Oleh: Kanda Arif Firmansyah, Ketum
HMI MPO Komisariat UIN SMH Banten
Baru-baru ini pemerintah membuat kebijakan, yang dianggap sebagai sebuah nomenklatur dalam rancangan Peraturan Kebijakan Penanganan
Covid-19. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat oleh Presiden Joko Widodo, merupakan istilah baru dan tidak ditemukan dalam UU No. 6 Tahun 2018.
Di dalam UU No. 6 Tahun 2018 terdapat sejumlah istilah yang digunakan untuk mencegah dan menanggulangi masalah
pandemi, yang mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat. Dalam ketentuan umum pasal 1 angka 1-35, terdapat sejumlah istilah yang didefinisikan secara terperinci. Namun, di dalamnya tak satupun memuat istilah atau nomenklatur Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam menanggulangi bencana nasional
pandemi Covid-19. Mulai dari karantina rumah sakit, karantina rumah,
karantina wilayah hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pun juga dengan kebijakan PSBB yang pernah diadopsi oleh pemerintah, dan pelaksanaanya dibebankan kepada pemerintah daerah. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Bersklala Besar (PSBB) hampir terdapat kesamaan dengan kebijakan PPKM yang diberlakukan baru-baru ini. Hanya saja Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat lebih dikontrol oleh pemerintah pusat, bahkan kabarnya melalui pendekatan darurat sipil.
Membaca dari beberapa tindakan, perlakuan, dan pelaksanaan
PPKM Darurat yang berlaku di wilayah Jawa dan Bali, yang dikontrol penuh oleh pemerintah pusat. Sejatinya esensinya sama dengan
karantina wilayah, seperti halnya konsep
karantina wilayah yang dimaksud dalam ketentuan pasal 2 angka 10, di mana dijelaskan
“Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”