Literatur
Menyingkap Tabir Manusia Indonesia Muchtar Lubis
Published
1 tahun agoon
Tahun 1977 di Taman Ismail Marzuki. Orasi legendaris tersebut menjelaskan enam sifat manusia Indonesia menurut pandangan Mochtar Lubis. Kemudian diangkat menjadi sebuah buku dengan judul “Manusia Indonesia” menjadi bahan pembicaraan ramai dan mendapat tanggapan serta kritik dari sana-sini sejak selesai diceramahkan di taman Ismail Marzuki Jakarta.
Dalam pidato tersebut menimbulkan banyak pendapat pro dan kontra di masyarakat, tapi di sisi lain juga membangkitkan pemikiran kritis tentang manusia Indonesia. Bagaimana sosok ‘manusia Indonesia’ yang digambarkan oleh Mochtar Lubis dalam pidatonya ini? Masih samakah dengan manusia Indonesia pada hari ini? Dalam Manusia Indonesia, Mochtar Lubis menggambarkan manusia Indonesia dengan enam sifat berikut;
Hipokritis alias Munafik
Ciri pertama disebut Salah satu ciri manusia Indonesia yang cukup menonjol ialah HIPOKRITIS alias MUNAFIK. Berpura-pura, lain di muka, lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
Sistim feodal kita di masa lampau yang begitu menekan rakyat dan menindas segala inisiatif rakyat, adalah salah sebuah sumber dari hipokrisi yang dahsyat ini. Kemudian datang berbagai agama, Iyang meskipun datang membawa nilai-nilai yang memperkaya kehidupan jiwa manusia Indonesia, akan tetapi di berbagai daerah karena caranya datang memakai paksaan dan kekerasan, atau datang sebagai sekutu kekuasaan penjajah, maka ia pun datang tidak sepenuhnya dan di mana-mana diterima sebagai satu unsur atau kekuatan pembebasan manusia Indonesia.
Kita semua mengutuk korupsi, atau istilah barunya “komersialisasi jabatan”, tetapi kita terus saja melakukan korupsi dan dari hari ke hari korupsi bertambah besar saja. Sikap manusia Indonesia yang munafik seperti ini yang memungkinkan korupsi begitu hebar berlangsung terus menerus selama belasan tahun di Pertamina umpamanya, dan meskipun fakta-fakta sudah jelas dan terang, akan tetapi hingga hari ini belum ada tindakan hukum diambil terhadap para pelaku utamanya.
Di samping ini kita juga mengatakan, bahwa hukum di negeri kita ini berlaku sama terhadap setiap orang. Prakteknya kita lihat pencuri kecil masuk penjara, tetapi pencuri besar bebas, atau masuk penjara sebentar saja.
Akibat dari kemunafikan manusia Indonesia, yang berakar jauh ke masa kita sebelum dijajah oleh bangsa asing, maka manusia Indonesia pada masa kini terkenal dengan sikap ABS-nya (asal bapak senang). Sikap ABS ini telah berakar jauh ke zaman dahulu, ketika tuan feodal Indonesia merajalela di negeri ini, menindas rakyat dan memperkosa nilai-nilai manusia Indonesia.
Untuk melindungi dirinya terpaksalah rakyat memasang topeng ke luar, dan tuan feodal, raja. sultan, sunan, regent, bupati, demang, tuanku laras, karaeng, teuku dan tengku, dan sebagainya, selalu dihadapi dengan inggih, sumuhun. ampun duli tuanku, hamba patik tuanku!
Sampai hari ini, saat ini, dan entah berapa lama lagi, sikap ini masih berlaku dalam diri manusia Indonesia. Yang berkuasa senang di-ABS-kan oleh yang diperintahnya dan yang diperintah senang meng-ABS-kan atasannya.
Sikap munafik yang sudah ditanam ke dalam diri manusia Indonesia ini oleh manusia Indonesia lainnya yang lebih berkuasa dan menindas dan memeras, merampas dan memperkosa kemanusia- an mereka, lebih dipertebal lagi oleh datangnya kekuasaan-kekuasaan dari luar tanah air kita: orang Portugis dan Spanyol, yang disusul oleh orang Belanda, yang juga mentrapkan terhadap sebagian terbesar rakyat kita kekerasan dan kekejaman.
Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya
Ciri kedua utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. “Bukan saya”, adalah kalimat yang cukup populer pula di mulut manusia Indonesia. Atasan menggeser tanggungjawab tentang sesuatu kesalahan, sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang tidak baik, satu kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan demikian seterusnya.
Dalam sejarah kita dapat kita hitung dengan jari pemimpin-pemimpin yang punya keberanian dan moralitas untuk tampil ke depan memikul tanggung jawab terhadap sesuatu keburukan yang terjadi di dalam lingkungan tanggung jawabnya.
Menghadapi sikap tidak mau memikul tanggung jawab terhadap sesuatu yang merugikan ini, bawahan bukan pula tidak punya jawabannya sendiri. Mereka cepat pula memajukan pembelaan dengan mengatakan “Saya hanya melaksanakan perintah dari atasan!”
