Membahas mengenai asmara, menjadi hal yang sedikit menggelitik dan menarik untuk ditelisik. Pasalnya, penulis tidak hanya menemukan satu atau dua pihak yang berkecimpung dalam himpunan dengan alasan karena terbujuk rayuan manis Kakanda saat perkaderan, singkatnya adalah karena baper dengan pihak A-B-C-D dst.
Jika pembaca mengira bahwa penulis adalah salah satu korban, maka penulis tegaskan di awal bahwa penulis bukan korban dari rayuan manis Kakanda.
Penulis beberapa kali membincangkan fenomena ini dengan beberapa rekan, dan ada keresahan yang tertanam dalam hati ini. Bukan karena iri, tapi lebih merasa kasihan. Loh kenapa? Iya, karena dalam pantauan penulis, kader yang berkecimpung karena terbujuk rayuan manis asmara Kanda, biasanya akan redup disebabkan tidak adanya jalinan asmara lagi pasca-perkaderan.
Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di internal cabang asal penulis. Semasa Kongres di Bulan Februari lalu, penulis juga sempat sharing mengenai hal semacam ini dengan teman-teman lintas cabang. Dan ya, ini benar ada dan terjadi di lapangan. Bahkan beberapa rekan juga mengatakan bahwa hal semacam ini membuat perkaderan menjadi redup.
Pendekatan semacam ini, bisa menjadi salah satu sebab redupnya intelektualitas kader. Kenapa ko begitu? Selaras dengan tulisan berjudul “HMI-ku Hanya Sebatas untuk Mendapat Labeling Mahasiswa Aktivis” yang dimuat pada Selasa (7/2) lalu, penulis merasa mulai adanya pergeseran peranan kader.
Loh ko bisa dibilang begitu? Harus penulis ungkap meski sedikit berat, penulis menemui fakta bahwa bagi beberapa orang, himpunan bukan lagi tempat untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan ajang untuk mencari jodoh atau pasangan. Sebetulnya sah-sah saja, tapi rasa-rasanya kurang etis jika memandang himpunan hanya sebagai wadah mencari jodoh atau pasangan.
Dan hal yang paling meresahkan adalah mangkirnya kader-kader dari himpunan karena asmaranya yang kandas. Memang rumit jika membahas asmara dalam satu naungan yang sama.
Menurut pribadi penulis, pola ajakan yang melibatkan asmara ini harus diminimalisir, sebab hal ini berpotensi besar melahirkan kader yang tidak loyal pada himpunan. Ya, karena memang niatnya berhimpun bukan karena kesadaran, melainkan karena ada jalinan emosional dan asmara dengan pihak A-B-C-D dst. Selepas renggang, pastinya akan ada yang menarik diri dari himpunan.
Bukan saatnya lagi untuk baperan dengan perkara semacam ini, apalagi menjadi layu hanya karena perhatian basa-basi biasa. Temukan value dirimu dengan berperan di himpunan, sebab mereka yang berkualitas akan bertandang dengan sendirinya.
Jangan lagi bermain-main soal perasaan, karena hakikatnya wanita memang menjadi makhluk perasa. Perkara ini tentu akan berujung pada saling menyalahkan, wanita yang di-framing sebagai makhluk baperan, dan laki-laki yang dicap sebagai makhluk pemberi harapan. Entah siapa yang punya porsi paling besar untuk disalahkan, karena pasti setiap orang punya pembenarannya sendiri.
Tak perlu melibatkan banyak perasaan pada hati yang belum siap berlabuh seutuhnya pada ikatan yang halal. Tenang saja, jalani prosesnya, jangan terlampau merisaukan hal yang tak ada ujungnya. Sebab, kamu terlalu berharga untuk redup dalam himpunan hanya karena perkara asmara. Tetaplah berteman dan berjalan beriringan, tanpa melibatkan perasaan.
Tulisan utuh ini mungkin akan menuai banyak pro dan kontra, ya itu bebas saja, karena kita tidak bisa memaksakan opini pribadi pada orang lain. Tak banyak harap, selepas tulisan ini rampung dibaca, semoga banyak hati yang tergerak untuk turut merawat himpunan dengan penuh kesadaran.