Literatur
Pendidikan Sebagai Jalan Pembangunan Generasi Bangsa Di Masa Depan
Published
1 tahun agoon
Oleh: Kanda Suprianto Baen, Wakil ketua komisi Pendidikan & kebudayaan PB HMI Periode 2023-2025
Pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga dimensi, individu, masyarakat atau komunitas nasional dari individu tersebut, dan seluruh kandungan realitas, baik material maupun spiritual yang memainkan peranan dalam menentukan sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat.
Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu, transformasi nilai, dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan spesialis atau bidangbidang tertentu, oleh karena itu perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis.
Diperlukan untuk mendapatkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam perkembangan individu maupun masyarakat. Penekanan pendidikan dibanding dengan pengajaran terletak pada pembentukan kesadaran dan kepribadian individu atau masyarakat di samping transfer ilmu dan keahlian.
Dengan proses semacam ini suatu bangsa atau negara dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada generasi berikutnya, sehingga mereka betul- betul siap menyongsong masa depan kehidupan bangsa dan negara yang lebih cerah. Pendidikan juga merupakan sebuah aktifitas yang memiliki maksud atau tujuan tertentu yang diarahkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia baik sebagai manusia ataupun sebagai masyarakat dengan sepenuhnya.
Pendidikan dan Pembangunan Generasi
Salah satu persoalan dari berbagai masalah bangsa dalam menghadapi masa depan adalah masalah peningkatan mutu kemampuan pembangunan. Terjadinya krisis multi dimensi yang terjadi pada era sekarang ini adalah merupakan bentuk ketidakmampuan para pemimpin bangsa dalam memenejeme kondisi rumah tangga negara sehingga terjadi banyak penyimpangan.
Salah satunya penyimpangan keuangan negara. Kemudian akan sangat berimbas kepada rakyat kecil yang menuai penderitaan yang berkepanjangan sampai sekarang ini. Terselenggaranya sistem pendidikan nasional yang relevan dan bermutu merupakan faktor penentu keberhasilan kita dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional. Karena itu, para pendiri Republik menetapkan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu fungsi penyelenggaraan pemerintah Negara Indonesia dan mewajibkan pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional.
Sebaiknya kita harus banyak belajar dari negara-negara yang maju seperti Jepang, dan AS yang berhasil membangun bangsanya karena pertama-pertama mengutamakan pendidikan bagi rakyatnya misalkan, Jepang sejak zaman Meiji (abad 19), AS sejak zaman Thomas Jefferson (permulaan abad 19), Jerman sejak periode Otto Von Bismark (akhir abad 18), dan Perancis (permulaan abad 19). Pandangan tentang pentingnya pendidikan nasional bagi pembangunan bangsa bukan hanya dianut oleh Plato yang memandang pendidikan sebagai penyangga negara, dan para pemimpin awal Negara bangsa di Eropa Barat, AS, dan Jepang.
Sekarang sudah banyak kita lihat dan kita dengar bahwa tantangan-tantangan masa depan lebih berat dan besar dari pada tantangan-tantangan yang sudah dihadapai pada masa sebelumnya. Masalah pengangguran di kalangan remaja dan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sudah menjamur dan serta naiknya harga BBM yang sangat mahal dan berimbas pada semua bahan pokok kehidupan masyarakat arus bawah yang akhirnya mencekik mereka tentu juga terdampak pada penddikan.
Hal tersebut tidak asing lagi terjadi seperti sekarang ini. Dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan pembangunan bangsa adalah penanaman sikap dasar yang benar terhadap usaha pembangunan yakni tindakan pembangunan melalui pemerataan pendidikan. Pendidikan adalah sebuah aktivitas yang memiliki maksud tertentu, yang diarahkan untuk mengembangkan individu sepenuhnya.
