Oleh: Kanda Ikmal Anshary, Kader HMI MPO Komisariat UIN SMH Banten
Sosok Haji Oemar Said atau yang lebih dikenal dengan nama Tjokroaminoto, dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1882. Pahlawan nasional ini sangat dihormati oleh berbagai golongan di Indonesia, karakter dan pola pikirnya dipengaruhi oleh keluarga dan kehidupan masa kecilnya.
Tjokroaminoto adalah pemimpin, ulama, politikus, dan ekonom Islam yang sangat berpengaruh pada abad ke-20. Sepanjang masa hidupnya, ia mencurahkan segenap waktu, pikiran, dan tenaganya untuk kemandirian Bangsa Indonesia. Ia merupakan sosok pekerja keras hingga hayatnya. Dan yang pertama kali memelopori terbentuknya organisasi pergerakan moderen yang berskala nasional, yakni Sarekat Islam. Ia telah membawa pengaruh bagi para pendiri Republik Indonesia.
Tjokroaminoto sering mengajak rakyat pribumi untuk berkumpul demi menumbuhkan kesadaran pada pentingnya kemerdekaan. Dari situ pula, mulai muncul acara-acara vergadring (rapat akbar). Tjokroaminoto adalah orator yang berbakat sebagaimana pernah dilukiskan oleh penulis Belanda P.F. Dahler, “Perawakannya mengagumkan, pekerja keras dan tidak mudah mengenal lelah, mempunyai suara yang indah dan berat serta mudah didengar oleh beribu-ribu orang yang seolah-olah terpaku oleh bibirnya apabila ia berpidato dengan lancar dan keyakinan sungguh-sungguh.”
“Tjokroaminoto memiliki een mole, krachtige baritone stem (suara yang merdu dan berat kuat). Istilah bariton mempunyai arti khusus dalam seni musik,” ujar Dahler. Tjokroaminoto sendiri memang istimewa, orang di baris depan dapat mendengar suaranya sama kerasnya dengan orang yang duduk di baris belakang. Ia juga mampu mengikat perhatian massa pendengar selama berjam-jam.
Sedangkan, penulis Masyhur Amin mengatakan, “Perawakan Tjokroaminoto tegap, termasuk perawakan lelaki tulen dan bergas, artinya tanpa banyak solek dan gayanya banyak memikat hati orang lain, budi pekertinya sangat luhur, ringan tangan, mau menolong sesama, berani, dan teguh pendiriannya, disiplin waktu dan pantang mundur menghadapi lawan, serta bukan main manisnya dalam pergaulan beserta kawan-kawannya.”
Beliau juga pemimpin yang terkenal, tetapi juga teguh beribadah dan tak kuasa rasanya melukiskan tentang kepribadiannya, bahkan sampai cara berpakaian pun menunjukkan ciri nasionalnya. Sementara, banyak teman-temannya menggunakan ciri barat, tetapi beliau masih menggunakan pakaian jawa asli. Dan, pakaian inilah yang selalu dipakai kapan dan dimana saja tanpa rendah diri.
Muhammad Roem juga mengakui bahwa Tjokroaminoto sangat lihai berpidato. Ia mempersilahkan siapa pun mendengar dan melihat Soekarno atau Harsono Tjokroaminoto berpidato, maka kira-kira begitulah gaya dan nada Tjokroaminoto pada saat berorasi.
Soekarno memang menyerap kecerdasan Tjokroaminoto, terutama dari gaya berpidato. la sering belajar berpidato di depan cermin di dalam kamarnya yang pengap dan gelap. Di salah satu kamar kos milik Tjokroaminoto tersebut, ia berpidato secara berapi-api. la berkata, “Aku hampir setiap malam menghabiskan waktuku untuk belajar kepada Pak Tjokro. Ke mana pun ia pergi, aku tetap mengikutinya. Dan, aku hanya duduk di sana sambil belajar dengan mengamat- ngamatinya. Dia memiliki wibawa yang besar sekali terhadap rakyat. Aku tidak pernah membaca buku-buku bacaan yang murah tentang menjadi ahli pidato di rapat-rapat umum, juga aku tidak pernah mempraktikkannya di depan sebuah cermin. Bukan karena aku tidak cukup bangga untuk berlagak di depan sebuah cermin, tetapi karena aku memang tidak pernah melakukannya. Cerminku hanya Tjokroaminoto. Aku memperhatikan sungguh-sungguh gayanya ia berpidato. Aku belajar banyak dari Pak Tjokro dan aku mempraktikkannya.”