Literatur

Refleksi Sumpah Pemuda Ke-91 : Antara Pemuda Harapan, dan Pemuda Pengangguran

Published

on

Oleh : Irkham Magfuri Jamas, Mahasiswa Syariah 2017, Cabang Serang

Peran melekat erat dalam pergerakan roda pembangunan bengsa dan negara, sebagai generasi penerus bangsa tentunya harus mampu berkontribusi positif dalam menyongsong masa depan Indonesia. Mulai dari pergerakan perlawanan terhadap penjajah, hingga usaha mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semua itu tak lepas dari peran pemuda yang menggelora.

Soekarno dalam pidatonya lantang mengatakan, “Beri aku 1000 orang tua maka kan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda maka kan ku goncangkan dunia.” Dalam penalaran logika, bahwasannya pemuda lebih kuat, lebih cepat, dan lebih tajam daya fikirnya. Sehingga Soekarno dalam pidatonya sampai menganalogikan 10 pemuda lebih baik dari 1000 orang tua.

Lantas bila 10 pemuda dapat lebih baik dari 1000 orang tua, bagaimana bila Indonesia memiliki banyak sekali pemuda? Akankah Indonesia dapat memimpin semesta?

Namun pada kenyataanya, pada hari ini pemuda bagaikan buih di Lautan, jumlah mereka terlampau banyak namun tak mampu diberdayakan. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) diperkirakan, Indonesia akan mengalami era bonus demografi pada tahun 2020-2035.

Pada masa tersebut, jumlah penduduk produktif diproyeksikan berada pada angka tertinggi sepanjang sejarah, yaitu hingga mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk indonesia yang sebesar 297 juta jiwa.

Baca Juga:  Kata Siapa Wanita Lemah?

Hal ini tentu seharusnya dapat menjadi momen pergerakan pertumbuhan secara masif, namun kesempatan ini rasanya belum dapat dioptimalkan secara baik oleh pemerintah. Seringkali Banten menduduki peringkat pertama angka pengangguran tertinggi di Indonesia.

Pada November 2018, Banten tercatat sebagai provinsi dengan tingkat pengangguran nomor 1 di Indonesia. Namun pengalaman pahit tersebut sepertinya tidak menimbulkan efek jera pada pemerintah provinsi, karena lagi-lagi pada Mei 2019 provinsi Banten tercatat sebagai provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi nomor 2 di Indonesia.

Sebelum bonus demografi saja Banten masih kesulitan dalam pengentasan pengangguran, hal ini mengakibatkan momentum yang seharusnya menjadi peluang meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan secara masif, justru menjadi ancaman dan tantangan yang menambah beban pemerintah.

Terjadinya peningkatan angka pengangguran tak lepas dari kurangnya pendayagunaan pemuda dalam pengentasan kesenjangan sosial. Pemerintah sebagai pemangku regulasi tertinggi tidak dapat memfasilitasi kebutuhan pemuda secara luas dan menyeluruh, kurikulum yang mengurung kreatifitas, hingga pembatasan aspirasi rakyat mengakibatkan pengerdilan daya fikir dan kreatifitas pemuda.

Baca Juga:  Dibalik Pesan Maulid Nabi Muhammad

yang condong berpihak pada pemilik modal menjadi salah satu penyebab pembatasan peran pemuda. Mulai dari kurikulum yang lebih mengarahkan angkatan muda menjadi seorang employee suatu perusahaan, sehingga menjadi candu tersendiri pada golongan muda yang berakibat terdegradasinya jiwa kepemimpinan untuk membuka peluang usaha.

Hingga gagalnya pemerintah mengelola angkatan muda di desa-desa yang mengakibatkan urbanisasi besar besaran pada pemuda desa yang mengakibatkan bertumpuknya angkatan kerja di wilayah perkotaan.

Maka dari itu pemerintah dan pemuda seharusnya bersinergi dalam membangun negeri, pemuda sebagai roda penggerak seharusnya turut aktif memberikan gagasan dan gerakan yang membangun mulai dari membuat karya-karya, menumbuhkan kreatifitas, memberikan pengabdian pada masyarakat, hingga turut mengawal pemerintah dan kesatuan NKRI berlandaskan Pancasila dan UUD 45.

Kemudian, pemerintah sebagai pemangku regulasi seharusnya menunjukkan keberpihakannya pada pemuda dengan menerapkan yang menimbulkan maslahat serta memfasilitasi kebutuhan pemuda secara komprehensif.

YAKUSA!

Lagi Trending