Oleh: Kanda Hafiznur Arifin, Sekretaris Umum HMI MPO Komisariat UIN SMH Banten
“Jaman sekarang banyak preman yang intelek, dan intelek yang kerjaannya seperti preman” (Penulis)
“Alih-alih bikin perubahan, malah nyari duit lewat anggaran” (Penulis)
Dewasa ini banyak individu yang secara akademis telah terdidik namun tidak bermanfaat bagi masyarakat luas. Individu tersebut menggunakan ilmu yang ia miliki untuk hal yang tidak baik. Alih-alih membuat perubahan, justru mereka mencari uang lewat anggaran. Banyak pihak yang secara terang-terangan justru sibuk dengan saling rebut-rebutan tender, proyek, anggaran dan lain-lain. Individu-individu tersebut tidak hanya ada di kalangan pemerintahan saja, namun juga ada di kalangan masyarakat sipil seperti mahasiswa, LSM, Ormas, media dan lain sebagainya. Mereka yang menjadi penggerak masyarakat bukannya menjadi pihak-pihak yang turut serta membangun perubahan demi masyarakat yang makmur justru pada saat ini memiliki interest dan orientasi terhadap materi.
Pergeseran interest para individu tersebut lantaran kehilangan satu prinsip yang bernama idealisme. Akhirnya ilmu yang didapat di perguruan tinggi atau sekolah tempat mereka belajar justru digunakan untuk menodong, memaksa, dan meminta proyek atau tender dari pihak atau lembaga lain seperti preman yang menodong korbannya, jika tidak diberikan apa yg mereka inginkan, maka tamat sudah riwayat korban.
Salah satu bentuk keberhasilan dalam pendidikan adalah kebermanfaatan. Bagaimana para peserta didik dibina secara intelektual dan emosional (karakter) untuk menjadi insan yang bermanfaat ketika mereka turun ke masyarakat dimana mereka akan hidup. Namun pada akhirnya akan banyak lingkungan yang akan dapat menggiring serta merusak idealismenya sebagai orang yang terdidik.
Hasilnya ketika masuk ke dalam ranah profesi mereka hanya akan menjadi tikus yang berebut sampah. Orientasi yang awalnya adalah kebermanfaatan kepada masyarakat menjadi orientasi kepada uang (money oriented). Hal tersebut juga terjadi di dalam hal pergerakan, pergerakan mahasiswa yang menjadi salah satu bentuk perjuangan untuk menyuarakan kepentingan rakyat telah banyak dimonitisasi untuk kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan. Fenomena tersebut tidak datang begitu saja, hal tersebut datang seiring dengan kebutuhan meningkat secara pribadi masing-masing sehingga paham kepentingan masuk dan merusak idealisme mahasiswa.
Tidak dapat dipungkiri, sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kelompok manusia akan berorganisasi demi memenuhi kepentingannya. Namun yang perlu dikritisasi adalah pola pikir opportunis, dimana setiap perjuangan harus memiliki feedback demi kepentingan pribadi individu atau kelompok tertentu. Pola pikir seperti ini hanya akan melahirkan konflik dalam tubuh setiap organisasi, dan akan dapat merusak esensi perjuangan pada diri anggota.
Individu-individu yang kerap menggunakan organisasi sebagai bendera dalam mencari keuntungan pribadi dapat kita beri julukan sebagai “Preman Intelek”. Preman sebagaimana mestinya memiliki kebiasaan merampok, mencuri, dan menodong. Kemudian ditambahkan dengan sedikit bumbu intelektualitas menjadi istilah yang cocok untuk orang-orang yang sering menggunakan organisasi untuk mendapatkan dana bantuan baik itu dana bantuan CSR atau dari lembaga kepemerintahan untuk digunakan secara pribadi dengan menjual idealisme dan independensi organisasi.
Fenomena terjadi pada sebuah kabupaten di Provinsi Banten, dimana secara pendidikan sudah banyak anak-anak daerahnya yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, dan tidak kalah banyak pula masyarakat-masyarakat dan elemen pemerintahannya yang merupakan mantan-mantan aktivis perubahan. Namun hingga pada saat ini kondisi sosial masyarakatnya masih jauh dari angka kesejahteraan. Menurut kacamata penulis, hal tersebut terjadi akibat dari putera-puteri daerahnya yang enggan untuk bergerak dalam pergerakan-pergerakan sosial tanpa mengedepankan kepentingan politik. Sehingga yang terjadi adalah urbanisasi besar-besaran yang berujung pada pengangguran dan kesenjangan ekonomi. Jika boleh penulis mengkritisi, alangkah baiknya jika mahasiswa-mahasiswa yang dalam hal ini merupakan putera daerah untuk bergerak dengan ikhlas untuk membangun desa-desanya yang saat ini masih tertinggal baik dalam aspek ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.
Hal yang penulis tuturkan diatas merupakan sebuah realita yang benar-benar terjadi. Barangkali memang ada pihak yang merasa tidak sependapat dengan pandangan kami, kami sangat terbuka akan komentar dan bantahan yang bersifat intelektualis, tulisan dibalas dengan tulisan, komentar dibalas dengan komentar, buku dibalas dengan buku, karya dibalas dengan karya, begitulah seharusnya seorang yang berpendidikan bertukar pendapat dalam rangka mengingatkan demi kebaikan dan kepentingan umat.