Literatur

Festival Politik 2024, Menimbang Sikap Pemuda

Published

on

Oleh: Yunda Sri Nursintia Zakaria, Sekretaris HMI Komisariat FEKON UNG

 

Tahun mendatang, akan menjadi tahun politik. Pada tahun itu akan diselenggarakannya Pemilihan Umum (Pemilu) yang berlangsung secara serentak, baik untuk Presiden, DPR hingga Kepala-kepala Daerah. Hingga tak jarang, berbagai kegiatan bernuansa politik praktis, mulai terlihat di mana-mana.

 

Menjelang Pemilu mendatang, realita memperlihatkan berbagai macam ideologi dengan basis sosial dari partai-partai politik, mulai dikobarkan di darat, laut bahkan udara. Jalur tempuh yang dilakukan baik secara tatap muka maupun darring dengan memanfaatkan teknologi yang ada, guna mensosialisasikan strategi pemenangan dalam festival politik di tahun .

 

FESTIVAL POLITIK

Saya lebih suka menggunakan istilah ‘festival’ dibanding ‘pesta’. Keduanya memang merujuk pada pengadaan kegiatan perayaan. Tetapi pesta ditujukan untuk merayakan acara-acara khusus dan tertentu, dihadiri oleh orang-orang yang berkepentingan saja. Sedangkan festival bersifat publik dan mencakup rangkaian acara yang menyenangkan dan untuk kepentingan orang banyak. Maka apakah sepantasnya Pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun mendatang, hanya diberlakukan untuk kepentingan beberapa pihak semata? Berbagai isu politik sudah banyak tersaji di media.

 

Salah satu isu yang paling mencolok, adalah sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka dan tertutup. Meski isu ini telah ditanggapi oleh Mahkamah Konstitusi (), dengan menyatakan bahwa tidak dalam posisi mengganti sistem. Artinya, pilihan sistem proporsional terbuka yang memang sudah dijalankan, merupakan pilihan terhadap kebijakan undang-undang.

 

Namun, sampai dengan saat ini, belum ada penegasan pengesahan terhadap sistem yang akan digunakan. Baik itu proporsional terbuka maupun tertutup. Dengan demikian, akan ada peluang digunakannya sistem proporsional tertutup. Sejarah pada masa Orde Baru, tentang kelahiran wakil rakyat yang lebih merepresentasikan kepentingan partai politik, dinilai akan terjadi lagi, apabila sistem proporsional tertutup dijalankan.

 

Pemilih Pemula dan Pemilih Muda

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, telah mengakui bahwa bakal di dominasi oleh pemilih pemula dan pemilih muda, dengan proporsi sekitar 53-55 persen. Pengakuan ini menjadi tantangan tersendiri untuk tahun politik kali ini. Apakah mereka yang termasuk dalam pemilih pemula dan pemilih muda, akan memberikan hak suara sepenuhnya untuk nanti? Memperbaiki sistem Pemilu mendatang, membutuhkan partisipasi yang besar. Khususnya dari pemuda. Tahun 2024 sebagai peluang, untuk para pemilih pemula dan pemilih muda yang akan memberikan warna baru dalam festival politik.

Baca Juga:  La Nyalla Tegaskan 2 Periode dan 5 Tahun Harga Mati

 

Negara Indonesia mengidap salah satu penyakit . Yaitu kurangnya literasi politik masyarakat. Akibatnya, sebagian orang menganggap bahwa politik hanya untuk kepentingan beberapa pihak saja, yang mengambil keuntungan di dalamnya. Sehingga sikap apatis tumbuh di masyarakat. Tetapi sikap tersebut juga didukung atas beberapa fakta yang menyajikan kasus-kasus para wakil rakyat, yang melakukan penyelewengan terhadap jabatan dengan berbagai kecurangan yang dilakukan.

 

Jika demikian, maka hal apa yang perlu dipersiapkan menjelang tahun politik nanti? Politik sebagai alat tidak akan pernah terlepas dari negara yang menjalankan sistem . Peran pemuda dalam segala aspek pembangunan negara tidak diragukan lagi. Khususnya keterlibatannya kali ini, sangat mempengaruhi dunia perpolitikan Inonesia.

 

Sikap Pemuda dan Tantangannya

Menjelang , sikap pemuda dalam politik dapat terkategorikan menjadi dua. Kategori pertama yaitu mereka yang Pro dengan politik. Mereka inilah yang terlibat dalam agenda-agenda politik di masyarakat. Biasanya mereka adalah para pemuda yang tumbuh dan berkembang di organisasi mahasiswa (ormawa) baik intra maupun ekstra kampus.