Lempar-melempar tanggung jawab ini, menurut Mochtar Lubis, sangat tidak asing sekali di kalangan manusia Indonesia. Hal ini berkebalikan jika yang terjadi adalah kesuksesan atau keberhasilan, setiap orang akan berlomba-lomba mengakui kontribusi dan perannya.
Berjiwa Feodal
Ciri ketiga utama manusia Indonesia adalah jiwa feodal nya, Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah juga untuk membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia.
Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian (umpamanya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasi-organisasi isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya.
Percaya Takhayul
Ciri yang satu ini tak lepas dari kebudayaan dan tradisi bangsa Indonesia yang masih percaya pada benda-benda yang disembah untuk memperoleh berkah. Tak jarang nyawa pun dipertaruhkan sebagai bagian dari persembahan.
Sampai saat ini, masih banyak program televisi yang menayangkan hal-hal berbau magi dan gaib dan nyatanya hal tersebut masih saja menghibur manusia Indonesia sampai saat ini. Tak hanya tayangan berbau takhayul, pengobatan yang mengandalkan dukun dan sihir pun masih terus dilakukan oleh masyarakat daerah di Indonesia. Kepercayaan itu terus dilakukan meski tak ada penelitian yang mampu membuktikan keabsahannya.
Artistik
Ciri kelima utama manusia Indonesia adalah artistik. Karena sikapnya yang memasang roh, sukma, jiwa, tuah dan kekuasaan pada segala benda alam di sekelilingnya, maka manusia Indonesia dekat pada alam. Dia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan nya, dengan perasaan-perasaan sensuilnya, dan semua ini mengem bangkan daya artistik yang besar dalam dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan artistik dan kerajinan yang sangat indah-indah, dan serba neka macamnya, variasinya, warna-warninya.
Sejak dari ratusan tahun lampau sampai kini hasil daya cipta artistik manusia Indonesia telah diboyong ke luar tanah air kita, dan kini di museum-museum penting di Eropa, Amerika dan berbagai negeri lain koleksi tembaga, tenun, batik, patung batu dan kayu, ukiran kayu, tenunan Lampung. Batak, Toraja, Sumba, ukiran Bali, kerajinan perak dan emas, Kalimantan, Maluku, merupakan koleksi yang dibanggakan dan amat digemari.
Musik, seni tari, folklore, menunjukkan daya imaginasi yang sangat kaya dan subur, daya cipta yang amat besar. Bagi saya ciri artistik manusia Indonesia adalah yang paling menarik dan mempesonakan, dan merupakan sumber dan tumpuan harapan bagi hari depan manusia Indonesia.
Watak Lemah
Ciri keenam manusia Indonesia punya watak yang lemah. Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahan- kan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk “survive” bersedia mengubah keyakinannya.
Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektuil amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia. Ia terjadi bukan saja semasa Soekarno bergila-gila dan menumbangkan segala prinsip-prinsip ilmiah demi “revolusi-nya Soekarno”, tetapi juga sudah di zaman Jepang.
Dahulu Soekarno mengatakan bahwa inflasi itu baik, asal demi “revolusi Indonesia”. Akibatnya waktu dia jatuh dari kekuasaan, laju inflasi di negeri kita sudah mencapai 650 persen setahun, dan negeri kita bangkrut, rakyat morat-marit. Tetapi waktu Soekarno berkata demikian, para ahli ekonomi kita bertepuk tangan menyanjung pikiran brilian pemimpin besar revolusi itu.
Pada waktu itu juga ada ahli ekonomi yang mengagungkan ekonomi Marxis (yang sama sekali tidak diyakininya), karena begitu Soekarno jatuh, maka dia lalu menyanjung ekonomi pasar bebas (free market forces economy) satu rumusan untuk tidak menyebut ekonomi kapitalis.
Selain keenam ciri di atas, Mochtar Lubis juga menyebutkan ciri-ciri lain manusia Indonesia. Di antaranya, boros, menyukai segala sesuatu yang instan, penggerutu, punya rasa humor yang baik, cepat belajar, dan beberapa ciri lainnya.
Nah, berdasarkan isi pidato kebudayaan yang disampaikan pada tahun 1977 tersebut, bagaimana pendapatmu? Apakah manusia Indonesia hari ini, pada tahun 2023 atau 46 tahun setelah pidato tersebut pertama kali disuarakan, ada perbedaannya? Atau masih sama saja?
Pada masanya, pidato ini menuai banyak tanggapan. Tanggapan-tanggapan itu, beserta jawaban dari Mochtar Lubis terhadap tanggapan yang disampaikan juga dimuat di dalam buku dengan tebal 135 halaman ini, diakhir laman tanggapan Muchtar Lubir mengutarakan keinginannya mengemukakan pemikiran kita dengan sumber kekuatan-kekuatan yang ada di dalam negri kita dan diri kita sendiri. Tanggapan-tanggapan yang dimuat di dalam buku ini di antaranya adalah tanggapan dari Sarlito Wirawan Sarwono dari fakultas psikologi UI (Mei, 1977), Margono Djojohadikusumo selaku pendiri Bank Negara Indonesia (Mei 1977), dan Wildan Yatim seorang sastrawan dan ahli biologi (Mei, 1977).