Banyak ahli ekonomi dan pendidikan berpendapat, bahwa terdapat korelasi erat antara kualitas SDM-katakanlah pendidikan dengan kemiskinan. Rendahnya kualitas SDM (bisa) merupakan penyebab kemiskinan (tegasnya dalam segi materi); sebaliknya,kemiskinan adalah salah satu sebab utama rendahnya kualitas SDM. Dengan demikian, antara rendahnya kulitas SDM dengan kemiskinan terdapat semacam “vicious circle “ lingkaran setan.
Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan, walaupun ini mungkin memerlukan waktu yang relatif panjang. Disini meraka yang miskin tidak diberi “ikan” ia harus ditopang dengan kebijakan yang selaras dalam sektor-sektor lain, khususnya di lapangan ketenaga kerjaan, pemilihan teknologi dalam industrialisasi dan sebagainya, Jika tidak, maka pengentasan kemiskinan lebih banyak tinggal sekedar jargon.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara.
Pendidikan dikatakan sebagai kebutuhan dasar manusia, dengan demikian, karena sesungguhnya pendidikan membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun daya kekuatan yang kreatif, dan mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat. Lebih dari itu, pendidikan juga membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun kekuatan bersama, solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama, untuk memecahkan persoalan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama.
Selain itu, pendidikan juga membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun daya kekuatan batin dalam dirinya, khususnya harga diri, rasa percaya diri, dan harapan akan masa depan(Widiastono, 2004: xiv) Singkatnya, dari pendidikan akan lahir kekuatan-kekuatan yang dapat membantu manusia membangun kepribadian. Tanpa kepribadian atau harga diri, sangat sulit bagi manusia untuk membangun kemampuan kreatifnya.Keseluruhan paparan di atas menjelaskan urgensi-urgensi pendidikan sebagai suatu kebutuhan dasar.
Kesadaran para pendiri republik ini akan arti dan makna pendidikan tersebut tercermin secara tegas di dalam konstitusi UUD 1945. Dengan kata lain, kalau kita merujuk pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka jelas bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Penegasan konsep hak ini didasari oleh pemikiran bahwa pendidikan itu sendiri adalah suatu kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagaimana dapat disimak, Pasal 31 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara gamblang menegaskan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.” Bahkan bukan hanya itu, di dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM) ditegaskan, bahwa pendidikan sesungguhnya adalah hak setiap warga negara sebagaimana diatur pada Pasal 12 yang berbunyi“Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
Bagi bangsa Indonesia, pendidikan, kemandirian, dan pembangunan. Ketiga hal tersebut saling terkait satu sama lain. Artinya, pendidikan yang baik harus dapat menciptakan manusia-manusia yang mandiri dalam sebanyak mungkin bidang kehidupan, misalnya ekonomi dan politik. Demikian pula, kemandirian dalam melaksanakan pembangunan sangat diperlukan oleh suatu bangsa agar dapat memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Kedua, globalisasi menghadapkan negara-negara atau seluruh bangsa di seluruh dunia pada tantangan-tantangan yang semakin dahsyat dan bersifat multidimensi, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan lain sebagainya.
Sejalan dengan fenomena globalisasi itu, tuntutan terhadap kemajuan dan kemandirian masyarakat juga semakin tinggi. Dalam hal ini, kemandirian suatu bangsa, masyarakat atau bahkan individu dalam era globalisasi dewasa ini sudah merupakan suatu kebutuhan mutlak. Dengan kata lain, bangsa, masyarakat atau indifidu yang tidak mempu memberdayakan dirinya, misalnya lewat ikhtiar pendidikan, dapat dipastikan akan tidak mampu bersaing dalam era globalisasi yang sangat sarat kompetisi itu.
