Sampai di sini, apakah masyarakat hanya menganggap bahwa
pendidikan hanya ada di lembaga yang bernama sekolah saja?
Selanjutnya, pada awal tahun 2020 tepatnya pada bulan Januari, Indonesia terserang wabah yang bernama virus Covid -19 (FKM UI). Bukan hanya kesehatan, ekonomi, dan sosial saja yang terdampak,
pendidikan pun ikut terdampak. Beberapa kebijakan muncul dan coba diterapkan oleh pemerintah mulai dari PSBB,
sosial distancing, phsycal distancing, kemudian penutupan sekolah baik itu tingkat SD, SMP, SMA bahkan tingkat perguruan tinggi, yang terpaksa belajar daring atau belajar
online tanpa harus ke sekolah. Pada awalnya memang hal ini dirasa efektif karena dapat meminimalisir penyebaran virus tersebut. Namun dalam dunia
pendidikan, apakah hal ini akan menyebabkan terjadinya pembodohan massal diakibatkan ketidak-adaannya peran lembaga yang bermana sekolah itu?
Beberapa bulan berjalan, kebijakan ini memunculkan beberapa keluhan dari peserta didik mulai dari jaringan, sarana
pendidikan, bahkan kebosanan peserta didik yang mulai tumbuh diakibatkan kebijakan pembelajaran daring ini.
Jika berbicara substansi apakah kebijakan ini berorientasi pada tujuan pendidikan yang di kemukakan oleh Blom tadi?
Pemerintah juga mengantisipasi hal itu dengan memberikan subsidi kuota kepada pelajar agar bisa belajar daring tapi apakah ini efektif untuk peserta didik yang berada di pelosok dan susah jaringan? Belum lagi ada kasus dimana kuota tersebut bukannya dipakai belajar tapi malah dipakai main
game online. Ditambah lagi dengan kasus 300 siswa
drop out (DO) akibat belajar daring, belum lagi beberapa lembaga sekolah yang tutup.