Lebih lanjut, Kongres sebagai kekuasaan tertinggi dari tingkatan yang ada dalam bentuk musyawarah, seyogyanya dihadiri oleh perwakilan yang menjadi representasi cabangnya masing-masing, dengan pembagian jumlah utusan dan yang sesuai ART BAB III tentang STRUKTUR ORGANISASI pada pasal 16 poin J. Yang tentunya didahului oleh identifikasi kesehatan cabang.
Atas dasar tersebutlah dapat diasumsikan paling tidak Kongres dapat berjalan sebagaimana wewenang atas kuasa yang diberikan, seperti menilai LPJ pengurus besar, menetapkan AD-ART, KP, serta pedoman-pedoman lainnya, memilih ketum yang merangkap formatur beserta 4 midformatur, dan terakhir menunjuk Majelis Syuro Organisasi (MSO).
Lantas, apakah yang terjadi benar demikian. Mari kita ulas secara bersama, sehingga mampu dimaklumi kenapa konstitusi di HMI sekadar menjadi hiasan, bahkan acap kali dirobek karena malah berpikir jauh lebih hebat gagasannya ketimbang apa yang tertuang pada konstitusi.
Pertama, tercatat pada konstitusi 1 Maret 2020 disahkannya konstitusi yang baru, sehingga dapat diketahui Kongres berlangsung pada hari tersebut, otomatis jika dikaitkan dengan kondisi kepengurusan HMI periode kali ini telah jauh melampaui, dan tentu hal ini menyalahi ART pasal 14 poin C.
Sayangnya hal ini dapat dimaklumi oleh sebagian besar kepengurusan, sehingga tidak ada cabang inisiatif untuk mengadakan KLB yang disetujui oleh separuh cabang. Kemudian suara-suara sumbang bermunculan dengan gerakan tambahan yang tak sesuai dengan aturan yang berlaku, bagi saya orang semacam ini ibarat mengepel lantai dengan kain kotor.
Kedua, Kongres yang bakal berlangsung sepertinya melupakan pengurus di bagian lembaga koordinasi, dengan berfokus pada LPJ, sehingga pengurus Badko sering kali demisioner secara tidak terhormat, karena tidak diberi kesempatan untuk mengadakan musyawarah daerah terlebih dahulu sebelum Kongres diadakan, sehingga hasil-hasil Musda yang diselenggarakan diserahkan kepada pengurus besar, kemudian dipertanggungjawabkan secara umum pada Kongres. Jika ini terjadi, maka tidak ada lagi Badko yang menyebrang periode kepengurusan PB yang baru, seolah-olah badan pada tingkatan sendiri.