Jadi percayalah, ketika perempuan ingin berpendidikan, punya wawasan yang luas, punya pengetahuan yang luas, bukan karena ia ingin menyaingi laki-laki. Tapi karena ia menyadari suatu saat akan menjadi pendamping laki-laki hebat, laki-laki yang tak mengeluh meski jalan yang ia lalui sulit, yang selalu bisa menjadi support sistem yang baik, dan suatu saat perempuan akan menjadi seorang ibu peradaban.
Jika laki-laki mengatakan perempuan tak perlu berpendidikan, tak perlu punya wawasan yang luas, tak perlu berilmu, lantas bagaimana ia mendidik anak-anaknya kelak? Sedangkan ibu adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak-anaknya, perempuan sebagai calon ibu peradaban, seharusnya memang punya bekal untuk mendidik anaknya kelak. Karena anak tak bisa memilih lahir dari ibu yang seperti apa, tapi mau menjadi ibu yang seperti apa itu adalah pilihan perempuan.
Perempuan itu, ketika ia kecil ia menjadi surga untuk ayahnya, ketika ia menikah ia menjadi penyempurna agama suaminya, dan ketika ia menjadi ibu surga ada di telapak kakinya. Namun tak pernah lupa juga, bahwa surga untuk perempuan itu di bawah telapak kaki ibunya, tapi ketika ia sudah menikah surga terletak pada suaminya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu, dia berkata:
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” jawab beliau “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251).