Dalam kata-kata yang sedikit membuat merinding. mereka yang tidak mampu berkompetisi dalam era globalisasi akan terlibas oleh derasnya arus globalisasi yang seringkali tidak mengenal belas kasihan. Ketiga, lembaga pendidikan di Indonesia, apakah itu universitas, institut, sekolah tinggi atau apa pun namanya, tengah menghadapi tantangan berat. Untuk masa yang akan datang, dapat dipastikan tantangan itu akan semakin berat dan kompleks. Selain karena semakin tinggi dan banyaknya kebutuhan masyarakat akan lembaga pendidikan itu sendiri, juga karena era globalisasi dan liberalisasi memaksa kita untuk harus dapat berkompetisi dengan lembaga-lembaga pendidikan serupa di negara lain.
Jika tidak, lambat laun lembaga pendidikan kita akan semakin ditinggalkan dan tidak diperhitungkan bahkan oleh orang Indonesia sendiri. Keempat, pembangunan bangsa adalah sebuah proses yang tidak boleh berhenti. Ia harus terus berlanjut dengan dinamikanya sendiri. Dalam konteks ini, pembangunan hanya dapat dilancarkan secaraberkesinambungan jika ditopang oleh tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Tentu saja, sumber daya manusia yang berkualitas itu adalah produk dari lembaga pendidikan yang baik dan berkualitas pula.
Dan patut dicermati, bahwa manusia-manusia yang berkualitas itu tidak hanya memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, akan tetapi juga memiliki sikap, perilaku dan budi pekerti yang terpuji. Dengan kata lain, idealnya, manusia atau sumber daya manusia yang berkualitas adalah mereka yang memiliki lima kualitas berikut, yakni kualitas iman, kualitas pikir, kualitas kerja, kualitas kreasi, dan kualitas hidup.
Bangsa Indonesia ke depan harus mampu bersaing dengan sehat dan kuat dengan bangsa lain di dunia dan menjadi bangsa yang maju. Hal itu hanya dapat dilakukan apabila kita mampu mempersiapkan dunia pendidikan kita yang secara
efektif dapat menyiapkan SDM yang berkualitas dan memiliki kemandirian, mampu bekerja secara professional, dan bisa membuka lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain, serta siap bersaing di pasar global. Kalau kita tidak bisa berbuat sesuatu untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja kita, kita hanya akan menjadi pecundang di dunia yang semakin terbuka. Visi pendidikan kita sudah saatnya diarahkan pencapaian kemajuan ekonomi yang pada gilirannya akan mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang maju sejajar dengan negara besar dunia lainnya.
Tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah minimnya SDM berkualitas, hasil lompatan SDM Indonesia antara lain memulai pendanaan jangka menegah berkelanjutan untuk pelatihan vokasi dan pemagangan kerja;prinsip-prinsip dasar yang diberikan dalam rangka melakukan inovasi-inovasi pengajaran antara lain pendidik perlu menjaga keseimbangan antara kepala, hati dan tangan.
Artinya pendidikan bukan hanya mengasah bagian Intelektual (head) –nya saja. Melainkan harus melatih hati dan keterampilan tangannya juga hasil menyiapkan pendidik yang berkualitas intervensi pertama ialah memastikan peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) memiliki pola berpikir kritis; kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi modal penting dan utama bagi Indonesia untuk memasuki era ekonomi digital;
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) mulai tahun 2019 dan selanjutnya menjadi pengarusutamaan strategi pembangunan bangsa Indonesia kedepan, Pendidikan di perguruan tinggi dirancang untuk meningkatkan kualifikasi dan keahlian SDM dalam mengimbangi pesatnya perkembangan industri. Ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang cepatmenandai masuknya globalisasi disuatu negara. Globalisasi mempunyai pengaruh besar baik positif maupun negatif. Globalisasi ini memengaruhigaya hidupmasyarakat yangkebarat-baratan dan menguranginilai-nilaidan nasionalisme bangsa Indonesia.
