Oleh: Kanda Ibriansyah Irawan, Ketua Umum HMI Cabang Palopo 2018-2019, Anggota Komisi Politik PB HMI MPO 2020-2022
“Bubarkan HMI, Bubarkan HMI, Bubarkan HMI” teriakan Soekarno dalam pidatonya pada kongres pertama salah satu organisasi mahasiswa pada saat itu. Teriakan ini bukan tidak memiliki alas pikir yang jelas. Soekarno menganggap bahwa Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi anti revolusioner dan reaksioner. Ia juga menganggap HMI sebagai tukang kritik dan liberal yang dimungkinkan akan membawa budaya kebarat-baratan, serta menuding HMI sebagai anak Partai Masyumi. Tapi entah mengapa bukan HMI yang bubar, melainkan Soekarno yang lengser dari jabatannya. Keadaan ini menjadi bukti sejarah bahwa di masa lalu HMI memiliki pendirian yang jelas kendati harus bersebrangan dengan pemerintah. Walaupun ada upaya beberapa tokoh besar di Indonesia menginginkan agar HMI dibubarkan saja, termasuk tokoh besar PKI yakni DN Aidit.
Keberadaan HMI sebagai laboratorium pengetahuan telah melahirkan tokoh-tokoh intelektual yang memberikan kontribusi besar terhadap bangsa dan negara. Hal menjadikan eksistensinya semakin dinamis. Memiliki senior atau alumni yang telah menjabati posisi strategis, sesekali menjadi jualan anak-anak HMI dalam melakukan sosialisasi perekrutan anggota baru ditingkatan Komisariat. Sebuah kejadian yang wajar dan memang terhitung sebanyak 10 0rang alumni yang menjabat sebagai Menteri di Kabinet Indonesia Maju dibawah kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf.
Salah satu isu populer yang melekat dalam tubuh HMI adalah dualisme kepengurusan, terhitung sejak tahun 2020-2022 ada empat struktur kepengurusan Pengurus Besar (PB), salah satunya adalah dualisme tertua yang dimulai sejak tahun 1986. Semua berjalan sesuai misinya masing-masing, namun apa pentingnya hingga harus terpecah menjadi empat kepengurusan pengurus besar? Ini tentu akan menjadi katastrofe dalam tubuh organisasi yang berefek pada minimnya energi serta progresivitas organisasi. Sementara dalam forum pengambilan keputusan tertinggi (Kongres) telah tersedia fasilitas untuk mengurai semua masalah yang ada dalam internal dan harusnya energi kepengurusan tidak lagi habis terkuras untuk mengonsolidasikan perpecahan pasca ditetapkan pimpinan yang baru, lahirnya dualisme pada setiap kali terlaksananya kongres berakibat pada krisisnya eksistensi HMI dalam ruang sosial eksternal.