Literatur

Apa yang Kau Lakukan Selama Hidup di Antara 2 Kelemahan?

Published

on

Oleh: Kanda Irkham Magfuri Jamas, Formateur


Kalimat tanya itu menjadi pembuka relung berfikir untuk memantik daya kritis pembaca sekalian. Kalimat tanya yang tak hanya perlu dijawab dengan lisan, tapi juga dengan karya dalam pengimplementasian kehidupan. Pertanyaan yang tak hanya perlu dijawab di dunia, tetapi juga perlu dijawab di akhirat sana. Karena pertanyaan itu sejatinya memang perlu dipersiapkan jawabannya sebagai bekal menghadap Tuhan jagat raya.

Ya, 2 kelamahan berarti masa kanak-kanak dan masa tua. Sehingga kini kita sadari bahwa maksud sebenarnya dari pertanyaan itu ialah “Untuk apa dihabiskan masa mudamu?

Memang, kalimat tersebut hanyalah kalimat tanya sederhana. Tetapi kesederhanaan itu akan menjelma menjadi luar biasa bila dijawab oleh tokoh seperti Mohammad Natsir, di usia mudanya yakni saat beliau berumur 20 tahun, beliau telah memimpin organisasi besar Jong Islamieten Bond (JIB) yang beranggotakan ribuan orang di banyak kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Solo, dan Bandung.

Kemudian kalimat tanya tersebut pun akan menjadi luar biasa bila dijawab oleh tokoh seperti Haji Agus Salim, di usianya yang ke 22 tahun ia sudah memahami banyak bahasa dan bekerja di duta besar Belanda di Jeddah. Beliau terkenal dengan pemikirannya yang membawa perubahan dan kebaikan. Semua itu tak lepas dari peran guru yang mulia yakni seorang ulama besar nusantara di Mekkah saat itu yakni Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi.

Selanjutnya sosok seperti Jendral Soedirman pada usianya yang ke 29 tahun dilantik menjadi panglima besar pertama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Juga tak luput sosok besar bangsa, seperti Haji Oemar Said Tjokroaminoto yang sudah turut aktif menjadi tokoh pergerakan membela rakyat Surabaya sejak usia 24 tahun, dan ikut serta mendirikan Sarekat Islam (SI) di usianya yang ke 30 tahun.

Lalu, apa dengan kita yang saat ini masih memiliki amanah usia muda? Adakah dihabiskan waktu ini untuk berkutat pada dunia asmara? Atau berkutat pada dunia permainan dan senda gurau semata? Atau berkutat pada kesia-siaan lainnya?
Jika kita telisik dan hayati bagaimana bangsa Indonesia ini mampu eksis hingga saat ini tak lepas dari peran pemudanya. 28 Oktober 1928 menjadi salah satu tonggak kebangkitan Bangsa Indonesia. Sumpah pemuda yang terlahir melalui kerapatan-kerapatan pemuda-pemudi Indonesia, menjadi pemersatu erat seluruh elemen pemuda di Nusantara. Lantunan indah lagu Indonesia Raya diperdengarkan dan mampu mengobarkan semangat persatuan di setiap dada.

SUMPAH PEMUDA

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.


Tapi itu dahulu, masa yang telah berlalu. Bila pendahulu kita bisa seberani itu, maka sudah selayaknya, kita mampu memberikan kebesaran dan kebanggaan pada negara tercinta. Tak lain dan tak bukan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat Tuhan.
Kemunduran pemuda-pemudi zaman ini tak lepas dari menurunnya motivasi dan inspirasi pada hati dan pemikiran meraka. Pemuda saat ini senang berpangku tangan, tak malu bila meminta uang pada orang tua nya, tak malu bila bergaya padahal bukan hasil dari jerih payahnya dan yang paling sering adalah mereka dengan bangga menjual nama marga atau sanak saudaranya. Hidup dalam kemudahan terbukti mematikan.

Maka berbahagialah kalian pemuda yang tetap berjuang walaupun sulit, tetap bertahan dalam kebaikan walaupun pahit, berani terluka dan sakit semata karena memegang prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. Karena hanya ditangan pemuda seperti itulah bangsa ini bisa berjaya.

Pemuda harus berani mengatakan :
Akulah pemuda, kewajibanku untuk menolong sesama. Aku berusaha sekuat tenagaku untuk melayani umat. Aku menjadi pelayan untuk semua saudaraku tanpa mengharap balik jasa. Maka melayani tanah air pun merupakan kewajiban setiap pemudanya.” (Al-Mahfudzat)


Selain disebabkan karena kurangnya motivasi dan inspirasi, lingkungan tumbuh kembang pemuda sering kali jauh dari nuansa ilmu dan keimanan. Bila kita bersepakat bahwa hanya dengan iman dan ilmu suatu peradaban dapat berkembang baik, maka sudah sepatutnya kita menghadirkan nuansa itu pada setiap perkumpulan, organisasi, kelas-kelas bahkan hingga lingkup terkecil seperti keluarga.

