Literatur

Pemira dan Makna Suatu Tujuan

Published

on

 

Oleh: Kanda Irkham Magfuri Jamas, Ketua Umum MPO Cabang Serang

Salam dari pemuda yang muncul dari daerah antah berantah, mengutarakan rasa gundah dari realita yang nyata. Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat terdengar adil di telinga tapi mengganjal di dada. Gimana kalau rakyatnya bodoh? Berarti dari orang bodoh, oleh orang bodoh, untuk orang bodoh? Memangnya bijakah yang demikian itu? Sehingga jelas sudah bahwa hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki kesadaran ilmu dan pengetahuan serta wawasan yang luas, bukan diperuntukkan bagi mereka yang kurang akal. Sangat disayangkan, pendidikan politik di negeri ini sangat amburadul. Meskipun tingkat partisipasi pemilu yang sering dijadikan sebagai variabel yang menentukan tingkat kesadaran politik.1 Ternyata tak serta merta menggambarkan kebijaksanaan dalam berpolitik. Sehingga tulisan ini juga memuat kritik terhadap tingkat kesadaran politik pada masyarakat yang tidak diimbangi dengan tingkat kebijaksanaan dalam berpolitik.

Berdasarkan epistimologi kesadaran politik terdiri dari dua kata yaitu ‘kesadaran’ dan ‘politik’ menurut KBBI kesadaran berarti keadaan mengerti, sedangkan politik menurut KBBI berarti suatu bentuk pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, disisi lain juga diartikan sebagai cara bertindak. Secara istilah kesadaran politik dapat diartikan bahwa seseorang memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang tindakannya dalam memilih pilihannya. Menurut Surbakti, Kesadaran Politik diartikan sebagai kesadaran bagi warga negara untuk menjalankan hak dan kewajibannya.2 Pengertian lain menurut Miriam Budiarjo mengatakan bahwa kesadaran politik merupakan suatu bentuk perasaan yang lahir dari dalam dirinya mendapat perintah dan kepercayaan bahwa dirinya memiliki pengaruh dalam politik.3 Ia pun sepakat bahwa kesadaran politik merupakan salah satu faktor penting tingginya tingkat partisipasi politik.

Politik yang juga diartikan sebagai sarana mencapai suatu tujuan tentu perlu diilmui dan dipahami dengan cara yang bijaksana. Sebab dengan munculnya kesadaran dan kebijaksanaan dalam berpolitik adalah kunci untuk memperkuat keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Bhineka Tunggal Ika yang dicengkram sang garuda yang gagah perkasa perlu kita rawat berasama. Jangan sampai hanya karena perbedaan pilihan politik kita sebagai saudara mudah diadu domba. Sungguh memalukan bila sampai yang terjadi demikian, apalagi terjadi pada kaum yang katanya terpelajar (mahasiswa). Ingatlah, bangsa ini dipecah belah dengan cara diadu domba. Jika keledai saja tidak akan terperosok di lubang yang sama, masa sebagai manusia lebih dungu dari keledai yang sangat sumbang suaranya.

Berbicara tujuan, sudah tentu dari tiap orang memiliki niat yang luhur dan baik dalam menentukan tujuan. Plato mengatakan bahwa sesungguhnya manusia itu baik, kalaupun dia jahat dia hanya tidak tau dirinya jahat. Atas dasar tersebut kemudian banyak manusia tersesat sebab niat baiknya ternyata disalurkan dengan cara yang keliru sehingga munculah suatu kesalahan.

Tujuan atau niat tersebut yang didasari dari keinginan menggebu dan diisi penuh oleh hawa nafsu menjadi salah satu pintu masuknya setan dalam menggoda anak adam.4 Sehingga untuk mengatisipasi hal tersebut tentu anak adam harus mengedepankan akalnya dalam memilah dan memilih sesuatu dengan harapan dapat tergolong kedalam orang yang selamat.5 Maka sungguh amat beruntung bagi orang yang berakal, sebab merekalah yang diberikan petunjuk yang nyata oleh Allah SWT berupa pembelajaran dan pengetahuan.6 Namun kita pun harus tetap berhati-hati akan bahaya kesombongan dalam diri, sebab tak jarang orang yang diberi pengetahuan kemudian tersesat sebab kesombongannya.7 Maka maha benarlah Allah atas segala firman-Nya.

