Oleh: Irkham Magfuri Jamas, Pengurus Pusat PRIMA DMI, Direktur Koordinasi Pengembangan Wilayah Jawa (2023-2027)
Di bulan Ramadhan ini kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, sebab di bulan yang mulia ini seluruh amal ibadah kita akan digandakan sampai 10x lipat. Banyak diantara kita yang melakukan amal kebajikan dengan berbagai macam cara. Ada yang dengan cara memperbanyak bacaan Al-Quran, ada pula yang dengan cara menghadiri majlis-majlis ilmu dan dzikir, ada pula yang melakukan ibadah iktikaf, ada yang dengan cara semangat mencari nafkah yang halal bahkan ada yang istikomah menempuh jalur perkaderan dan perjuangan.
Perkaderan dan perjuangan adalah makna filosofis yang penulis temukan melalui rentetan panjang pengalaman kehidupan. Namun, dari sekian banyak pengalaman, tak ada yang lebih bermanfaat untuk bekal di hari kemudian melebihi pengalaman mempelajari islam. Poin terbesar dari pengalaman itu adalah ditemukannya banyak umat muslim tidak belajar islam. Mereka hanya mengenal islam melalui doktrin-doktrin yang diajarkan orang tuanya ataupun dari tempat mereka mengenyam pendidikan. Sehingga banyak muslim itu berislam karena keturunan bukan karena penghayatan dan kesadaran penuh.
Abi pernah berkata: “Orang kafir yang masuk islam adalah orang-orang pintar, sedangkan orang islam yang murtad adalah orang-orang bodoh. Maka kenapa kita harus takut dalam bersaing? Sebab hanya orang yang berfikirlah yang akan berislam dan hanya orang bodoh lah yang keluar dari agama islam.” Kalimat itu muncul disela-sela diskusi isu pembangunan gereja dengan mengkaji ayat quran tentang berlomba-lomba dalam kebaikan.
Poin dan hikmah yang saya temukan adalah makna mendalam fastabikul khairot. Bahwa dalam Al-Baqoroh ayat 148, itu menerangkan bahwa setiap umat memiliki kiblat maka berlomba-lombalah dalam kebaikan. Sehingga penempatan fastabiqul khairot hendaklah dipakai dalam konteks pembahasan bersaing dengan umat agama selain islam. Dan alangkah lebih eloknya mengguankan redaksi Ta’awanu ‘alalbirri wattaqwa (Saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan) apabila dihadapkan dengan sesama muslim.
Melihat banyaknya umat islam yang berislam karena doktrin belaka menunjukkan kelemahan dan kemunduran. Dizaman para sahabat terdahulu mereka mengimani Allah karena berfikir dan menghayati setiap mukjizat yang turun. Mereka menggunakan akal dan fu’ad. Tetapi dizaman ini justru hanya dicekoki dogma. Perintah berfikir dalam qur’an tereduksi akibat tumpulnya daya fikir umat islam, perintah membaca terkikis padahal itu adalah perintah awal yang Allah turunkan kepda nabi yang ummi. Lantas bila demikian bagaiamna kebesaran dan kejayaan islam akan tercapai kembali!
Bukankah kebesaran itu hadir apabila syarat-sayaratnya terpenuhi? Bukan kah kemenangan itu hanya Allah berikan bagi mereka yang mempersiapkan? Lantas, bagaimana cara memenuhi syarat-sayarat kebesaran dan kemenangan itu bila bukan dipersiapakan juga oleh para pemuda dan pemudinya. Mari kita merenung sejenak, bertanya dan berfikir. Sejauh mana kontribusi kita dalam menyebarkan ajaran agama islam? Sebesar apa kontribusi kita untuk menegakkan agama Allah? Apakah kita termasuk golongan orang-orang yang ingkar? Atau termasuk dalam golongan orang-orang yang istiqomah dalam perkaderan dan perjuangan?
Syiar adalah perkaderan dan perjuangan. Dakwah adalah perkaderan dan perjuangan. Fastabiqul khairot adalah perkaderan dan perjuangan. Ta’awanu ‘alal birri wattaqwa adalah perkaderan dan perjuangan. Tapi saat ini, pemuda dan pemudi banyak sekali yang malu dalam berislam. Jangankan untuk mengajak kawan-kawannya kedalam majlis ilmu, muda mudi lebih senang dan terbiasa dalam hal yang kesia-siaan. Padahal untuk beribadah itu tidaklah sulit bagi orang yang terbiasa.
Tidak lah mahal bagi orang yang memiliki niat dan tekad. Teras masjid, taman-taman kampus, kostan bahkan di tempat duduk yang ada di pinggir trotoar jalan seklipun dapat disulap menjadi tempat kajian oleh pemuda. Tak harus di café mewah, tak melulu harus di kelas dan ruang pertemuan apalagi aula hotel bintang lima. Tapi kembali lagi apakah ada niat dan semangat untuk mewujudkan perkaderan dan perjuangan itu?
Wahai pemuda, perjuangan kalian tak sesulit dan sepedih rasulullah beserta para sahabatnya yang bercucuran darah dan airmata semata dalam rangka menyebarkan ajaran agam islam. Kesulitan kalian saat ini paling sebatas penolakan, paling sebatas cacan, paling sebatas dikucilkan dari lingkungan, paling sebatas dianggap aneh dan ketinggalan zaman. Tapi itu tidak lah masalah sebab kalian istiqomah menyebarkan tauhid, sebab kalian istiqomah mengajak pada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Ingat lah akan janji Allah pada surat al imron 104: “Dan hendaklah diantara kaian ada sekelompok orang (berorganisasai) yang menyerukan kepada kebajikan, mengajak pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Tidakkah kalian ingin berada dalam keberuntungan? maka relakah saudaraku sekalian menukarkan air mata dan seluruh kesusahan yang dialami saat melakukan perkaderan dan perjuangan supaya kalian termasuk dalam orang-orang yang beruntung? Sudikah jika keberuntungan itu ditukar dengan kesenangan yang sesaat? Maka jika kita bersepakat bahwa kita siap bersusah-susah dan berlelah-lelah untuk perkaderan dan perjuangan dengan niat tulus karena Allah supaya kita termasuk dalalm golongan orang-orang yang beruntung, semoga pahala amal jariyah senantiasa mengalir pada saudaraku sekalian yang beriman dan istiqomah dalam perkaderan dan perjuangan.
Jika kalian yang istiqomah melakukan perkaderan dan perjuangan adalah bukti menegakkan agama Allah, maka yang meniggalkannya adalah bukti mereka yang berkontribusi dalam menghancurkan agama Allah. Semoga Allah menolong kita. Aamiin.