Lingkungan yang baik sangatlah memengaruhi keadaan, etos, dan perilaku manusia. Karena memang sejatinya manusia merupakan makhluk sosial yang erat sekali dengan keadaan-keadaan sosial.

Lantas, bagaimana kisah pemuda ideal untuk ditiru dan diteladani?
Ada begitu banyak contoh yang dapat dijadikan baik, untuk kehidupan kita. Tapi, meskipun ada begitu banyak contoh baik seringkali pemuda tidak bisa memilih yang baik dan terjerumus pada pilihan yang buruk. Padahal sudah jelas, madu tak sama dengan racun.

yang baik tentu tercermin dari sosok manusia sholeh dan sholehah yang pernah hidup di muka bumi. Bumi terasa dimanja dengan bertebarannya orang-orang sholeh di punggungnya. Langit ceria, lautan pun tersipu merona dibuatnya. Ya, mereka generasi emas Islam. Sosok baginda Muhammad SAW beserta sahabatnya sampai sosok besar kekhilafahan menjadi rentetan contoh yang baik untuk diteladani.

Karena pentingnya pemuda dalam peradaban, sampai-sampai Qur’an memberikan ruang khusus untuk membahas pemuda. Bahasan tersebut banyak terkisah pada surat Al-Kahfi terkhusus lagi pada bahasan Ashabul Kahfi.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Ashabul Kahfi merupakan kaum muda intelektual yang beriman. Mereka hidup pada suatu zaman dengan penuh kebanggaan dan negeri yang makmur. Dikisahkan 6 orang Ashabul Kahfi merupakan penasihat dan pembisik raja. Dimana setiap kebijakan yang diambil pastilah atas saran dan pendapat akhir dari Ashabul Kahfi ini. Namun pada suatu ketika sang raja mengklaim seluruh keberhasilannya itu dan membangga-banggakannya sampai melampaui batas. Yakni mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Atas landasan tersebut ke 6 pemuda itu melarikan diri untuk menyelamatkan imannya, yang kemudian ditolong oleh 1 pemuda penggembala bersama 1 ekor anjingnya sehingga genaplah mereka berjumlah 7 orang.


Kawan-kawan sekalian, sekarang coba kalian bayangkan jika kalian berada di posisi mereka, apakah kawan-kawan akan tetap beriman? Mengingat pastilah penasihat dan orang terdekat raja merupakan orang yang amat terjamin hidupnya, penuh dengan kenikmatan duniawi. Coba renungkan, terlebih mengingat kondisi pemuda saat ini yang terlalu terpukau dengan dunia.
Bahaya Wahn itu sungguh mengerikan, karenanya dijadikan redupnya semangat juang bagi generasi muda, sehingga dicabutlah rasa takut dan segan terhadap musuh-musuh Allah. Bila saja KH. Hasyim Asy’ari tak mengobarkan resolusi jihad, mungkin pekikan Bung Tomo bukanlah takbir. Tapi karena semangat ke-Islaman dan ke-Indonesia senafas-seirama, maka pekikan takbir yang menggelora itu mampu menggerakan kobaran juang yang mampu menggetarkan, tak hanya pejuang dimasa itu tapi juga pejuang pejuang di masa depan.

Pekikan ‘ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR!‘ mampu membuat gentar hati musuh-musuh Allah. Karena meskipun mereka tak tahu artinya tapi sejatinya tiap sel akan merespon frekuensi kebesaran Allah dan akan tunduk tersimpuh karena kebesaran-Nya.

Maka sudah saatnya pemuda bangkit, jadikan momentum Hari Pahlawan yang diperingati setiap bulan November ini, untuk meregenerasi pahlawan-pahlawan yang bercorak kental akan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.

Sudah tak ada lagi galau karena status WA, atau insecure karena status sosial, atau minder ketika memikirkan pekerjaan. Karena sudah seharusnya yang ada dikelopak mata pemuda hanyalah kejayaan peradaban sehingga mengobarkan rasa gandrung akan keadilan, yang mana keadilan hanya dapat dihadirkan bila Qur’an benar benar diterapkan.

Semangat Para Pemuda!
Karena di pundak anda semua ada kebesaran dan kebesaran itu hanya mampu diraih bagi mereka yang semangat berjuang.

Yakin, Usaha, Sampai.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Lagi Trending