Literatur

Jangan Kalah Sama Monyet

Published

on

Oleh: Ahmad Robiyana, Kader Komisariat Untirta Pakupatan

K. H Hasyim Asy’ari mengutip kisah imam Asy-Syafi’i dalam mengejar adab. Suatu saat, sang imam ditanya, bagaimana kiatnya dalam mengejar adab?. Jawaban sang imam “Aku terus mencari laksana seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang”. Artinya secara mendalam kata-kata Imam Asy-Syafi’i itu dalam kondisi apapun, seorang ibu tetap mendahulukan usaha mencari anak satu-satunya yang hilang, padahal banyak pekerjaan lain yang akan ia lakukan tapi sang ibu Memperiotas kan untuk mencari anaknya. Itulah hakikat . Sebab, inti menurut Prof. Syekh Muhammad Naquib Al-Attas adalah menanamkan adab, “The fundamental element inherent in the islamic concept of education is the inculcation of adab” tulis prof. Al-Attas.

Kiai Hasyim Asy’ari menekankan dalam kitab nya “… Faman laa adaba lahu, laa syari’ata lahu wa laa imana lahu wa laa tauhida lahu” tegas kiai Hasyim Asy’ari, artinya orang yang tidak punya adab : dia tidak bersyariat, tidak beriman dan tidak bertauhid.

Itulah kedudukan penting adab dalam ajaran . Manusia Indonesia pun dituntut adil dan beradab, begitu kata pancasila. Maka, pendidikannya pun sepatutnya membentuk manusia-manusia beradab. Perguruan Tinggi, mempunyai tugas khusus yakni mencetak sarjana, ilmuan, dan praktisi yang beradab.

Baca Juga:  Persentase Presidential Threshold Dinilai Cederai Demokrasi, PB HMI MPO Layangkan Gugatan pada MK

Sudah menjadi ritual tahunan, ratusan ribu lulusan SMA/SMK/MA menyerbu aneka Perguruan Tinggi. Biasanya, salah satu indikator penting satu sekolah disebut “bagus” jika banyak siswa yang bisa masuk ke program studi favorit di Perguruan Tinggi Negeri ternama. Artinya, program studi tersebut dinilai sebagai jalur strategis untuk meraih kekayaan. Beradabkah fenomena ini?

Salah satu adab penting dalam adalah adab ilmu. Seorang muslimin wajib menuntut ilmu dari lahir sampai menutup usia. Imam Al-Ghazali membagi menjadi dua jenis ilmu yang wajib diraih: ilmu fardhu ain dan ilmu fardhu kifayah. Setiap Mahasiswa wajib meraih ilmu yang diperlukan untuk bisa beriman dan beribadah yang benar, Itu ilmu fardhu ain.

Mahasiswa juga wajib tahu potensi diri dan keperluan umat dalam perjuangan. Ilmu fardhu kifayah diperlukan untuk menjaga ketahanan dan kemaslahatan umat, baik ilmu syar’i maupun ilmu aqli atau empiris. Inilah yang sepatutnya dijadikan pertimbangan utama mahasiswa dalam memilih program studi di Perguruan Tinggi, bukan soal “basah” atau “tidak” program studi tersebut. Pertimbangannya adalah ilmu itu sedang diperlukan umat islam agar bisa menang dalam perjuangan menegakkan kebenaran.

Baca Juga:  Tragedi 04 Oktober 2020

Allah menciptakan manusia berbeda-beda prinsipnya. Semuanya pasti bermanfaat. Mahasiswa super cerdas berbeda tanggung jawab keilmuannya dengan mahasiswa yang kurang cerdas. Manusia baik adalah manusia yang bermanfaat pada sesamanya, apapun potensi yang dimilikinya. Maka dari itu niat utama masuk dunia Perguruan Tinggi itu adalah mencari ilmu, bukan untuk gaya-gayaan, bukan cari makan, apalagicari jodoh.

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu, yang seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi dia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat“. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Oleh karena itu sudah menjadi keharusan bagi umat muslim yang memasuki dunia Perguruan Tinggi untuk berjuang menegakkan kebenaran. Sebab, jika hidup hanya untuk makan-makan dan bersenang-senang saja, maka tak akan ada bedanya kita dengan binatang. Kampus adalah dunia perjuangan, ilmu sebagai sarananya. Inilah adab ilmu, ada nilai kedudukan, tujuan dan derajat ilmu. Tidak semua jenis ilmu sama derajatnya. Ada ilmu yang bermanfaat ada juga ilmu yang tidak bermanfaat.

Jika mahasiswa kuliah hanya untuk mencari makan, maka renungkanlah “Monyet saja bisa makan tanpa kuliah”

Waallahu A’lam.               

Lagi Trending