Oleh : Kanda Anugrah Ade Putra, HMI MPO Cabang Palopo
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan Kami tidak Mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Al-Anbiya’ 107).
Akhir-akhir ini sering dijumpai berbagai macam upaya yang coba membenturkan antar agama dan negara. Meski banyak diantara kita telah mengetahui ada beberapa pola yang dapat digunakan untuk melakukan upaya dalam menjalinkan hubungan antara keduanya. Di antranya Integralistik, sekularistik, dan substantiftik.
Sama halnya di atas, kita juga telah mengetahui pola yang cederung digunakan oleh negara Indonesia yakni “Sekularistik”, sehingga dapat difahami bahwa urusan politik dan agama dipisahkan, namun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dikarenakan PANCASILA dalam sila pertamanya berisikan Ketuhanan yang Maha Esa, sehingga dari hal ini hubungan diantara keduanya tidak benar-benar terputus, walhasil Indonesia tidak dapat dikatakan sebagai negara Agama tertentu sekaligus bukan negara Sekuler.
Oleh karenaya perlu ada Takaran baru untuk mengatur cara berfikir dalam melihat hubungan Negara dan keberagamaan di Indonesia dengan menjadikan PANCASILA sebagai titik temu dengan memperhatikan beberapa dasar:
- Memberikan ruang Agama mayoritas dan minoritas secara konstitusional dalam NKRI
- Mengenengahkan sifat harmonisasi antar ummat beragama
- Menjaga persatuan dan kesatuan NKRI
- Menyadari Pola yang dibuat besifat jangka panjang
- Sarana Rekonsiliasi nasional dari Sabang sampai Merauke.
Dari kelima dasar tersebut Takaran dapat dibuat, sehingga menghasilkan racikan yang berguna menghadirkan hubungan yang baru terhadap urusan bernegara dan beragama.
Ingin Tulisan Kalian Di Terbitkan Disini? Sila Kirim Naskahnya ke Redaksi.SHC@Gmail.com ☺
Kru LAPMI Serang~
Dan perlu diingat terlebih dahulu bahwa ummat Islam di Indonesia telah melakukan berbagai macam usaha terhadap pembentukan negara Islam baik secara konstitusional maupun secara inkostitusional melalui NII-DI/TII, yang kesemuanya belum mendapatkan hasil yang diinginkan. Namun Pancasila justru di pertahankan sebagai Dasar negara atas hubungan Islam dan kehidupan bernegara.
Walhasil ummat Islam mestinya menyadari tidak hadirnya kesenjangan antara keislaman dan keIndonesiaan ditandai dengan pertumbuhan, perkembangan serta pluralisme yang terjalin, maka dengan meletakkan perihal tersebut secara konstitusional di negara Pancasila akan memberikan kesempatan bagi ummat Islam sebagai penduduk mayoritas, walau bukan menjadi negara Islam sekaligus bukan negara sekuler untuk menutup pancaran rahmat Islam.
Terakhir, merefleksikan perkataan V.H Endang Saifuddin Anshari ” mengingatkan kondisi objektif Indonesia dimana kelompok nasionalis Islami, Nasionalis (muslim,keristen, dll) dan sekuler dapat dikatakan berimbang. Sehingga dapat dipastikan Indonesia tidak dapat dijadikan sebagai negara Islam sebagaimana indonesia tidak dapat dijadikan negara yang secara terang-terangan anti terhadap Islam.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa mesti disadari sebahagian besar dasar negara secara format bukan Islam, akan tetapi tiap-tiap Dasar negara tersebut tidak mengabaikan nilai Islami sebagai sumber Inspirasi.