Pendidikan menjadi salah satu jalan yang efektif dalam pembentukan karakter yang baik untuk generasi muda. Penelitian ini dilakukan menggunakan pengumpulan data secara kualitatif. Didapat bahwa pendidikan karakter memiliki fungsi sebagai wahana pengembangan, perbaikan, dan penyaring. Selain itu, pendidikan karakter memiliki fungsilainnya yaitumengembangkan potensi, kebiasaan,dan perilaku, menumbuhkanjiwa kepemimpinan dan tanggung jawab,mengembangkan kemampuan serta lingkungan sekolah.
Pendidikan kewarganegaraan memiliki fungsi diantaranya membangun keterampilan partisipatif yang menjadikan warga negara Indonesia yang aktif, kritis, cerdas, dan demokratis, sertamembangunkebudayaan demokrasi yang berkeadaban. Berdasarkan penelitian saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya keterlibatan semua pihak dalam memperhatikan dan ikut serta dalam membangun karakter siswa sebagai generasi penerus masa depan bangsa Indonesia.
Perlunya pembentukan karakter di era globalisasi yang pengaruhnya tidak bisa dihindari dan dapat masuk kapan saja ke dalam bangsa ini. Karakter dapat mengendalikan suatu bangsa. Hal ini dapat dilihat apabila warga dalam suatu negara mempunyai karakter individu yang baik, maka kemungkinan besar masa depan dari negara itu juga akan baik. Pembangunan karakter dijadikan jalan utama dalam pembangunan nasional yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan karakter. Maka dari itu perlu peran dari Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya dalam pembentukan karakter siswa.
Generasi penerus yang akan menghadapi perkembangan dan perubahan dunia di era globalisasi melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu membangun sikap yang setia kepada tanah air dan sanggup menyumbangkan setiap potensi secara tulus dan ikhlas untukkemajuan tanah air. Tanggung jawab yang
dimiliki Pendidikan Kewarganegaraan dalam menggapaitujuan nasional danmencerdaskan kehidupan bangsa dan karakter agar generasi penerus dapat memiliki pribadi yang bertanggung jawab, berbudi luhur, bermoral, serta menjadi warga yang baik. Sebagaipelajaran pendidikan moral, Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu solusiuntukmengarahkan perkembangan karakterpeserta didikyang berdasar Pancasila. Seharusnya, Pendidikan Kewarganegaraan setiap lembaga pendidikan dilakukan dengan cara terus menerus dan berkaitandengansi tuasi sosial masa kini.
Pendidikan sebagai jalan Strategi Pendidikan Memperkuat Kakakter Bangsa
Strategi Pendidikan Berbicara tentang strategi pendidikan, tentu kita akan mempersoalkan apakah visi dan tujuan pendidikan yang selama ini dilakukan sudah tercapai. Sejak 2400 tahun yang lalu Socrates telah berkata bahwa tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi “good and smart”, yang artinya selain menjadikan manusia berbudi luhur/bijak, juga sebagai manusia yang cerdas, kreatif, kritis, serta yang haus ilmu.
Landasan pendidikan karakter ini sebetulnya sudah dijabarkan oleh pemerintah dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada pasal 3, yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun kalau kita lihat kondisi karakter generasi Indonesia hingga sekarang, nampaknya penting dipertanyakan lagi apa yang salah dengan sistem pendidikan nasional kita?. Quo vadiskah pendidikan karakter kita? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan selalu muncul ketika hasil pendidikan kita tidak sesuai dengan cita-cita yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan nasional.
Jika kita mempertanyakan strategi pendidikan kita sudah benar atau tidak, dapat kita lihat dari orientasi operasionalnya. Strategi pendidikan kita sebetulnya lebih menyiapkan para siswa untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi (tidak sebanding dengan yang meminati bidang kejurunan), atau hanya untuk mereka yang memang mempunyai bakat pada potensi akademik (dengan ukuran IQ tinggi). Padahal ada banyak potensi lainnya yang perlu dikembangkan seperti teori Gardner (1993) tentang kecerdasan majemuk, sementara potensi akademik hanyalah sebagian saja dari potensi-potensi lainnya.
