Oleh: Kanda Ikmal Anshary (Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam Uin SMH Banten)
Tokk! sesudah setelah DPR hasil pemilihan umum 1955 dan Masyumi di bubarkan, Harjono cepat mengambil langkah lain. Karena di dunia politik Harjono merasa sudah tidak bisa berkiprah lagi, sementara dunia bisnis pun bukan pula bidangnya, Harjono akhirnya memilih melanjutkan belajar di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Islam Djakarta (FHIPK-UID).
Karena sebelumnya pernah kuliah di STI/UII, di FH-UID Harjono tinggal melanjutkan saja.
Waktu itu belum ada sistem belajar terpimpin seperti sekarang, sehingga Harjono bisa bebas. Semua buku yang berhubungan dengan bidang studinya, dibeli dan dipelajari.
Kalau merasa sudah siap, Harjono menghubungi dosen mata kuliah yang bersangkutan untuk minta diuji. Hampir semua ujian dilakukan secara lisan. Ujian tertulis hanya satu-dua saja. Dengan sistem belajar bebas, mahasiswa tidak terikat oleh tingkat. Mata kuliah apa pun, asal slap, boleh diambil.
Dengan ketekunan dan semangat belajar yang tinggi, dalam waktu relatif singkat Harjono menyelesalkan studinya di FH IPK-UID. Pada tahun 1963, Harjono dinyatakan lulus sebagai Sarjana Hukum.
Setelah lulus sebagal Sarjana Hukum, Harjono menghubungi Prof. Dr. Hazairin, S.H. Kepada guru besar Hukum Islam itu, Harjono menyampaikan niatnya untuk melanjutkan studi guna mencapai derajat doktor dalam ilmu hukum.
Prof. Hazairin menyambut gembira niat Harjono, dan menyediakan dirinya menjadi promotor.Demikianlah, di bawah bimbingan Prof. Hazairin, dan Prof. Dr. H.M. Rasjidi, Harjono mempersiapkan segala sesuatunya untuk memperdalam studinya di bidang hukum Islam.