Literatur

PEREMPUAN: KASUR, SUMUR, DAPUR?

Published

on

Oleh: Yunda Saputri, Kader Komisariat Untirta Ciwaru “Perempuan ngapain sekolah tinggi-tinggi? Nanti juga kerjaannya di dapur.” Mungkin sebagian besar dari pembaca sudah tidak asing lagi dengan pernyataan di atas. Pernyataan yang kadang dilontarkan setelah tahu bahwa lawan bicaranya merupakan orang yang pandai (baca: sedang menempuh ). Sedikit miris rasanya ketika di era sekarang, pola pikir tersebut masih mendarah daging. Memangnya apa yang salah dengan perempuan yang berpendidikan? Penulis pernah membaca dalam salah satu laman sosial media tentang siapa sosok yang pertama kali membuat universitas di dunia.
Baca Juga:  Uang Palsu Beredar? Ini Dampaknya
Yaaa, beliau adalah Fatimah Al-Fihri, seorang muslimah yang pertama kali mendirikan universitas di Maroko, dimana ini merupakan universitas pertama di dunia. (penjelasan lengkapnya bisa teman-teman baca dalam postingan instagram akun @rizkigoni) Lantas mengapa di era yang konon katanya sudah maju ini, masih ada pola pikir yang cenderung meremehkan bagi seorang perempuan? “Perempuan mah tugasnya cuma tiga, kasur, sumur, sama dapur.” Lagi-lagi pernyataan umum yang harus dibenahi. Menjadi seorang perempuan bukan hanya terbatas pada urusan kasur, sumur, dan dapur. Cakupan, beban, dan tanggungjawabnya lebih luas daripada tiga hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Baca Juga:  Democratic Policing: Polisi dan Demonstran
Mungkin teman-teman juga tidak asing lagi dengan ungkapan bahwa “Perempuan adalah madrasah utama bagi anaknya”. Nah, dari ungkapan ini sudah dapat kita simpulkan secara sederhana, bahwa bagaimanapun pekerjaan seorang perempuan ke depannya, tetaplah ia harus pandai sebab ia akan menjadi madrasah paling utama bagi anaknya.
Halaman SebelumnyaHalaman 1 dari 2 Halaman

Lagi Trending