24 tahun hanya sebesar 46,21 persen, sedangkan untuk non disabilitas dalam rentang umur yang sama sebesar 65 persen.
Data penerimaan pekerja disabilitas pun cukup rendah. Dalam rentang umur 17 sampai 64 tahun, hanya 24 persen penyandang disabilitas yang bekerja. Sedangkan untuk non disabilitas dalam rentang yang sama, sebanyak 42,8 persen.
Ya, tindakan penghilangan atas diri maupun nyawa seseorang adalah pelanggaran berat. Namun mengabaikan keberadaan sekelompok orang karena adanya keterbatasan juga merupakan pelanggaran yang berat. Oleh karena itu, saya rasa isu disabilitas sudah semestinya kita bawa ke diskusi yang lebih serius. Bukan untuk sebagian kelompok saja, namun bagi kita semua. Sehingga, pelanggaran-pelanggaran atas Hak penyandang Disabilitas dapat kita hentikan sebelum hal tersebut kembali menjadi hal yang wajar.
Selamat hari Hak Asasi Manusia, dari aku mahasiswa yang bergadang.

Referensi : https://theconversation.com/6-penghalang-keterlibatan-penyandang-disabilitas-dalam-proses-pembangunan-108176

loading…

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Lagi Trending