Literatur

KeberPancasilaan yang bukan Pancasila, Menuduh Agama melalui keberAgamaan

Published

on

Oleh : Ugha Anugrah

Pancasila sebagai sebuah nilai sekaligus falsafah kenegaraan memang merupakan hal yang tidak bisa dinafikkan perannya dalam merekatkan jiwa nasionalisme dalam bernegara, sekaligus sebagai dasar negara yang di dalamnya memuat nilai ketuhanan, kemanuniaan, persatuan, musyawarah, serta keadilan.

Kehadiran Pancasila sebagai sebuah kesepakatan bukah hal yang mudah namun melalui berbagai hambatan bagaimana tidak pada Sidang lengkap BPUPKI tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia sembilan yakni “Piagam Jakarta”, Selanjutnya tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan sebagai Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai mukaddimah, hingga selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.

Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang mengakhiri riwayat untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi baru, berarti upaya menggugat Pancasila sebagai negara begara secara konstitusional telah usai, hal ini juga sebagai penegas bahwa Pancasila merupakan pemenang dari dua pesaingnya.

Diluar dari itu semua Pancasila merupakan dasar negara yang harus di akui, karenanya sikap bernegara kita tidak boleh keluar dari nilai luhur yang diserap menjadi Pancasila. Dan oleh sebab itu menjadi pribadi yang keluar dari pada lima nilai tersebut dapat disebut sebagai orang yang berprilaku buruk dalam berama.

Sebut saja misalnya oknum warga negara yang melakukan tindak yang diluar dari nilai ketuhan seperti memberhentikan pengajian dan mengamankan acara dangdutan dengan melakukan pengawalan, atau yang labih parah lagi mengawasi khutbah Jum’at sedang pembalakan liar dan tambang dibiarkan.

Baca Juga:  Coretan #DiRumahSaja: Teruntuk Corona, Mampirnya Jangan Lama-lama Yah

Atau, oknum warga negara yang tidak lagi mengatualkan nilai kemanusiaannya seperti membiarkan menumpuknya kasus HAM di Indonesia, bahkan ada oknum warga negara yang secara sadar mengatakan kepada sesamanya sebagai sebutan “monyet”, dengan dalih apapun ini tidak mencerminkan nilai kemanusiaan.

Sama halnya dengan oknum warga negara yang mencoreng nilai persatuan, karena merasa mayoritas menindas kaum menoritas dengan berbagai macam alasan mengaktualkan kebringasannya dengan merusak tempat-tempat komunitas, pekumpulan dan bahkan rumah ibadah.

Begitupun dengan oknum warga negara yang menghianati permusyawaratan, dengan hasrat kekuasaan segala cara coba dilakukan mulai dari munghujat, memelas, memanipulasi, bahkan sampai menjilat demi merasakan kursi panas, dan anehnya lagi membuat mekanisme yang sedemikian rupa agar suara seorang profesor itu sama dengan suara orang yang tak mengenyam pendidikan. (tanpa niat menjelekkan atatus sosial)

Bahkan ada oknum warga negara yang dengan sengaja menghancurkan keadilan, ujarnya seperti ini “Caranya mempermudah, menyederhanakan, perizinan investasi dan investasi itu bukan hanya investasi asing. Investasi dalam negeri pun selama ini sering terkendala oleh perizinan karena banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih. Makanya dibuat Omnisbus law untuk mempermudah perizinan,”

Baca Juga:  Dimana Tersesat?

Lalu dimana kita bisa melihat nilai Pancasilanya?

Sehingga saya mulai berfikir bahwa onum warga negara ini moncoba memanupulasi fikiran kita sedemikian rupa sesuai kepentingannya, sehingga Pancasila yang seharusnya membawa kesejukan menjadi suatu yang membawa kepanikan bagi masyarakat dikarenakan “KeberPancasilaan” yang keluar di jalurnya.

“KeberPancasilaan” yang selama ini membuat kegaduhan di Indonesia bahkan mencoba mengusik Agama yang didalamnya terkandung nilai ilahiyah, dan saya rasa hal ini telah keluar dari nilai Pancasila.

Adapun tuduhan terhadap Agama seperti radikalis, teroris, ekstrimis, ingin mengganti Pancasila dan sebagainya, hanya sebuah tuduhan karena kita tau bersama tidak ada agama yang mengajarkan hal yang demikian. Melainkan hal ini dilakukan oleh oknum warga negara yang membawa-bawa agama sebagai suatu faham keberamaanya.

Agama dan Pancasila sebagai sistem nilai dengan level yang berbeda harusnya bersama-sama menciptakan tatanan masyarakat yang dicitakan bersama sekaligus memusuhi keberagaaman dan KeberPancasilaan yang mencoba merusak cita tersebut.

Wallahu’alam Bissawab

Lagi Trending