Banyak materi pelajaran yang berkaitan dengan pengembangan otak kanan (seperti kesenian keterampilan, musik/gambelan, imajinasi, dan pembentukan karakter) yang kurang mendapat perhatian dalam pembelajaran kita. Kalaupun ada, orientasinya lebih kepada kognitif (hafalan), tidak ada apresiasi dan penghayatan yang dapat menumbuhkan kegairahan untuk belajar dan mendalami materi lebih lanjut. Pendekatan yang terlalu kognitif mengubah orientasi belajar para siswa menjadi semata-mata untuk meraih nilai tinggi.
Hal ini dapat mendorong para siswa untuk mengejar nilai dengan cara yang tidak jujur seperti menyontek, menjiplak (plagiat), mengupah pembuatan skripsi termasuk tugas-tugas kuliah, dan sebagainya. Akibatnya, Indonesia kurang memiliki tenaga- tenaga kerja terdidik yang terampil dan berkualitas.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter di Indonesia secara umum belum dapat dikatakan berhasil. Masih banyak lembaga pendidikan yang hanya menyentuh aspek pengetahuan semata. Padahal, pendidikan karakter tidak hanya membutuhkan teori atau konsep semata. Selama ini sudah cukup
banyak teori tentang kepribadian, akhlak, budi pekerti, karakter, yang telah dirumuskan dan diurai jelas dalam berbagai artikel, buku, dan banyak hasil penelitian. Strategi pendidikan kita selama ini telah mengingkari hukum alam yang penuh keragaman potensi dan bakat, karena seluruh siswa atau peserta didik diseragamkan bakatnya hanya pada bidang akademis saja, maka jadilah sumber daya (SDM) kita yang kurang terampil.
Seharusnya pendidikan kita menjadikan setiap individu sukses dan produktif sesuai dengan potensi dan bakatnya masing- masing. Peserta didik tidak hanya harus memiliki kecerdasan kognitif saja, akan tetapi juga harus memiliki karakter yang baik. Para peserta didik harus disiapkan untuk mampu berkiprah sesuai dengan jamannya. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan kita harus menghasilkan insan-insan mandiri, lebih kreatif lagi untuk berinovasi, semangat belajar, serta mempunyai kualitas karakter mulia, karakter yang lebih baik (integritas, percaya diri, tanggung jawab sosial, dan kerjasama yang baik). Kurikulum yang dimaksud adalah kurikulum yang holistik berbasis karakter, yang menyentuh seluruh aspek kebutuhan anak (Megawangi, 2007b).
Sementara guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikan karakter di sekolah, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya siswa dalam mengembangkan pribadinya secara utuh. Guru atau pendidik memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral karena guru merupakan teladan bagi para siswa (Arifah D., 2010), menjadi figur utama, serta contoh bagi siswa. Oleh karena itu, dalam pendidikan karakter guru harus mulai dari dirinya sendiri agar apa-apa yang dilakukannya dengan baik menjadi baik pula pengaruhnya terhadap siswa (Mulyasa, 2011:63).
Peran guru sangatlah vital sebagai sosok yang diidolakan siswanya. Guru diharapkan mampu menjadi model dalam pembelajaran pendidikan moral, baik pendidikan moral kebangsaan (nasionalisme) maupun pendidikan moral keagamaan (akhlak). Kegiatan pembiasaan dapat di integrasikan pada proses pembelajaran di sekolah, misalnya gotong royong, bhakti sosial, melakukan persembahyangan, dan sebagainya.
Beberapa contoh kegiatan tersebut wajib diikuti oleh warga sekolah, termasuk guru, sehingga dalam hal ini peran guru tidak hanya sebagai “penganjur yang baik” kepada anak didiknya. Dalam pendidikan karakter penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti, seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain. Selain itu juga mencakup nilai- nilai kinerja pendukungnya, seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik (Bashori, 2010).
Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai tersebut, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilainilai inti. agar pendidikan karakter berhasil dalam penerapannya.
