Oleh : Subowo Data Citra[2]
Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Menciptakan dan Maha Mengetahui.
Nothing is clear or certain
We must wait till we understand
But before understanding comes
We will be asked to decide
Many times we must decide
Without certainty or clarity
And no one can help us
No one quite knows
And this is up to us and us alone
|
Tiada sesuatupun jelas dan pasti
Kami harus tunggu hingga kami mengerti
Tetapi belum lagi pengertian datang
Kami akan dituntut memutuskan
Berkali-jali kami harus memutuskan
Tanpa kepastian dan kejelasan
Dan tak sesiapa pun dapat membantu kami
Tak sesiapa pun cukup mengetahui
Dan ini terserah kita dan kita sendiri
|
(Poem of the confused, Sebuah puisi yang dirulis oleh gadis Australia berusia lima belas tahun, dikutip ulang dari Musgrave, 1978: 51-52).
Keyakinan merupakan dasar dari setiap gerak dan aktivitas hidup manusia. Karena itu manusia secara fitri membutuhkan keyakinan hidup yang dapat menjadi pegangan dan sandaran bagi dirinya. Ini berarti manusia menyadari, bahwa dirinya adalah makhluk lemah yang membutuhkan pertolongan, bimbingan dan perlindungan dari sesuatu yang diyakini sebagai yang Maha. Perkara keyakinan tertuang dalam suatu sistem keyakinan, agama atau ideologi. Tiap-tiap sistem keyakinan memiliki konsepsi tersendiri dalam mengantarkan pengikutnya pada pemahaman dan kepercayaan terhadap Tuhan. Sistem keyakinan yang didasarkan pada doktrin literal. Sistem ini dapat ditemukan dalam semua agama. Pada dasarnya, sistem keyakinan literal mengingkari arti pentingnya akal sebagai sarana verifikasi kebenaran. Baginya, kebenaran adalah sesuatu yang sudah jadi secara sempurna dan harus diterima tanpa perlu menyadarinya terlebih dahulu. Akibat sistem keyakinan literal, manusia potensial melarikan diri dari kenyataan dan tantangan zaman setelah telanjur mendikotomi antara doktrin ketundukan pada ayat suci dengan peran-peran peradaban manusia. Kebenaran diukur melalui indera dan pengalaman. Sistem ini disebut kebenaran ilmiah.
Agama adalah sebutan terhadap pengetahuan dan tindakan mempraktikkan pengetahuan tersebut. Pertanyaannya, apakah agama menjadi sumber utama pengetahuan manusia? Bagaimana jika lisan sekelompok orang yang mengaku beragama, tetapi tindak-tanduk mereka tidak didasarkan pada pengetahuan. Perbedaan yang sebenarnya antara seorang yang beragama dan seorang beragama adalah dalam hal pengetahuan. Agama sering dikaitkan dengan pengetahuan moral yang berupa : ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan, baik lisan atau tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral beragama bagi kita adalah pelbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, para tokoh masyarakat dan agama dan tulisan-tulisan para bijak, tradisi, dan adat istiadat atau ideologi-ideologi tertentu. Seseorang dapat menjadi Brahmana tanpa memiliki pengetahuan, kerana ia lahir sebagai Brahmana dan akan terus hidup sebagai Brahmana. Demikian pula seseorang yang lahir dari orang tua berdarah ningrat akan menjadi ningrat pula, walaupun ia tidak memiliki pengetahuan apapun, kerana ia lahir sebagai ningrat maka ia akan tetap disebut seorang ningrat sampai akhir hayatnya. Tetapi, seseorang tidak dapat menjadi seorang Muslim tanpa memiliki pengetahuan, kerana Islam tidak diperolehi kerena faktor keturunan, tetapi kerana pengetahuan. Kalau orang yang bersangkutan tidak mengetahui apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, bagaimana ia boleh menyatakan keimanannya kepada ajaran tersebut dan mempraktikkannya? Dan bila ia menyatakan keimanannya tanpa kesedaran dan tanpa pengertian mengenai ajaran tersebut, bagaimana ia dapat menjadi seorang Muslim? Seseorang adalah kafir kerana ia tidak tahu bagaimana hubungan dirinya dengan Tuhan dan hubungan Tuhan dengan dirinya, dan tidak tahu cara hidup yang mana yang harus dijalaninya di dunia ini, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Apabila seorang anak dari orang tua yang Muslim tidak mempunyai pengetahuan mengenai hal ini, maka apa alasannya bagi kita untuk menganggap dirinya sebagai seorang Muslim? Seorang Muslim yang sebenarnya hanyalah seorang yang tahu, apa makna Islam yang sebenarnya dan menyatakan keimanannya,.kepada Islam dengan penuh kesedaran.
Manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki sturuktur ciptaan paling sempurna dari pada makhluk–makhluk lainnya. Ia hadir di atas dunia (diciptakan oleh Allah) dengan tujuan tunggal, yakni beribadah kepada Allah SWT. Meskipun memiliki kesempurnaan struktur, tetapi awalnya manusia lahir dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu apapun. Kemudian Allah memberi alat untuk memperoleh pengetahuan berupa fuad (hati dan akal), pendengaran dan penglihatan (panca indera). Maksudnya agar kita kembali pada tujuan diciptakannya, yakni beribadah dan bersyukur kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam surat An Nahl ayat 18 :
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur. (16: 78)
Allah telah mengaruniakan potensi pada diri manusia untuk memperoleh pengetahuan lewat kenyataan diri dan alam. Selain kesadaran akan pilihan beragama, seorang muslim dikatakan beragama jika ia juga sadar akan resiko dan prestasi yang akan ia peroleh. Al Qur’an memperingatkan dan memerintahkan manusia untuk berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak agar tidak menyesal dikemudian hari. Ditekankannya pula manusia dengan berbagai peringatan dan ancaman, serta pada saat yang bersamaan digembirakannya dengan janji-janji imbalan. Hari berbangkit dan pembalasan, surga dan neraka. Tauhid sebagai hal paling esensial dalam ajaran Islam, merupakan titik berangkat utama dalam setiap kegiatan manusia; pikiran, perasaan dan tindakannya. Tauhid menjiwai gerakan manusia baik secara individu maupun sosial. Secara individu seseorang akan dibimbing untuk membawa/memproses dirinya mendekati kesempurnaan Tuhan melalui pengetahuan agar manusia bisa sadar dan bebas akan pilihannya termasuk beragama.
Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al Maidah ayat 100)
Referensi :
Al Quran dan Terjemahan
Dasar-dasar Islam; Maududi
Melek Budi Pekerti; Sakban Rosidi
[1]Esay ditulis untuk TOR Basic Training
HMI MPO Komisariat IAIN SMH Banten, Cabang Serang, Jumat –Ahad, 11 -13 Desember 2015.
[2]Mengikuti Basic Training
HMI MPO pada November 2013, sekarang aktif di
HMI MPO Cabang Serang, dapat dihubungi melalui subowo.datacitra93@gmail.com