Oleh: Angga Candra Wijaya, Kader
HMI MPO Komisariat
Untirta Ciwaru
Sekolah dan
pendidikan seakan-akan menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam masyarakat, mereka menganggap bahwa semakin tinggi orang sekolah, semakin tinggi pula pengetahuan dan wawasan yang ia miliki, begitu pun sebaliknya. Mereka mengklaim bahwa orang yang tidak merasakan bangku persekolahan dianggap orang yang tidak tahu apa-apa.
Namun apakah demikian?
Secara harfiah, kata sekolah berasal dari bahasa Yunani yaitu
skhole, scola, scolae atau
schola (Latin) yang berarti ‘waktu luang’ atau ‘waktu senggang’.
Jadi, pada masa itu masyarakat Yunani memanfaatkan waktu luang mereka untuk belajar suatu hal kepada orang yang lebih pandai. Kemudian seiring berjalannya waktu, ini menjadi kebiasaan mereka. Pada awalnnya memang kegiatan ini dilakukan oleh orang laki-laki dewasa, namun kemudian kebiasaan ini juga diterapkan terhadap putra-putri mereka terutama anak laki-laki. Mereka menitipkan anak-anaknya kepada orang yang lebih pandai agar anak tersebut bisa mengetahui suatu hal yang belum ia ketahui sebelumnya.
Selanjutnya jika berbicara tentang
pendidikan, menurut Benjamin S. Blom “
Pendidikan merupakan upaya secara sadar dan terencana yang dilakukan oleh individu guna meningkatkan prilaku kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan).”
Di Indonesia sendiri, menurut UU Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pendidikan di Indonesia di bagi menjadi tiga yaitu pendidikan informal, formal dan non formal.
Pendidikan informal singkatnya adalah pendidikan yang didapatkan di lingkungan keluarga. Pendidikan formal, pendidikan yang di dapatkan di dunia pesekolahan secara formal. Kemudian pendidikan non formal, pendidikan ini disebut juga pendidikan sepanjang hayat karena pendidikan bisa didapatkan di semua tempat dan di semua orang. Ketiganya sama-sama berorientasi terhadap beberapa aspek perilaku yang dikemukakan oleh Blom tadi.