Pembelajaran di sekolah harus dikembangkan kearah proses internalisasi nilai (afektif) yang dibarengi dengan aspek kognisi sehingga timbul dorongan yang sangat kuat untuk mengamalkan dan menaati ajaran dan nilai-nilai budaya, moral, dan agama yang telah terintelisasikan dalam diri peserta didik (psikomotorik). Untuk membentuk peserta didik yang berkarater baik ternyata tidak bisa hanya mengandalkan mata pelajaran/mata kuliah PKn, tetapi perlu pada semua mata pelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai moral pada setiap mata pelajaran serta
pembinaan secara terus-menerus “QUO VADIS” PENDIDIKAN KARAKTER: dalam Merajut Harapan Bangsa yang Bermartabat ~~~114~~~ dan berkelanjutan di luar jam pelajaran, baik dalam kelas maupun di luar kelas, atau di luar sekolah. Diperlukan juga kerjasama yang harmonis dan interaktif di antara warga sekolah dan para tenaga pendidikan yang ada di dalamnya.
Pendidikan memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan memunculkan sumber daya manusia yang akan memegang peran penting untuk memajukan bangsa baik di bidang ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya. Baik buruknya pendidikan suatu bangsa akan berpengaruh terhadap pembangunan. Sumber daya manusia harus dikembangkan melalui proses pendidikan. Manusia merupakan pemegang peran penting dalam hal ini, posisinya sebagai objek utama haruslah digunakan dengan sebaiknya.
Pendidikan dan perubahan sosial merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dan sangat berkaitan antara satu dengan yang lain. Pendidikan sebagai lembaga yang dapat dijadikan sebagai agen perubahan sosial dan sekaligus menentukan arah perubahan sosial yang disebut dengan pembangunan masyarakat. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat dirancang sesuai dengan arah perubahan, tetapi perubahan juga terjadi setiap saat tanpa dirancang karena pengaruh budaya dari luar.
Pendidikan mempunyai pengaruh besar dalam pembangunan budaya, ekonomi dan politik suatu bangsa. Peran pendidikan sebagai human capital adalah sebagai wadah atau alat untuk mempersiapkan tenaga kerja yang terampil, karena pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendukung dan mampu memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pendidikan sangat ditekankan untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia.
Bangsa Indonesia membutuhkan suatu ketangguhan atas ketahanan nasional berupa kondisi dinamis bangsa Indonesia. Indonesia didukung dengan keunggulan jumlah kualitas manusia yang tinggi, bonus demografi yang akan dinikmati 2020- 2030. Tujuan penelitian ini membahas mengenai bagaimana ketahanan nasional dengan ditumpukan pada pembangunan dan pembaharuan pendidikan paska adaptasi kebiasaan baru. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, metode yang digunakan adalah metode kombinasi antara kualitatif dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan tentang pendidikan sebagai pilar ketahanan nasional utama yang harus diberikan kebijakan yang tepat paska adaptasi kebiasaan baru, adapun metode kuantitatif yaitu uji statistik dengan pengujian hipotesis yang dilakukan guna memastikan ada atau tidaknya perubahan preferensi guru, orang tua dan siswa terhadap pembelajaran yang disarankan oleh pemerintah selama pendidikan masa pandemik covid 19. Metode ini dinamakan Mac Nemar change test.
Berdasarkan hasil uji hipotesis terhadap perubahan preferensi terhadap pembelajaran terhadap reponden (terdiri dari guru, orang tua dan siswa), didapati terjadi perubahan yang signifikan bahwa baik guru, orang tua maupun siswa terhadap solusi pembelaran daring yang dianjurkan pemerintah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan sebagai pilar utama ketahanan nasional paska kebiasaan baru memerlukan perhatian utama. Pemerintah harus menjamin bahwa dalam pendidikan mampu membuat sekolah yang menyenangkan tanpa terganggu gonjang-ganjing iklim birokrasi dan politik pendidikan.
