Kita semua mengutuk korupsi, atau istilah barunya “komersialisasi jabatan”, tetapi kita terus saja melakukan korupsi dan dari hari ke hari korupsi bertambah besar saja. Sikap manusia Indonesia yang munafik seperti ini yang memungkinkan korupsi begitu hebar berlangsung terus menerus selama belasan tahun di Pertamina umpamanya, dan meskipun fakta-fakta sudah jelas dan terang, akan tetapi hingga hari ini belum ada tindakan hukum diambil terhadap para pelaku utamanya.
Di samping ini kita juga mengatakan, bahwa hukum di negeri kita ini berlaku sama terhadap setiap orang. Prakteknya kita lihat pencuri kecil masuk penjara, tetapi pencuri besar bebas, atau masuk penjara sebentar saja.
Akibat dari kemunafikan manusia Indonesia, yang berakar jauh ke masa kita sebelum dijajah oleh bangsa asing, maka manusia Indonesia pada masa kini terkenal dengan sikap ABS-nya (asal bapak senang). Sikap ABS ini telah berakar jauh ke zaman dahulu, ketika tuan feodal Indonesia merajalela di negeri ini, menindas rakyat dan memperkosa nilai-nilai manusia Indonesia.
Untuk melindungi dirinya terpaksalah rakyat memasang topeng ke luar, dan tuan feodal, raja. sultan, sunan, regent, bupati, demang, tuanku laras, karaeng, teuku dan tengku, dan sebagainya, selalu dihadapi dengan inggih, sumuhun. ampun duli tuanku, hamba patik tuanku!
Sampai hari ini, saat ini, dan entah berapa lama lagi, sikap ini masih berlaku dalam diri manusia Indonesia. Yang berkuasa senang di-ABS-kan oleh yang diperintahnya dan yang diperintah senang meng-ABS-kan atasannya.
Sikap munafik yang sudah ditanam ke dalam diri manusia Indonesia ini oleh manusia Indonesia lainnya yang lebih berkuasa dan menindas dan memeras, merampas dan memperkosa kemanusia- an mereka, lebih dipertebal lagi oleh datangnya kekuasaan-kekuasaan dari luar tanah air kita: orang Portugis dan Spanyol, yang disusul oleh orang Belanda, yang juga mentrapkan terhadap sebagian terbesar rakyat kita kekerasan dan kekejaman.