Oleh: Kanda Nur Ahdi Asmara, Kader HMI MPO Cabang Serang
Sering kali kita membandingkan apa yang telah kita capai dengan pencapaian orang lain. Melihat bahwa perkembangan orang lain selalu lebih baik, dan merasa kecewa terhadap apa yang ada pada diri sendiri. Membuat persepsi pencapaian yang terlalu tinggi, dan selalu ingin sama dengan orang lain. padahal, standar pencapaian manusia sangatlah berbeda-beda, hal tersebut dapat kita buktikan dengan melihat beberapa contoh berikut:
- Ada orang yang sukses di usia 15 tahun, akan tetapi Tuhan mengambilnya di usia 30 tahun;
- Ada orang yang sukses di usia 30 tahun, tetapi Tuhan mengambilnya di usia 60 tahun;
- Kemudian ada pula orang yang sukses di usia 50 tahun dan Tuhan mengambilnya di usia yang sama.
Beberapa contoh di atas, menggambarkan dengan jelas bahwa standar pencapaian seseorang sangatlah berbeda, tidak bisa disamaratakan dengan siapapun. Maka dari itu, sudah seharusnya kita mengubah pola pemikiran tentang standarisasi pencapaian. Dengan menggunakan pola bergerak dan renggut tantangan, resiko, rasa kecewa, bahkan keputusasaan yang ada di depan.
Dari beberapa tekanan yang akan kita alami di masa depan, pasti akan membuat kita paham tentang arti sebuah perjuangan, menyadarkan arti dari sebuah pengorbanan, sehingga lebih berusaha dalam mengedepankan rasa syukur, sabar dan tentunya mengajarkan tentang keikhlasan.
Jadi menurutku, biarlah Tuhan yang menentukan standar pencapaian hidup di dunia. Kita hanya perlu menjalani kehidupan dengan rasa syukur atas apa yang telah dicapai sampai hari ini.
Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 7 yaitu:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Ayat tersebut mengajarkan agar kita menanamkan lebih dan lebih rasa syukur atas apa yang telah kita lakukan, dan tidak memperdulikan lagi tentang standarisasi pencapaian diri terhadap orang lain.
Biarkanlah Tuhan yang menentukan hidup kita. Karena mensyukuri nikmat Tuhan tidak melulu tentang berucap syukur, tetapi dengan bergerak atas apa yang Tuhan telah berikan.
Tuhan telah memberikan mata untuk melihat, kedua telinga untuk mendengar, kedua tangan untuk memegang, kedua kaki untuk berjalan, dan sebuah kepala untuk berfikir.
Maka dari itu, pergunakanlah dengan sebaiknya-baik nya, karena itupun merupakan bagian dari cara menikmati rasa syukur kepada Allah SWT. Kita harus yakin dan percaya bahwa apa yang Allah SWT berikan adalah takdir yang sangat indah.