Dalam berpolitik yang sarat akan suatu capaian atau tujuan kita dapat identifikasi bersama bahwa tujuan sendiri memiliki tingkatan dan cabang capaian. Dalam hal ini penulis kemudian mencoba memahami tujuan-tujuan itu sebagai berikut:

  1. Persuit of the Truth

Persuit of the Truth merupakan tujuan hidup untuk mencari suatu kebenaran. Dalam harmonisasi hidup di dunia tentu menusia secara alamiah akan mencari arti suatu kebenaran atau yang akan kita kenal dengan hakikat. Ketika ia sudah memahami makna suatu hakikat kebenaran maka kemudian ia dapat menjalani kehidupannya berdasarkan pemahaman yang didapat.

Seseorang akan senantiasa tersesat apabila ia belum benar-benar menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Di zaman modern ini kebenaran kerap kali diselubungi dengan kebatilan.8 Sehingga dalam mencari arti suatu kebenaran tentu haruslah ditekuni dengan kesungguhan, kemauan, kecerdasan, pengorbanan dan waktu yang panjang. Sebab kebenaran itu sendiri tidaklah dapat dipahami melainkan dengan ilmu dan petunjuk yang tidak terbantahkan.9

  1. Persuit of Wealth

Setelah menemukan jalan kebenaran tentu manusia pun dalam fitrahnya untuk mencari kecukupan. Persuit of Wealth sendiri didefinisikan sebagai suatu kondisi manusia untuk mencapai kemapanan atau ketercukupan dari segala bentuk kebutuhan hidupnya. Banyak manusia tidak memiliki kesadaran ini sehingga kemudian terjabak dalam kesulitan . Padahal setiap makhluk tuhan sudah ada dan ditetapkan kecukupan baginya.10

Baca Juga:  Menolak 'Arahan Kanda'

Kesadaran dan keyakinan bahwa segala bentuk kebutuhan hidup sebenarnya sudah dijamain merupakan wawasan dan kesadaran yang tidak banyak dimiliki semua orang. Kebanyakan manusia dikendalikan oleh hawa nafsunya yang kemudian menjelma menjadi keinginan yang melampaui batas kemampuan. Sebab hakikatnya manusia merupakan sosok makhluk yang penuh dengan keterbatasan. Adanya keinginan yang tidak terbatas dengan barang pemuas yang terbatas itu lah yang kemudian mendasari lahirnya berbagai macam cabang ilmu pengetahuan seperti dan politik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.11 Namun, tentu hal ini tidak berlaku bila kita mengimani dan berpegang teguh pada referensi yang tidak terbantahkan yaitu Al-Quran.

Sebab, apabila manusia memahami kebutuhan itu merupakan suatu kelangkaan. Maka akan terjadi cheos di bumi ini. Sebab semua manusia akan saling berebut, menjatuhkan, menerkam bahkan membunuh sesama manusia. Sehingga ketercukupan bukan lagi miliki semua manusaia, tetapi hanya menjadi miliki segolongan kecilnya saja. Pada kondisi seperti itu, manusia tak lain bagaikan serigala bagi manusia lainnya.12

  1. Persuit of Happyness

Seperti judul film bukan? Betul sekali, bila pembaca beranggapan demikian. Persuit of Happyness atau Tujuan manusia dalam mencari kebahagiaan memang merupakan hal penting dalam kehidupan. Bila kebahagiaan diisi dengan cara yang sederhana maka akan mudah untuk didapat. Sebab bila untuk mencapai kebahagiaan harus ditempuh dengan syarat-syarat yang penuh dengan keduniawian maka akan menjadi masalah berantai dalam kehidupan. Karena sudah sepatutnya segala bentuk nikmat dan ujian dalam kehidupan di dunia diiringi dengan rasa syukur.13

Arti kebahagiaan sederhana yakni dimana manusia mendapatkan jaminan akan kesehatan, lapangan pekerjaan untuk mencari nafkah dan akses pendidikan yang merupakan ketiganya tersebut adalah kebutuhan pokok dalam kehidupan. Namun, kita pun harus memahami betul bahwasannya dalam lika-liku kehidupan tidak serta merta berjalan tanpa adanya masalah.14 Maka sungguh sebai-baiknya bekal adalah takwa.15

  1. Persuit of the Impact

Tujuan untuk memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung adalah kondisi dimana manusia kemudian telah menyadari secara utuh bahwa keberadaan dirinya di muka bumi tentulah untuk merawat bumi sebagai .16 Sehingga dalam hal ini manusia yang telah memahami tujuan hidup untuk memberi makna dengan menebar manfaat sebesar-besarnya bagi peradaban.17 Teringat pesan mendalam Buya Hamka, “Kalau hidup sekedar hidup babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar kerja kera juga kerja” Maka dari itu hidup sekali hiduplah yang berarti. Hidup dengan keteguhan iman, dengan kedalaman ilmu dan ketulusan amal.