 

Tidak diragukan lagi kemampuan dari para pemuda ini, dalam memberikan aspirasi melalui kritik dan saran, yang menjadi bukti partisipasi mereka yang ikut terjun dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Para pemuda ini, menjadi kelompok yang peka dan peduli terhadap isu politik. Tetapi, kategori pertama sebagian dari mereka memiliki kelemahan, yang terletak pada mereka yang dimanfaatkan oleh para elit-elit partai politik, sebagai kendaraan menuju gemilau kemenangan. Hal ini disebabkan lemahnya indepensi dan integritas, sehingga menjerumuskan pemuda dalam dampak negatif Pemilu.

 

Sikap independensi merupakan sikap yang tidak mudah terpengaruh atau dipengaruhi, dan integritas sebagai nilai yang diberikan kepada diri sendiri. Seringkali muncul kasus maraknya money politik (politik uang), dikarenakan para elit partai memanfaatkan kebutuhan hidup masyarakat, yang kian hari, kian meningkat, dengan sogokkan kesenangan duniawi kepada mereka. Maka, para pemuda yang masuk dalam kategori pertama ini, perlu untuk merubah paradigma berpikir sebagai partisipan dalam politik, yang memiliki independensi dan integritas.

 

Karena para pemuda khususnya mahasiswa, sebagai regenerasi selanjutnya dalam melanjutkan pertumbuhan bangsa, memerlukan sikap jujur untuk ditanamkan sejak dini. Agar, tumbuhnya independensi dan integritas. Sehingga, apa yang pemuda sampaikan, kritik mereka terhadap pemerintah melaui demonstrasi yang dilakukan, tidak hanya berakhir sejalan dengan terlepasya indentitas sebagai mahasiswa. Tetapi, akan berlanjut ketika suatu saat nanti, para pemuda ini yang akan menduduki bangku pemerintahan di Indonesia.

Baca Juga:  Transisi Demokrasi, Politik Islam dan Peluangnya di Pemilu 2024

 

Kategori kedua adalah para pemuda yang kontra dengan politik. Mereka inilah yang memiliki tingkat kepercayaan rendah terhadap politik dan tidak berminat dalam proses politik yang kini telah berjalan. Segala hal yang berbaur negatif sering mereka kaitkan dengan politik.

 

Para pemuda yang memiliki sikap kontra ini, merupakan kelompok masyarakat yang tidak peduli dengan persoalan politik. Sehingga cenderung dari mereka, memilih ada dalam lingkaran Golongan putih atau Golput. Sebuah keputusan untuk tidak menyalurkan gak suaranya dalam Pemilu. Padahal penyangkalan tentang politik akan menjadi sia-sia saja, karena politik merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat.

 

Suka atau tidak sukanya mereka, dunia politik menjadi suatu hal yang dapat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat. Apalagi di era ini, partispasi politik sudah berjalan dengan sistem yang terus mengalami perbaikan. Partispasi politik dewasa ini, dapat dilakukan dengan ketersediaan internet dan media yang ada. Dengan kelebihan zaman ini, seharunya generasi muda dapat menciptakan siklus politik yang sehat dan dinamis.

 

Memanfaatkan Peluang Politik

Dalam mengisi festival politik nanti, ada berbagai cara yang dapat dilakukan oleh para generasi muda. Mereka yang akan mewarnai tahun politik di 2024, harus memanfaatkan peluang dalam mengubah pola pikir dan pola hidup mereka sendiri, dan juga masyarakat yang kurang akan pengetahuan tentang politik.

 

Menggunakan teknologi yang ada sebaik mungkin, dalam mencari informasi dan mengkampanyekan manfaat politik jika dijalankan secara baik dan benar. Melibatkan diri dalam proses seleksi terhadap orang-orang yang ingin menduduki jabatan publik, merupakan harapan besar bagi masyarakat Indonesia, untuk Pemilihan Umum kali ini. Sudah cukup bagi mereka yang menyesal dengan pilihan politik ditahun sebelumnya. Karena terbuai dengan senyum manis dan tipu daya akan janji-janji para tiku-tikus politik.

 

Tentunya, menjelang tahun politik 2024 nanti, akan banyak tantangan yang akan dirasakan. Mulai dari teknis persiapan, trasparansi dan upaya peningkatan partisipasi Pemilu. Pemuda harus menjadi garda terdepan dalam mempromosikan dan menyampaikan tuntutanya untuk keberlangsungan hidup yang demokratis di negara ibu pertiwi ini. Letak dan posisinya tidak menjadi persoalan, asalkan para pemuda mau dan mampu mengambil peran dalam proses  politik, sebagai penentu arah di kehidupan negara Indonesia di masa yang akan datang.

Lagi Trending