Kebijakan Pemerintah Di Era Revolusi 4.0 Dalam B dang Pend dikan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini semakin berkembang seiring dengan kemajuan zaman (Marlina, 2015). Pesatnya perkembangan Iptek pada gilirannya memicu lahirnya revolusi industri 4.0. Tetapi di era revolusi industri 4.0. ini mayoritas negara di dunia, baik yang tergolong maju maupun yang sedang berkembang, tengah berada pada tingkat kecemasan yang cukup tinggi.
Hal tersebut selaras dengan kemunculan revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan kegamangan dan ketimak pastian. Lebih-lebih hingga saat ini tidak ada manusia yang berhasil meramalkan atau memprediksi secara tepat dan akurat mengenai apa yang akan terjadi di masa depan (Santika, 2020). Terlepas dari dan bagaimana revolusi industri 4.0 kelak akan berujung, maka perbaikan terhadap sumber daya manusia (SDM) tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Jika dicermati sampai detik ini Indonesia masih jauh tertinggal dalam merespon tantangan revolusi industri 4.0 apabiladibandingkandengan negara lainnya. Menyadari hal itu, mau tidak mau, antisipasi futuristik harus dilakukan Pemerintah Indonesia. Pemerintah sesungguhnya sudah merancang atau menyusun road map dan strategi dalam memasuki era digital. Presiden Jokowi pada 4 April 2019 kemudian meluncurkan Making Indonesia 4.0. Peta jalan tersebut dirancang untuk memacu daya saing Indonesia melalui penggunaan teknologi.
Making Indonesia 4.0 mencerminkan keseriusan negara yang sedang beradaptasi dengan ragam perubahan besar dan mendasar pada era revolusi industri 4.0. Indonesia di masa depan akan lebih berfokus pada lima sektor manufaktur unggulan, yaitu (1) industri makanan dan minuman, (2) tekstil dan pakaian, (3) otomotif, (4) kimia, serta (5) elektronik. Lima industri tersebut dimaksudkan sebagai tulang punggung dan penggerak utama yang ke depannya diharapkan membawa implikasi yang signifikan dalam hal daya saing dan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Kelima sektor inilah yang akan menjadi pelopor bagi penerapan industri 4.0, penciptaan lapangan kerja baru, dan investasi baru berbasis teknologi.
Implementasi revolusi industri 4.0 yang rencananya menambah lapangan kerja baru tentunya memerlukan tenaga kerja yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus. Oleh karena itu, SDM Indonesia haruslah dibekali dengan life skill, sehingga kemunculan revolusi industri 5.0 dan menjemput 6.0 tidak lagi dinilai mengancam penyerapan tenaga kerja, namun justru menambah jumlah tenaga kerja baru dengan lapangan kerja yang berbeda. Di sinilah kewajiban negara dalam mempersiapkan generasi milenial menjadi tenaga kerja yang produktif, kreatif, dan juga kompetitif di era revolusi industri 5.0.
Pemerintah sebagai penanggungjawab tertinggi dalam meningkatkan mutu/kualitas SDM, sudah seharusnya responsif dan progresif dalam mengambil langkah-langkah konkret untuk mendukung kesediaan tenaga kerja Indonesia yang terampil dalam menyambut atau menyongsong datangnya revolusi industri 6.0. Jika berbicara soal SDM, maka pendidikan merupakan sektor utama yang perlu diperhatikan, diintensifkan, dan diprioritaskan penanganannya.
Karena melalui pendidikan beragam keterampilan terutama keterampilan hidup (life skill) dapat dikembangkan. Di samping tentu saja berbagai pengetahuan dan sikap yang perlu dikuasai dan ditampilkan oleh setiap orang jika mau hidup secara layak dalam dunia yang berkembang sangat pesat ini menurut (Wardani,2012). Oleh karena itu, pendidikan di era revolusi industri 5.0 ini perlu diarahkan untuk mencetak profil lulusan yang bukan hanya tangguh dan handal, tetapi juga berkarakter baik, sehinggamenjadi SDM bermutu dan berdaya saing tinggi.
