Literatur

Saring Sebelum Sharing, Kupas Sebelum Copas

Published

on

Yang ironi, pemujanya bukan hanya kalangan awam. Tetapi, juga mereka yang paham dan sudah berislam sejak lahir. Mereka yang pernah belajar di madrasah, mulai tingkat dasar hingga aliyah. Bahkan mereka yang sudah mengkaji Islam di level perguruan tinggi.

Bahwa pengetahuan dan ilmu bisa kita dapat dari mana pun dan dari siapa pun, itu ada benarnya. Undzur ma qola. Tapi ketika seorang muslim yang sudah “ngolotok” tentang Islam lalu terpukau oleh seorang mualaf, ini seolah kemarau setahun “lantis” oleh hujan sehari.

Tetapi, tidak salah juga bila kebanyakan orang menyukai ceramah dengan model cerita, apalagi cerita yang dianggap salah dan konyol. Seperti yang kerap dilakukan Waloni. Yesus, salib, genta, piano, doa dalam paduan suara, konsepsi teologi, dijadikan bahan olokan. Pada setiap akhir kalimat, disertai terbahak bersama.

Menyukai cerita, mungkin telah menjadi sifat kita pada umumnya. Bisa jadi ini dimulai dari kebiasaan kita waktu kecil yang sering mendengar dongeng. Dongeng jelang tidur. Maka tak heran bila untuk mendapatkan pengetahuan dan atau ilmu, kita lebih menyukai mendengarkan, dibanding membaca, apalagi mengkaji.

Baca Juga:  Lestarikan Budaya Literasi

Mendapatkan pengetahuan dengan cara mendengar itu pasif. Karena pasif, mudah dan gampang. Sementara membaca, apalagi mengkaji itu aktif. Aktif itu butuh . Karena malas, adalah wajar bila sebagian dari kita lebih memilih mendengar Waloni cerita daripada harus susah payah diskusi tentang teologi misalnya.

Sifat malas baca seperti ini juga menjadi fenomena akhir-akhir ini. Hal ini ditunjukkan dengan gejala seringnya sebagian dari kita berbagi informasi secara serampangan disebar tanpa mau mempelajari dulu, apakah informasi tersebut valid atau . Yang penting sebar. Perkara apakah benar atau , itu urusan belakangan. Share and run!

Lagi Trending