Literatur

Awas Dinda MaBa, Pencakar Akan Saling Cakar Untuk Rebutin Kamu

Published

on

Momentum penerimaan mahasiswa baru (Maba), merupakan momentum yang paling ditunggu-tunggu oleh para Pencari Kader (Pencakar), baik itu dari organisasi internal, maupun eksternal kampus. Momentum itu, dijadikan oleh para Pencakar sebagai ajang berkompetisi, untuk menjaring sebanyak-banyaknya maba.

Hal ini tentu didasari oleh beberapa hal, diantaranya yaitu regenerasi organisasi. Sebagai orang yang mengabdikan diri untuk organisasi, kita rela mengorbankan apapun, demi keberlangsungan hidup organisasi. Dalam hal ini, saya kader (MPO).

“Jangankan hanya untuk patungan bayar token listrik atau bayar iuran WiFi sekretariat, organisasi butuh aku saat jam kuliah, kan ku lobi dosen supaya bisa berangkat. Kalau susah, yaa ambil jatah bolos. Hehehehe,”. Begitulah ucapan pengabdi organisasi, meskipun lebay.

Dengan pengorbanan tersebut, pastinya tidak ada yang mau melihat masa depan organisasi yang terang susah, apalagi bubar hanya karena tidak ada penerus. Maka dengan hadirnya momentum penerimaan maba ini, membuat para pengabdi organisasi menjadi kembali sumringah dan semangat. Minimal, mereka jadi mau beberes sekretariat.

Baca Juga:  Pleno III PB HMI (MPO), 5 Cabang Berebut Jadi Tuan Rumah Kongres

Namun, ada pula yang memandang momentum ini dari sisi politik elektoral. Tak dapat dipungkiri, ribuan maba yang gemas-gemas ini, merupakan penyumbang suara terbesar. Karena, tingkat partisipasi mereka dalam mengikuti agenda Pemilihan, baik tingkat Universitas maupun Jurusan/Prodi, itu sangat besar.

Riset dari mana? Bukan riset, hanya pengalaman. Karena aku pernah mengalami jadi maba, dan bagaimana maba lebih mudah dimobilisasi ketimbang mereka yang sudah semester ‘agak’ tua. Mungkin karena wayahnya untuk nurut dengan senior-seniornya.

Ada pula yang memandang bahwa momentum ini merupakan kesempatan, untuk meningkatkan daya tawar organisasi kepada penguasa. Sebab bukan menjadi rahasia, bahwa penguasa akan selalu bergenit mata dengan mereka yang memiliki massa yang besar.

Sayangnya, daya tawar yang mereka incar tersebut, bukan untuk kepentingan publik. Melainkan hanya untuk kepentingan kelompok dan golongannya saja. Alih-alih rakyat merasa dibela, justru yang terjadi hanya rakyat yang merasa namanya dijual, untuk kepentingan-kepentingan mereka.

Baca Juga:  Menjadi Wanita Adalah Takdir, Menjadi Mulia Adalah Pilihan

Dua hal terakhir inilah, yang sering membuat para Pencakar ini, saling cakar-cakaran satu dengan yang lainnya. Cakaran tersebut pun bermacam-macam, mulai dari pembusukan citra organisasi lawan, seperti ilegal, sesat, dan radikal. Ataupun cakaran dalam bentuk fisik, seperti pembubaran stand, melarang untuk membuka stand, dan lainnya. Riset dari mana? Hehehe, kalian tau jawabannya.

Ini bukan apa-apa ya, tapi kalau bilang bukan apa-apa, pasti ada apa-apanya. Jadi, mengapa kita tidak melihat maba ini sebagai manusia pada umumnya? Bukan sebagai angka yang nanti akan meroketkan perolehan suara pada pemilihan raya (Pemira), ataupun sepasukan tempur yang siap mati demi kepentingan golongan semata?

Mereka layak untuk dihargai. Kita sebagai mahasiswa yang kebetulan lebih dulu menduduki bangku kuliah, wajib menghargai. Adapun mengenai penjaringan maba untuk menjadi kader, mari kita lakukan dengan sehat. Ya, kita memang sedang berkompetisi. Tapi jangan ada bambu runcing diantara kita. Atau cakar runcing?

Terakhir, aku atas nama organisasi, mengucapkan selamat datang kepada adinda-adinda maba gemas di dunia perkuliahan. Jangan kaget kalau dinda nanti diperebutkan oleh banyak organisasi ya…… Ikut (MPO) yuk?

Lagi Trending