Dalam mempersiapkan SDM berkualitas, maka pendidikan sebagai agent perubahan menjadi sorotan utama atau tumpuan sentral bagi negara untuk selalu mengikuti arus revolusi industri 5.0. Sebab urngensi instrumental pendidikan ialah menghasilkan generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas untuk mengisi, mengiringi dan mewarnai perkembangan revolusi industri 5.0. Pendidikan di era revolusi industri 5.0 menghendaki dan menuntut perubahan total mulai dari strategi belajar, pola berpikir, dan cara bertindak, baik itu guru maupun peserta didik dalam mengembangkan semangat kreatifitas dan inovasinya diberbagai bidang kehidupan.
Guru di masa depan harus mampu menyesuaikan diri, beradaptasi, dan berkolaborasi dengan perubahan zaman termasuk kemajuan teknologi digital untuk mendukung pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga mampu mencetak lulusan yang memiliki keterampilan dalam menghadapi revolusi industri 5.0.
Melalui pembelajaran ada tiga keterampilan (skills) sebagai kemampuan dasar yang harus dibangkitkan secara seimbang pada setiap peserta didik agar ke depannya muncul generasi milenial yang mampu menjawab tantangan besar revolusi industri 5.0 tersebut seperti yang di utarakan (Santika, 2019). Ketiga kemampuan dasar yang dikembangkan, yaitu pertama ialah life skills yang membekali peserta didik dalam memahami dirinya sendiri dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya.
Kedua, adalah learning and innovation skillsyang membekali peserta didik dengan kemampuan untuk selalu kreatif, berpikir kritis, dan mendestruksi permasalahan kompleks, mampu berkolaborasi, serta berkomunikasi secara efektif. Ketiga, yaitu literacy skills yang dapat membekali peserta didik dengan pengetahuan dan teknologi untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari yang dihadapinya. Dalam konteks ini semua pihak harus ikut berkontribusi positif, terutama pemerintah sebagai penanggungjawab utama di bidang pendidikan. Sebab untuk merespon dan menjawab tantangan kompleks revolusi industri 5.0 bahkan lebih lanjut ke era revolusi berikutnya 6.0.
Pemerintah harus merevitalisasi pendidikan melalui serangkain kebijakannya. Dengan adanya dorongan regulasi Pemerintah yang mengarahkan pendidikan menuju revolusi 6.0 maka outputyang dihasilkan menjadi lebih siap bertarung dan berkompetisi di dunia kerja. Menyongsong hadirnya era revolusi industri 6.0, Pemerintah pun harus mengambil sejumlah terobosa baru dan fundamental melalui kebijakannya di bidang pendidikan.
Meskipun sudah banyak regulasi yang dibuat Pemerintah di bidang pendidikan, tetapi berdasarkan kajian penulis yang berkaitan langsung dengan revolusi industri 1.0 sampai pada 6.0 secara garis besarnya perlu memperkuat kembali Kurikulum merdeka belajar yang terintegrasi di seluruh wilayah yang ada di indonesia dan Penguatan Gerakan Literasi Nasional untuk menciptakan genererasi bangsa unggul dan mampu berdaya saing di masa depan.
You may like
-
HMI MPO Cabang Serang Gelar Aksi Demonstrasi: Evaluasi Kritis Kinerja Bupati di Usia 498 Kabupaten Serang
-
24 Tahun Banten Berdiri: Potensi Besar yang Masih Terkendala Ketimpangan dan Pengangguran
-
PB HMI MPO Siaga di Gedung DPR RI: Kawal Aksi Peringatan Darurat dengan Tegas
-
Gelar Webinar Pendidikan, PB HMI MPO Ajak Generasi Muda Untuk Mengimplementasikan Pancasila