  1. Persuit of Wisdom

Persuit of Wisdom merupakan tujuan manusia dalam mencari hikmah kehidupan sebagai bentuk kebijaksanaan. Sebab kita yakini bahwasannya dalam kehidupan di dunia tentu tidak lepas dari peran Allah SWT sebagai perawat, pengasih lagi maha penyayang. Kerelaan diri akan takdir yang sudah ditetapkan menjadi bekal ketentraman hidup di dunia. Sehingga tak ada kemampuan lain yang mampu mencapai itu selain keinginan luhur untuk mencapai arti suatu kebijaksanaan.

Kebijaksanaan memiliki tingkatan tertinggi dari kebenaran. Sebab dalam kebijaksanaan menelaah secara mendalam sebab akibat sesuatu, ia tidak berbicara mana yang benar dan mana yang salah, melainkan berbicara tentang apa yang salah dan apa yang melatar belakanginya berbuat salah? Bagi orang yang bijak, kesalahan tidak selalu diartikan sebagai suatu yang buruk, Sebab mereka telah mencapai tingkatan bahwa memang dalam keseimbangan kehidupan kesalahan tetap diperlukan sebagai bentuk kesadaran diri bahwa yang maha sempurna hanyalah Allah SWT semata.

Bisa jadi kesalahan atau keburukan yang didapat adalah lebih baik baginya, sedangkan kebikan yang diinginkan lebih buruk baginya.18 Sehingga di mata dan hati orang yang bijaksana selalu diliputi dengan ketenangan dan ketentraman.19

Maka berdasarkan penjelasan diatas, kita tiba pada kesimpulan bahwasannya sudah seyogyanya kita memahami tujuan dalam berpolitik. Bukanlah kemenangan paslon yang kita usung yang menjadi tujuan utama, tetapi persatuan, membangun dan membawa perubahan kearah yang lebih baiklah yang seharusnya menjadi tujuan bersama. Sebab, apalah arti bila selalu merasa benar dan menang sendiri? Juga apalah arti fanatisme bila tak tahu diri. Bermusuhan dengan saudara dan kerabat karena beda pilihan dalam politik bukanlah kebaikan. Iman Ilmu Amal.

Baca Juga:  Pelecehan Seksual di Untirta, Kohati Serang Raya: Kampus Harus Bertindak Tegas

REFERENSI:

  1. Salah satu faktor tingginya partisipasi politik adalah kesadaran politik. Semakin tinggi tingkat partisipasi politik, maka semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya. Lihat Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo, 2013), h. 144
  2. Ramlan Surbakti, Memahami Illmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 144
  3. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2010), h. 368
  4. QS. Al-Hajj:52 “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul dan tidak (pula) seorang nabi sebelum engkau (Muhammad), melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan ke dalam keinginannya itu. Tetapi Allah menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu, dan Allah akan menguatkan ayat-ayat-Nya.”
  5. QS. Al-Imran:190-191 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keaadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
  6. QS. Az-zumar: 9 “Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
  7. QS. Az-zumar: 49 “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.”
  8. QS. Al-Baqarah “Jangan kalian mencampur kebenaran dengan kebatilan. Jangan juga kalian menyembunyikan kebenaran. Padahal kalian menyadarinya,”
  9. QS. Al-Baqarah: 23 “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
  10. QS. Hud: 6 “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”
  11. Sukirno, Sadono, 2015. Mikro Toeri Pengantar. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
  12. Homo homini lupus, sebuah istilah yang pertama kali dicetuskan oleh Plautus dalam karyanya yang berjudul Asinaria (195 SM Lupus est Homo Homini). Dalam https://www.suarahimpunan.com/literatur/homo-homini-lupus-manusia-adalah-serigala-bagi-manusia/ diakses pada 22 desember 2022 pukul 08:55.
  13. QS. Ibrahim: 7 “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”
  14. QS. Al-Baqarah 155-157 “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”
  15. QS. Al-Baqarah: 197 “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
  16. QS. Al-Baqarah: 30 Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
  17. Thabrani dan Daruquthni Dari Jabir, berkata: ”Rasulullah SAW bersabda, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.”
  18. QS Al-Baqarah: 216 “Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
  19. QS Yunus: 62-64 “Ketahuilah bahwa sesungguhnya (bagi) para wali Allah itu tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih. (Mereka adalah) orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.

 

 

Lagi Trending