Oleh: Yunda Ika Monika, Kader HMI MPO Komisariat UIN SMH Banten
Allah menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan sebagai salah satu bukti kebesaran Allah. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling menyempurnakan kekurangan satu sama lain.
Sebagaimana firman Allah dalam QS Az-Zariyat ayat 49:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ – ٤٩
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).” (QS. Az Zariyat: 49).
Hakikatnya perempuan ingin dimengerti, sedangkan laki-laki ingin dihargai. Artinya, jika perempuan ingin dimengerti, maka perempuan harus memberikan pengertian kepada suaminya, sedangkan ketika seorang suami sudah mengerti istri, maka istri pun akan selalu menghargai suaminya.
Perempuan itu bukan untuk dituntut tapi untuk dituntun, sebab perempuan ibarat anak kecil yang sudah bisa berjalan, tapi sering kali terjatuh, jadi “Jangan genggam aku terlalu erat, sebab aku tak ingin digiring, tapi aku ingin seiring denganmu.”
Seringkali perempuan dipojokan dengan perkataan “Sudahlah, tak usah berpendidikan tinggi, ujung-ujungnya perempuan kan hanya sebatas di dapur, sumur, dan kasur, kalau kamu berpendidikan tinggi mau menyaingi laki-laki? Mau ngerendahin laki-laki sebagai suami kamu sendiri?”
Stigma seperti itu di zaman sekarang bertebaran dimana-mana, seolah perempuan punya pendidikan tinggi karena berniat ingin menyaingi laki-laki, apalagi perkataan “Nanti pada minder loh laki-laki sama kamu.”
Hanya karena perempuan punya pendidikan tinggi, laki-laki merasa tidak percaya diri dan takut disaingi? Padahal, seharusnya laki-laki merasa bersyukur ketika mendapatkan perempuan yang punya pendidikan tinggi, sebab mendidik anak bagi laki-laki dimulai saat memilih siapa ibunya.
Jadi percayalah, ketika perempuan ingin berpendidikan, punya wawasan yang luas, punya pengetahuan yang luas, bukan karena ia ingin menyaingi laki-laki. Tapi karena ia menyadari suatu saat akan menjadi pendamping laki-laki hebat, laki-laki yang tak mengeluh meski jalan yang ia lalui sulit, yang selalu bisa menjadi support sistem yang baik, dan suatu saat perempuan akan menjadi seorang ibu peradaban.
Jika laki-laki mengatakan perempuan tak perlu berpendidikan, tak perlu punya wawasan yang luas, tak perlu berilmu, lantas bagaimana ia mendidik anak-anaknya kelak? Sedangkan ibu adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak-anaknya, perempuan sebagai calon ibu peradaban, seharusnya memang punya bekal untuk mendidik anaknya kelak. Karena anak tak bisa memilih lahir dari ibu yang seperti apa, tapi mau menjadi ibu yang seperti apa itu adalah pilihan perempuan.
Perempuan itu, ketika ia kecil ia menjadi surga untuk ayahnya, ketika ia menikah ia menjadi penyempurna agama suaminya, dan ketika ia menjadi ibu surga ada di telapak kakinya. Namun tak pernah lupa juga, bahwa surga untuk perempuan itu di bawah telapak kaki ibunya, tapi ketika ia sudah menikah surga terletak pada suaminya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu, dia berkata:
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” jawab beliau “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251).
Dan dalam hadits riwayat Ahmad :
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau.” (HR. Ahmad)
Jadi, jika seorang wanita ingin masuk surga dari pintu manapun salah satunya adalah dengan mentaati suami.
Karena aku tau jika suamiku kelak adalah surgaku, maka memuliakannya bukan hanya pilihan tapi sebuah keharusan.
Menjadi ibu yang baik, berawal dari menjadi istri yang baik, menjadi istri yang baik berawal dari menjadi perempuan yang berkualitas, beriman, berakhlak baik, berilmu, punya wawasan luas, dan punya prinsip yang baik.